Syariah

Hukum Selamatan dan Berbagi Makanan Sepulang Haji

NU Online  Ā·  Selasa, 28 Agustus 2018 | 02:00 WIB

Hukum Selamatan dan Berbagi Makanan Sepulang Haji

(Foto: muslimvillage.com)

Keluarga jamaah haji di rumah dianjurkan menyiapkan hidangan yang tidak merepotkan untuk menyambut anggota keluarganya yang baru pulang menunaikan ibadah haji. Penyiapan hidangan ini merupakan sebentuk walimah atau selamatan kecil.

Adapun jamaah haji yang baru saja pulang dianjurkan untuk berbagi makanan dengan tetangga dan orang-orang miskin. Hal ini disebutkan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah yang kami kutip berikut ini:

فرع) ŁŠŲ³Ł† Ł„Ł†Ų­Łˆ أهل القادم أن ŁŠŲµŁ†Ų¹ له Ł…Ų§ تيسر من Ų·Ų¹Ų§Ł… ŁˆŁŠŲ³Ł† له نفسه Ų„Ų·Ų¹Ų§Ł… الطعام عند Ł‚ŲÆŁˆŁ…Ł‡ للاتباع ŁŁŠŁ‡Ł…Ų§ ŁˆŁƒŁ„Ų§Ł‡Ł…Ų§ ŁƒŁ…Ų§ ŁŠŁŁŠŲÆŁ‡ ŁƒŁ„Ų§Ł… الفراؔ ŁˆŲ§ŲØŁ† Ų³ŁŠŲÆŁ‡ Ų³Ł…ŁŠ Ł†Ł‚ŁŠŲ¹Ų© بفتح Ų§Ł„Ł†ŁˆŁ† وكسر القاف وفتح Ų§Ł„Ų¹ŁŠŁ† المهملة

Artinya, ā€œKeluarga jamaah haji dianjurkan membuatkan bagi jamaah haji yang pulang makanan yang mudah pengolahannya. Jamaah haji sendiri juga dianjurkan untuk berbagi makanan ketika pulang dari perjalanan haji berdasarkan sunnah perihal keduanya. Keduanya sebagaimana diinformasikan oleh Al-Farra dan Ibnu Sayyidih. (Walimah sederhana) ini dinamai ā€˜naqiā€˜ah’ dengan nun fathah, qaf kasrah, dan ā€˜ain fathah dibiarkan,ā€ (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 248).

Selamatan dalam rangka menyambut kedatangan orang dari perjalanan jauh disebut dengan istilah ā€œnaqi’ahā€. Pihak yang menyediakan hidangan dalam selamatan ini adalah jamaah haji sendiri atau orang lain sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abu Zakariya Al-Anshari.

ŁˆŁŽŁ„ŁŁ„Ł’Ł‚ŁŲÆŁŁˆŁ…Ł) مِنْ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŁŽŲ±Ł (Ł†ŁŽŁ‚ŁŁŠŲ¹ŁŽŲ©ŁŒ) مِنْ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŁ‚Ł’Ų¹Ł ŁˆŁŽŁ‡ŁŁˆŁŽ Ų§Ł„Ł’ŲŗŁŲØŁŽŲ§Ų±Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ­Ł’Ų±Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŲŖŁ’Ł„Ł (ŁˆŁŽŁ‡ŁŁŠŁŽ Ł…ŁŽŲ§) Ų£ŁŽŁŠŁ’ Ų·ŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł…ŁŒ (ŁŠŁŲµŁ’Ł†ŁŽŲ¹Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł) Ų£ŁŽŁŠŁ’ Ł„ŁŁ„Ł’Ł‚ŁŲÆŁŁˆŁ…Ł Ų³ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų”ŁŒ Ų£ŁŽŲµŁŽŁ†ŁŽŲ¹ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŲ§ŲÆŁŁ…Ł Ų£ŁŽŁ…Ł’ ŲµŁŽŁ†ŁŽŲ¹ŁŽŁ‡Ł ŲŗŁŽŁŠŁ’Ų±ŁŁ‡Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł ŁƒŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁŁŽŲ§ŲÆŁŽŁ‡Ł ŁƒŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ¬Ł’Ł…ŁŁˆŲ¹Ł فِي آخِرِ ŲµŁŽŁ„ŁŽŲ§Ų©Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ³ŁŽŲ§ŁŁŲ±Ł

