Kekerasan yang disertai fisik dalam kamus bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai violence. Kekerasan yang berbasis sosial sering memakai istilah social harrashment. Kadang kekerasan sering juga diawali dengan sebuah tindakan pelecehan. Pelecehan ini sering disematkan dalam istilah abusement. Itulah sebabnya, maka kekerasan yang berbasis seksual, sering diperkenalkan dalam literatur Inggis sebagai sexual abusement. Namun, tidak jarang pula bahwa yang dinamakan kekerasan adalah senantiasa diawali oleh tindakan pemaksaan (ikrah).
Yang menjadi pokok persoalan adalah ketika tindakan ini dihadapkan pada sejumlah teks nash syariat. Misalnya, keberadaan wali mujbir, yaitu wali yang bisa memaksa seorang anak perempuan untuk menikah dengan calon yang sudah ditentukan oleh kedua orang tuanya. Apakah tindakan wali mujbir ini masuk kategori kekerasan? Belum lagi tindakan suami yang memaksa istri untuk melakukan persetubuhan di kala istri sedang payah. Apakah tindakan suami juga bisa masuk dalam kategori kekerasan? Bagaimanapun juga, konsep wali mujbir adalah diakui dalam teks fiqih empat mazhab. Demikian pula dengan hak suami terhadap istrinya, keduanya juga diakui dalam teks nash syariat.Ā
Jadi, yang diperlukan di sini sekarang adalah mencari definisi dari kekerasan itu sendiri sehingga tidak bertentangan dengan agama dan sekaligus bisa diterima secara universal dan diberlakukan sebagai bentuk legislasi bagi Indonesia. Apalagi, Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila khususnya Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan UUD Republik Indonesia 1945, Pasal 29 ayat 1 dan 2 bahwa negara menjamin pelaksanaan ajaran agama bagi masyarakat pemeluknya, mau tidak mau harus terikat pada perlindungan hak beragama dan pengamalan ajaran agama bagi warganya.Ā
Untuk mengetahui definisi kekerasan dalam syariat, mari kita tinjau beberapa nash berikut! Pertama, Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh AbĆ» Tsaālabah:
ع٠أب٠ثعŁŲØŲ© Ų§ŁŲ®Ų“ŁŁ Ų¬Ų±Ų«ŁŁ
ŲØŁ ŁŲ§Ų“Ų± Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŲ Ų¹Ł Ų§ŁŁŲØŁĀ ļ·ŗŁ
ŁŲ§Ł: (Ų„Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ±Ų¶ ŁŲ±Ų§Ų¦Ų¶ ŁŁŲ§ ŲŖŲ¶ŁŲ¹ŁŁŲ§Ų ŁŲŲÆ ŲŲÆŁŲÆŲ§Ł ŁŁŲ§ ŲŖŲ¹ŲŖŲÆŁŁŲ§Ų ŁŲŲ±Ł
Ų£Ų“ŁŲ§Ų” ŁŁŲ§ ŲŖŁŲŖŁŁŁŁŲ§Ų ŁŲ³ŁŲŖ ع٠أؓŁŲ§Ų” Ų±ŲŁ
Ų© ŁŁŁ
ŲŗŁŲ± ŁŲ³ŁŲ§Ł ŁŁŲ§ ŲŖŲØŲŲ«ŁŲ§ Ų¹ŁŁŲ§) ŲŲÆŁŲ« Ųس٠رŁŲ§Ł Ų§ŁŲÆŲ§Ų±ŁŲ·ŁŁ ŁŲŗŁŲ±ŁĀ
Artinya: āSesungguhnya Allah telah menetapkan faraidl (kewajiban-kewajiban), maka jangan sia-siakan! Allah juga telah menetapkan batasan-batasan, maka jangan melampauinya! Allah telah haramkan suatu perkara, maka jangan melanggarnya! Dan Allah telah mendiamkan perkara lainnya sebagai rahmat bagi kalian dan bukan karena lupa, maka jangan mengorek-ngoreknya!ā (HR Al-DĆ¢raquthny dan lainnya)Ā
Secara umum, berdasar hadits di atas, Nabi SAW mengecam tindakan yang melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat. Bunyi pesan ini sesuai dengan firman Allah SWT yang menyatakan bahwa :Ā
ŁŁ Ų„ŁŁ
Ų§ ŲŲ±Ł
Ų±ŲØŁ Ų§ŁŁŁŲ§ŲŲ“ Ł
Ų§ ŲøŁŲ± Ł
ŁŁŲ§ ŁŁ
Ų§ ŲØŲ·Ł ŁŲ§ŁŲØŲŗŁ ŲØŲŗŁŲ± Ų§ŁŲŁ ŁŲ£Ł ŲŖŲ“Ų±ŁŁŲ§ ŲØŲ§ŁŁŁ Ł
Ų§ ŁŁ
ŁŁŲ²Ł ŲØŁ Ų³ŁŲ·Ų§ŁŲ§ ŁŲ£Ł ŲŖŁŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁ Ų§ŁŁŁ Ł
Ų§ŁŲ§ ŲŖŲ¹ŁŁ
ŁŁ
