Syariah

Hukum Titip Nama dalam Ibadah Kurban

Rab, 22 Agustus 2018 | 07:45 WIB

Hukum Titip Nama dalam Ibadah Kurban

(Foto: via pinterest)

Kurban merupakan ibadah yang dianjurkan rutin setiap tahun. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kurban merupakan ibadah yang perlu niat. Oleh karena itu, mereka yang sudah wafat tidak lagi dapat berkurban karena mereka tidak lagi bias berniat kecuali almarhum pernah berwasiat semasa hidup.

Yang perlu diperhatikan berikutnya adalah bahwa seekor sapi atau unta hanya memadai untuk ibadah kurban tujuh orang. Satu pendapat gharib menyatakan bahwa seekor sapi bisa memadai untuk ibadah kurban sepuluh orang. Sementara seekor kambing hanya memadai untuk ibadah kurban satu orang.

وتجزئ  البقرة عن سبعة كذلك) أي اشتركوا فيها (وتجزئ الشاة) الضأن أو المعز (عن شخص واحد) فقط من حصول التضحية حقيقة، فإن ذبحها عنه وعن أهله أو عنه وأشرك غيره معه في ثوابها جاز، ومع ذلك يختص الثواب به

Artinya, “(Seekor sapi memadai untuk tujuh orang. Demikian juga) bila mereka bersekutu di dalamnya. (Seekor kambing memadai) domba atau kambing kacang (untuk seorang) saja untuk hasil kurban sebenarnya. Tetapi kalau seseorang memotongnya untuk kurban dirinya dan keluarganya, atau untuk kurban dirinya dan melibatkan orang lain bersamanya dalam hal pahala ibadah kurban, maka boleh. Ia pun mendapat pahala khusus di samping itu,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, halaman 270).

Masalah kuota orang yang berkurban harus dipisahkan dari masalah untuk siapa saja pahala kurban itu ditujukan. Kuota ibadah kurban seekor sapi terbatas hanya untuk tujuh kurbanis. Sedangkan kuota ibadah kurban seekor kambing terbatas hanya untuk seorang kurbanis. Tetapi pahala ibadah kurban itu bisa ditujukan ke banyak orang di luar kurbanis itu sendiri.

Hal ini diterangkan oleh Syekh Ibrahim Al-Baijuri. Seperti sudah disinggung oleh Syekh Nawawi Banten dalam Tausyih ala Ibni Qasim sebelumnya, kurbanis dapat menyertakan orang lain untuk pahala kurbannya, tetapi bukan sebagai kurbanisnya. Rasulullah SAW melakukan hal ini ketika ia menyembelih dua ekor kambing yang pahalanya ditujukan untuk dirinya, keluarganya, dan umatnya.

وتجزئ  البقرة عن سبعة كذلك) أي اشتركوا في التضحية بها مع أن ذلك ليس بقيد كما علم مما مر (وتجزئ الشاة عن شخص واحد) أي لا عن أكثر منه فلو اشترك مع غيره فيها لم تكف، نعم لو ضحى عنه وأشرك غيره معه في ثوابها لم يضر، وكذلك لو ضحى عنه وعن أهله فلا يضر وعلى ذلك حمل خبر مسلم ضحى رسول الله صلى الله عليه بكبشين وقال اللهم تقبل من محمد وآل محمد وأمة محمد وظاهره شمول ذلك للفقراء والأغنياء

Artinya, “(Seekor sapi memadai untuk tujuh orang. Demikian juga) bila mereka bersekutu di dalam ibadah kurban pada hewan tersebut di samping bahwa yang demikian itu tidak terbatas (muqayyad) sebagaimana dimaklum pada yang telah lalu. (Seekor kambing memadai untuk seorang) tidak lebih dari jumlah itu. Kalau seseorang mengikut serta dengan orang lain dalam ibadah kurban (lebih dari jumlah tersebut), maka ibadah itu tidak memadai. Tetapi kalau seseorang berkurban untuk dirinya dan menyertakan orang lain bersamanya dalam soal pahalanya, maka tidak masalah. Demikian pula jika seseorang berkurban untuk dirinya dan untuk anggota keluarganya (dalam soal pahala), maka tidak masalah. Atas pandangan ini terdapat penafsiran dari hadits riwayat Muslim bahwa Rasulullah SAW menyembelih dua kambing sebagai hewan kurban. Ia berdoa ketika meyembelihnya, ‘Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.’ Secara lahir, doa ini mencakup semua orang fakir dan orang kaya,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 306).

Adapun perihal titip nama sebagai kurbanis kepada pemilik sapi yang kuota kurbanisnya belum mencapai tujuh orang, maka hal ini boleh saja meskipun antara orang yang menitip nama dan pemilik sapi itu tidak memiliki hubungan keluarga.

Perihal titip nama bisa dilakukan terhadap pemilik sapi sebagai individu, perusahaan, atau lembaga yang menyumbangkan sapi ke masyarakat. Kita dapat meminta izin kepada pemilik sapi bila memungkinkan agar kuota ibadah kurban yang kosong itu dapat kita isi dengan maksud agar keutamaan sunnah ibadah kurban yang luar biasa itu tidak terlewatkan sia-sia.

فَرْعٌ تُجْزِئُ الْبَدَنَةُ أَوْ الْبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ) كَمَا تُجْزِئُ عَنْهُمْ فِي التَّحَلُّلِ لِلْإِحْصَارِ وَلِخَبَرِ مُسْلِمٍ عَنْ جَابِرٍ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَظَاهِرٌ أَنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ وَاحِدٍ

Artinya, “(Seekor unta atau sapi memadai untuk tujuh orang) sebagaimana seekor unta atau sapi memadai untuk mereka sahabat Rasulullah SAW sebagai dam haji sebab tahallul yang disebabkan blockade dan berdasarkan riwayat Muslim dari Sahabat Jabir RA, ‘Kami bersama Rasulullah SAW di Hudaibiyyah menyembelih unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang.’ Secara lahir, mereka semua bukan berasal dari satu keluarga,” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun],  juz VI, halaman 474).

Dari pelbagai ketarangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa kuota ibadah kurban (sapi atau unta untuk ibadah kurban tujuh orang dan seekor kambing untuk ibadah kurban satu orang) dan pahala ibadah kurban untuk siapa yang dikehendaki kurbanis adalah dua hal yang berbeda. Kuota ibadah kurban terbatas. Sedangkan pahala ibadah kurban untuk siapa tidak terbatas. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)