Artinya, ā€œ(Untuk kenduri sambutan kedatangan) dari perjalanan (disebut naqiā€˜ah) berasal dari naqa’ yang artinya debu, penyembelihan, atau pemotongan. (Naqiā€˜ah itu suatu) makanan (yang dihidangkan dalam jamuan upacara penyambutan) terlepas dari jamuan itu disediakan oleh pihak yang datang atau orang lain. Hal ini disebutkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ di akhir bab shalat musafir,ā€ (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhatit Thalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz XV, halaman 407).

Selamatan sepulang perjalanan haji merupakan sebuah perjalanan yang layak diadakan walimah atau selamatan. Pasalnya, perjalanan jemaah haji Indonesia menempuh jarak yang tidak pendek, bukan perjalanan dekat.

Ulama Syafi’iyah memberikan batasan terkait perjalanan seperti apa yang dianjurkan untuk diadakan selamatan penyambutan atau naqiā€˜ah. Kalau hanya perjalanan dekat ke tepi kota atau lintas provinsi yang tidak jauh, kita tidak dianjurkan untuk mengadakan selamatan penyambutan. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut ini.

ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ·Ł’Ł„ŁŽŁ‚ŁŁˆŲ§ Ł†ŁŽŲÆŁ’ŲØŁŽŁ‡ŁŽŲ§ Ł„ŁŁ„Ł’Ł‚ŁŲÆŁŁˆŁ…Ł مِنْ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŁŽŲ±Ł ŁˆŁŽŲøŁŽŲ§Ł‡ŁŲ±ŁŒ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ł…ŁŽŲ­ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‡Ł فِي Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŁŽŲ±Ł Ų§Ł„Ų·Ł‘ŁŽŁˆŁŁŠŁ„Ł Ł„ŁŁ‚ŁŽŲ¶ŁŽŲ§Ų”Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŲ±Ł’ŁŁ بِهِ Ų£ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ Ł…ŁŽŁ†Ł’ ŲŗŁŽŲ§ŲØŁŽ ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…Ł‹Ų§ Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŽŲ§Ł…Ł‹Ų§ ŁŠŁŽŲ³ŁŁŠŲ±ŁŽŲ©Ł‹ Ų„Ł„ŁŽŁ‰ ŲØŁŽŲ¹Ł’Ų¶Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų­ŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŲ±ŁŁŠŲØŁŽŲ©Ł ŁŁŽŁƒŁŽŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ§Ų¶ŁŲ±Ł Ł†ŁŁ‡ŁŽŲ§ŁŠŁŽŲ©ŁŒ ŁˆŁŽŁ…ŁŲŗŁ’Ł†ŁŁŠ Ų§ هـ .Ā 

Artinya, ā€œPara ulama menyebutkan kesunahan walimah secara mutlak bagi jamuan penyambutan orang yang tiba dari perjalanan. Jelas ini berlaku bagi perjalanan jauh yang ditempuh untuk menunaikan kepentingan apa saja pada umumnya. Sedangkan kepergian seseorang sehari atau beberapa hari ke suatu daerah yang dekat, dihukumi seperti orang yang hadir menetap di dalam kota. Demikian disebut dalam Nihayah dan Mughni,ā€ (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz XXXI, halaman 384).

Naqiā€˜ah sebenarnya adalah selamatan atas sebuah perjalanan jauh secara umum, bukan hanya perjalanan haji. Tetapi jamaah haji asal Indonesia dan keluarganya layak menggelar naqiā€˜ah atau selamatan usai perjalanan jauh naik haji mengingat jarak tempuh tanah suci dan tanah air yang tidak dekat.

Jamaah haji yang baru pulang dan keluarganya tidak perlu memaksakan diri membuat pesta penyambutan yang wah. Mereka cukup menghidangkan makanan ala kadarnya dan membuat selamatan sederhana.Ā Wallahu aā€˜lam. (Alhafiz K)