Artinya: āKatakan (Muhammad), sesungguhnya Tuhanku mengharamkan perbuatan fĆ¢hisyah baik lahir maupun batin, serta tindakan yang berada diluar batas tanpa hak, menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan hujjah atasnya, serta berbicara sesuatu yang tidak kamu ketahui dengan mengatasnamakan Allah.ā (QS. Al-Aāraf: 33)
Inti dari kedua teks nash di atas adalah bahwa umat Islam dilarang melakukan perkara yang melampaui batas kewenangan yang diperbolehkan oleh syaraā. Dengan demikian berlaku qaidah bahwa:Ā
Ų§ŁŲ£ŲµŁ ŁŁ Ų§ŁŁ
Ų¹Ų§Ł
ŁŲ© Ų§ŁŲ„ŲØŲ§ŲŲ© Ų„ŁŲ§ Ł
Ų§ ŲÆŁ Ų§ŁŲÆŁŁŁ Ų¹ŁŁ ŲŖŲŲ±ŁŁ
ŁŲ§
Artinya: āDalil asal muamalah adalah menunjukkan makna kebolehan kecuali disertai adanya dalil yang menunjukkan makna keharamannyaā
Di dalam hadits yang lain, RasĆ»lullah SAW menjelaskan bahwa setiap individu muslim memiliki hak dan tanggung jawab yang harus dijaga. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sebuah hadits:Ā
ŁŲ¹Ł Ų§ŲØŁ Ų¹Ł
Ų± Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
Ų§ ŁŲ§Ł Ų³Ł
Ų¹ŲŖ Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁĀ ļ·ŗŁ
ŁŁŁŁ ŁŁŁŁ
Ų±Ų§Ų¹ ŁŁŁŁŁ
Ł
Ų³Ų¦ŁŁ ع٠رعŁŲŖŁ ŁŲ§ŁŲ£Ł
Ų§Ł
Ų±Ų§Ų¹ ŁŁ
Ų³Ų¦ŁŁ ع٠رعŁŲŖŁ ŁŲ§ŁŲ±Ų¬Ł Ų±Ų§Ų¹ ŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁ
Ų³Ų¦ŁŁ ع٠رعŁŲŖŁ ŁŲ§ŁŁ
Ų±Ų£Ų© Ų±Ų§Ų¹ŁŲ© ŁŁ ŲØŁŲŖ Ų²ŁŲ¬ŁŲ§ ŁŁ
Ų³Ų¦ŁŁŲ© ع٠رعŁŲŖŁŲ§ ŁŲ§ŁŲ®Ų§ŲÆŁ
Ų±Ų§Ų¹ ŁŁ Ł
Ų§Ł Ų³ŁŲÆŁ ŁŁ
Ų³Ų¦ŁŁ ع٠رعŁŲŖŁ ŁŁŁŁŁ
Ų±Ų§Ų¹ ŁŁ
Ų³Ų¦ŁŁ ع٠رعŁŲŖŁ. Ł
ŲŖŁŁ Ų¹ŁŁŁ
Artinya: āDari Ibn āUmar ra. Dia berkata: saya mendengar RasĆ»lullĆ¢h saw. Bersabda: setiap diri kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggunganjawaban tentang kepemimpinannya, seoarang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya, seorang perempuan adalah penjaga dalam rumah tangga suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas penjagaannya, dan seorang pembantu adalah penjaga terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepenjagaannya itu. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.ā (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits di atas, dijelaskan mengenai pembagian tugas individu yang diakui oleh syariat. Tugas ini merupakan amanah yang harus dilaksanakan. Seorang yang menjalankan amanah, berhak atas sarana mewujudkan amanah tersebut. Misalnya, amanah dalam melakukan pendidikan. Dalam hal ini sebagaimana tertuang dalam hadits Rasulullah SAW, bahwa:
ŁŲ¹Ł Ų¹Ł
ر٠ب٠ؓعŁŲØ Ų¹Ł Ų£ŲØŁŁ Ų¹Ł Ų¬ŲÆŁ Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲ§Ł Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁĀ ļ·ŗŁ
Ł
Ų±ŁŲ§ Ų£ŁŁŲ§ŲÆŁŁ
ŲØŲ§ŁŲµŁŲ§Ų© ŁŁŁ
Ų£ŲØŁŲ§Ų” Ų³ŲØŲ¹ Ų³ŁŁŁ ŁŲ§Ų¶Ų±ŲØŁŁŁ
Ų¹ŁŁŁŲ§ ŁŁŁ
Ų£ŲØŁŲ§Ų” Ų¹Ų“Ų± ŁŁŲ±ŁŁŲ§ ŲØŁŁŁŁ
ŁŁ Ų§ŁŁ
Ų¶Ų§Ų¬Ų¹ ŲŲÆŁŲ« Ųس٠رŁŲ§Ł Ų£ŲØŁ ŲÆŲ§ŁŲÆ ŲØŲ„Ų³ŁŲ§ŲÆ ŲŲ³Ł
Artinya: Dari āAmr ibn syuaāib dari bapaknya dari kakekknya, beliau bersabda: Bersabda RasĆ»lullĆ¢h saw. Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalĆ¢t ketika sudah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan shalĆ¢t ketika sudah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (yang laki-laki dan perempuan). (HR. AbĆ» DĆ¢wud dengan sanad yang baik)
Pemukulan terukur yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak untuk perkara yang baik dan dalam rangka mendidik (taādib) tidak masuk kategori melampaui batas, karena ada syariat yang menggariskannya. Untuk itu tindakan pemukulan ini tidak masuk kategori kekerasan.
