Syariah

Kewajiban Mematuhi Prokes saat Berlebaran di Masa Pandemi

Rab, 12 Mei 2021 | 16:00 WIB

Kewajiban Mematuhi Prokes saat Berlebaran di Masa Pandemi

Dalam kaidah fiqih disebutkan, "Usaha untuk menghindari risiko itu lebih utama daripada mendatangkan kebaikan.”

Lebaran kali ini masih sangat berbeda dari suasana beberapa tahun silam, terutama dua tahun lalu. Tahun ini kebanyakan dari kita masih belum leluasa bersilaturahim secara fisik kepada kerabat dan handai tolan yang berada di kampung nan jauh di sana. 
 

Sejak awal Mei lalu, pemerintah telah mengadakan penyekatan di berbagai titik perbatasan, guna mencegah warganya berbondong-bondong pergi ke kampung halaman atau ke daerah yang lain. Langkah ini pemerintah ambil dalam rangka mengurangi penyebaran Covid-19 yang mengalami peningkatan kembali. Lonjakan kasus yang luar biasa di India membuat pemerintah Indonesia memperketat pengendalian penyebaran virus ini. 
 

Apa yang dilakukan pemerintah pada dasarnya merupakan langkah antisipatif yang sangat bagus. Pemerintah tidak boleh membiarkan terjadinya mafsadah (risiko bahaya) yang menyebar luas di masyarakat. Pemerintah telah mengambil jalan kemaslahatan rakyatnya, dan selaras dengan prinsip agama sebagaimana dalam kaidah fiqih:


تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلىَ الرَّعِيَّةَ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ 


Artinya: “Kebijakan penguasa atas rakyatnya haruslah bertendensi atas kemaslahatan” (As-Suyuti, al-Asybah wan-Nadhair, Beirut: Darul Kutub Al-Alamiyah, h. 121).
 

Islam pada dasarnya sangat menghendaki kemaslahatan umat yang dapat membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. 


Isi syariat yang terkandung dalam agama Islam berisi tentang kemaslahatan-kemaslahatan yang harus dijaga oleh semua pihak. Kemaslahatan ini bersifat universal yang tidak hanya berlaku bagi kalangan umat Islam tapi juga berlaku untuk semua umat manusia. 


Dalam hal ini, Imam As-Syatibi mengungkapkan berikut: 
 

إِنَّ وَضْعَ الشَّرَائِعِ إِنَّمَا هُوَ لِمَصَالِحِ الْعِبَادِ فِي الْعَاجِلِ وَالْآجِلِ مَعًا


"Sesungguhnya tujuan pensyariatan itu adalah untuk menggapai kemaslahatan pada manusia di dunia dan akhirat secara bersamaan”( As-Syatibi, al-Muwafaqat, Saudi: Daru Ibni Affan, jilid 2, h. 9).
 

 

3M, Manifestasi dari Sebagian Ajaran Islam

Sejak Covid-19 melanda ke berbagai belahan negara, pemerintah telah getol melakukan sosialisasi dijalankannya 3M ke seluruh warga. 3M yang dimaksud adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, memakai masker di dalam maupun di luar rumah, dan menjaga jarak aman terhadap orang lain minimal 1-2 meter. 
 

Mematuhi protokol kesehatan, 3M merupakan usaha-usaha preventif seseorang agar terhindar dari bahaya Covid-19. Dengan melakukan protokol 3M, seseorang telah membentengi dirinya dari penularan Covid-19 yang dapat menular melalui percikan ludah dari mulut, persentuhan dengan anggota badan atau benda yang terkena virus, dan lain-lain. Usaha preventif ini merupakan manifestasi dari nilai ajaran Islam, sebagaimana firman Allah berikut: 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ ... (الأية)


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bersiap siagalah kamu...”(QS an-Nisa': 71)


Ayat ini mengandung hikmah yang luar biasa, terutama terkait kewaspadaan kita dari bahaya Covid-19 yang hingga saat ini belum menunjukkan adanya penurunan tren penularannya.


Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir-nya menafsirkan surat an-Nisa ayat 71 ini sebagai berikut: 


خُذُوْا حِذْرَكُمْ أَيْ اِحْتَرَزُوْا وَتَيَقَّظُوْا مِنْ عَدُوِّكُمْ . وَالْحِذْرُ وَالْحَذَرُ بِمَعْنًى وَاحِدٍ كَالمِثْلِ وَالْمَثَلِ: وَهُوَ التَّيَقُّظُ وَالْإِسْتِعْدَادُ 


Artinya: “... Maksud dari lafal tersebut adalah ‘Waspadalah dan sadarlah dari gerakan musuhmu!’” 


Lafal al-hidzru dan al-hadzaru mempunyai makna yang sama sebagaimana lafal al-mitslu dan al-matsalu. Yang dimaksud dengan arti al-hidzru adalah kesadaran dan kesiapan" (Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir, 1424 H, jilid 3, h. 156).
 

Berangkat dari penjelasan ayat tersebut, berarti kita harus tetap waspada dari segala kemungkinan bahaya yang mengancam terhadap keselamatan diri kita, baik ancaman fisik maupun penyakit. Kita harus menyadari pula bahwa menjaga keselamatan diri merupakan kewajiban yang harus kita patuhi.
 

Dalam Qur'an, surat An-Nisa' ayat 102, Allah berfirman: 


وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ 


Artinya: “Dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka.” 
 

Ayat tersebut juga memerintahkan, betapa vitalnya makna sebuah kesiapsiagaan yang harus dilakukan oleh setiap Muslim dalam beragai kondisi.
 

Syekh Wahbah Zuhaili memaknai kandungan ayat tesebut dengan ungkapan berikut: 


وَفِي هَذِهِ الْأَيَةِ دَلِيْلٌ عَلَى تَعَاطِي الْأَسْبَابِ، وَاتِّخَاذ وَسَائِلِ النَّجَاةِ وَمَا يُوْصِلُ إِليَ السَّلَامَةِ


Artinya: “Dalam ayat tersebut terkandung suatu petunjuk pengambilan sebab-sebab dan menjadikan media-media yang dapat mengantarkan menuju keselamatan.” 
 

Covid-19 telah menyebabkan banyak korban jiwa, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbid). Maka anjuran pemerintah untuk tetap mematuhi 3M pada momen perayaan lebaran tahun ini menjadi sebuah keniscayaan. 


Dengan mematuhi protokol kesehatan, sebagaimana tersebut di atas berarti kita telah berupaya menjaga keselamatan dan berusaha menghindari timbulnya mafsadah (risiko) yang lebih berbahaya. Konsep usul fiqih menyebutkan: 


دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْليَ مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ 


Artinya: “Usaha untuk menghindari risiko itu lebih utama daripada mendatangkan kebaikan” (Musthafa Ahmad Zarqa, Syarhul Qawaid al-Fiqhiyah, Damaskus: Darul Qalam, 1938, h. 205).
 

Dari uraian di atas, telah maklum bahwa perayaan Idul Fitri tahun ini harus tetap dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan dengan cara mematuhi 3M atau 5 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilitas dan interaksi), yang semua itu demi kebaikan dan kemaslahatan kita bersama.


Jika pemerintah telah menetapkan warganya untuk mematuhi protokol kesehatan, yang maslahatnya jelas untuk kita bersama, maka seyogianya seluruh warga harus menaatinya.


Dalam usul fiqih disebutkan:


إن إقرار الحاكم بالشيء إن كان علي جهة الحكم كان حكما 


Artinya: “Bahwasannya ketetapan seorang Hakim (pemilik kekuasaan) terhadap sesuatu untuk suatu ketetapan hukum, maka menjadi hukum pula”( As-Suyuti, al-Asybah wan-Nadhair, Beirut: Darul Kutub Al-Alamiyah, h. 54).
 

Dengan demikian, menurut hemat penulis, perayaan lebaran Idul Fitri 1442 H kali ini harus tetap dijalankan dengan protokol kesehatan yang disiplin, demi terwujudnya kemaslahatan umat yang lebih besar, yaitu terhindarnya warga dari dampak Covid-19 yang secara nyata telah melumpuhkan ekonomi dan kesehatan warga negara. 

 

Mohamad Mahali, pengajar di Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Syafi'iyah Sukosewu Bojonegoro; alumni Kelas Menulis Keislaman NU Online 2021