Dalam lingkup rumah tangga, ketika ditemui adanya tindakan nusyuz (durhaka) dari istri, ternyata juga ada sebuah nash yang membenarkan tindakan pemukulan yang dilakukan oleh suami kepada suaminya dalam rangka mendidik. Sebagaimana hal ini disampaikan dalam sabda Rasulullah SAW:
ع٠عŁ
ر٠اب٠اŁŲ§ŲŁŲµ Ų§ŁŁ Ų³Ł
Ų¹ Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁĀ ļ·ŗŁ
ŁŁŁŁ : ... Ų§ŁŁ Ų§Ł ŁŲ§Ł : ŁŲ„Ł ŁŲ¹ŁŁ ŁŲ§ŁŲ¬Ų±ŁŁŁ ŁŁ Ų§ŁŁ
Ų¶Ų§Ų¬Ų¹ ŁŲ§Ų¶Ų±ŲØŁŁŁ Ų¶Ų±ŲØŲ§ ŲŗŁŲ± Ł
ŲØŲ±Ų ŁŲ„Ł Ų§Ų·Ų¹ŁŁŁ
ŁŁŲ§ ŲŖŲ¬Ų¹ŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŁ Ų³ŲØŁŁŲ§ ..... Ų±ŁŲ§Ł Ų§ŁŲŖŲ±Ł
Ų°Ł ŁŁŲ§Ł ŲŲÆŁŲ« ŲŲ³Ł ŲµŲŁŲĀ
Dari āAmr ibn al- Ahwash, ia mendengar RasĆ»lullĆ¢h saw., bersabdaā¦: Apabila ia (istri) tersebut nusyĆ»z maka tinggalkanlah di tempat tidur dan pukullah dengan pukulan yang tidak melukai, apabila ia sudah taat kepada kalian, maka janganlah kalian mencari jalan untuk aniaya kepadanya. (HR.al-TurmudzĆ®)
Menurut hadits di atas, bentuk taādib (pendidikan) suami terhadap istri tidak serta merta dilakukan melalui pemukulan. Ada jenjang-jenjang yang harus dilakukan, antara lain pisah ranjang selama selang beberapa waktu, dan apabila masih ada tindakan pembangkangan maka diperbolehkan untuk memukul namun dengan pemukulan yang tidak melukai.Ā
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa, sebenarnya syariat Islam mengajarkan beberapa hal terkait dengan tugas pokok dan fungsi individu mukallaf, sebagai berikut:Ā
1. Syariat mengajarkan bahwa dalam perjalanan hidup, antara individu satu dengan individu yang lain saling membutuhkan. Untuk itu setiap individu mukallaf dibebani oleh sebuah amanah dan tanggung jawab
2. Adanya amanah dan tanggung jawab itu mendorong pada adanya batasan-batasan yang diperbolehkan untuk melakukan tindakan demi keterlaksanaan amanah
3. Selama tindakan yang diambil dalam rangka menjalankan amanah tidak keluar dari batas-batas yang diperbolehkan oleh syariat, maka tindakan tersebut masih dalam batas kewajaran.Ā
4. Syariat mencela tindakan yang berada di luar batas kewajaran (melampaui batas kewenangan syariat)
Berdasarkan beberapa batasan di atas, jika kita tarik dalam upaya mendefinisikan kekerasan, maka yang dimaksud dengan ākekerasanā dalam Islam adalah suatu unsur tindakan yang bersifat melukai baik secara fisik, psikis maupun mental, yang dilakukan oleh pihak/pelaku (dhĆ¢lim) yang tidak memiliki hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap korban (al-madhlĆ»m) sehingga berujung pada perbuatanĀ dhĆ¢lim/aniaya dan melanggar batas ketentuan syariat.
Ustadz Muhammad Syamsudin, Ketua Tim Perumus BM Qanuniyah Munas NU 2019 dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim