Aurat bagi perempuan adalah salah satu hal yang penting untuk dijaga, sebab nilai kehormatan seorang perempuan salah satunya dipengaruhi oleh seberapa besar perhatiannya dalam menjaga aurat tubuhnya dari pandangan laki-laki lain yang tidak dapat memandangnya.
Namun demikian, menjaga aurat bagi perempuan juga harus diimbangi dengan pengetahuan tentang batasan-batasan aurat yang wajib untuk ditutupi serta kapan kewajiban menutup aurat itu berlaku. Misalnya dalam keadaan shalat, aurat perempuan meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sehingga, dalam keadaan shalat tidak wajib bagi kaum perempuan menutup wajah dan telapak tangannya, karena dua anggota tubuh tersebut bukan termasuk aurat.
Ų§ŁŁŁ
ŁŲ±ŁŲ£ŁŲ©Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŁŁŲ±ŁŲ©Ł ŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁ -ŁŁŲŁŲ§ŁŁŲ©Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲµŁŁŁŁŲ§Ų©Ų ŁŁŲ¹ŁŁŁŲ±ŁŲŖŁŁŁŲ§: ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲÆŁŁŁŲ Ų„ŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŁŁŁŁ
āAurat perempuan memiliki beberapa keadaan. Salah satu keadaan yang menentukan aurat perempuan yakni dalam keadaan shalat. Aurat perempuan pada saat shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan.ā (Syekh Jalaluddin as-Suyuti, al-Asybah wa an-Nadzair, hal. 240)
Sehingga ketika ada sebagian kalangan yang bersikukuh untuk menutup wajah pada saat shalat dengan dalih bahwa menurutnya menutup wajah adalah suatu kewajiban maka hal tersebut merupakan sebuah kekeliruan. Sebab, wajah bukanlah termasuk aurat dalam keadaan shalat, berbeda ketika di luar shalat yang menurut sebagian ulama wajah dianggap sebagai aurat, sehingga wajib untuk ditutupi.Ā
Selain itu, ketika seluruh wajah ditutupi maka akan melanggar terhadap salah satu
syarat sujud, yakni keharusan menempelkan dahi pada tempat shalat. Menempelkan dahi pada saat sujud, secara tegas diperintahkan oleh Rasulullah dalam haditsnya:
Ų„Ų°Ų§ Ų³Ų¬ŲÆŲŖ ŁŁ
ŁŁŁ Ų¬ŲØŁŲŖŁ
āKetika kamu sujud tetapkanlah keningmu (di tempat shalat).ā (HR. Ibnu Hibban)
Baca juga:
⢠Hukum Shalat dengan Memakai Masker
⢠Sebagian Rambut Menutupi Dahi saat Sujud, Batalkah Shalat?
⢠Bagaimana Sujud Shalat Orang yang Dahinya Diperban?
Namun meski begitu, mazhab Hanafi tetap menganggap cukup sujud pada sesuatu yang dipakai oleh orang yang shalat, termasuk penutup wajahnya, meskipun menurut tiga mazhab yang lain sujud pada penutup wajah tidak dianggap cukup. Perbedaan pandangan ini dijelaskan dalam kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafiāi:
ŁŲ„Ł Ų³Ų¬ŲÆ Ų¹ŁŁ Ųائ٠Ł
تص٠بŁŲ Ł
Ų«Ł ŁŁŲ± Ų¹Ł
Ų§Ł
ŲŖŁŲ أ٠طر٠Ł
ŁŲÆŁŁŁŲ Ų£Ł Ų°ŁŁŁŲ أ٠بسط ŁŁŁŲ ŁŲ³Ų¬ŲÆ Ų¹ŁŁŁ. . ŁŁ
ŁŲ¬Ų²Ų¦Ł Ų°ŁŁŲ ŁŲØŁ ŁŲ§Ł Ł
Ų§ŁŁŲ ŁŲ£ŲŁ
ŲÆ ŲØŁ ŲŁŲØŁ. ŁŁŲ§Ł Ų£ŲØŁ ŲŁŁŁŲ©: (ŁŲµŲ Ų³Ų¬ŁŲÆŁ Ų¹ŁŁ Ų°ŁŁ ŁŁŁ) Ł
āJika seseorang sujud atas penghalang yang menempel dengan (badannya), seperti gulungan serbannya, ujung sapu tangannya, kerah bajunya, atau uluran telapak tangannya lalu ia sujud pada salah satu benda di atas maka sujud tersebut tidak dianggap cukup. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik dan Imam Ahmad. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat, sah sujud di atas semua benda tersebut.ā (Abu Husain Yahya bin Abi Khair, al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafiāi, juz 2, hal. 217)
Lebih tegas lagi, dalam mazhab Hanbali memakai cadar pada saat shalat dihukumi makruh ketika tidak ada hajat, sedangkan ketika ada hajat seperti menghindari pandangan lelaki yang bukan
mahram yang ada di sekitarnya maka hukumnya mubah tanpa adanya kemakruhan. Ketentuan tersebut dijelaskan dalam kitab
Kasyaf al-Qina:
Ł (ŁŁŁŲ±Ł) Ų£Ł ŲŖŲµŁŁ (ŁŁ ŁŁŲ§ŲØ ŁŲØŲ±ŁŲ¹ ŲØŁŲ§ ŲŲ§Ų¬Ų©) ŁŲ§Ł Ų§ŲØŁ Ų¹ŲØŲÆ Ų§ŁŲØŲ±: Ų£Ų¬Ł
Ų¹ŁŲ§ Ų¹ŁŁ Ų£Ł Ų¹ŁŁ Ų§ŁŁ
Ų±Ų£Ų© أ٠تŁŲ“Ł ŁŲ¬ŁŁŲ§ ŁŁ Ų§ŁŲµŁŲ§Ų© ŁŲ§ŁŲ„ŲŲ±Ų§Ł
ŁŁŲ£Ł Ų³ŲŖŲ± Ų§ŁŁŲ¬Ł ŁŲ®Ł ŲØŁ
ŲØŲ§Ų“Ų±Ų© Ų§ŁŁ
ŲµŁŁ ŲØŲ§ŁŲ¬ŲØŁŲ© ŁŲ§ŁŲ£ŁŁŲ ŁŁŲŗŲ·Ł Ų§ŁŁŁ
ŁŁŲÆ ŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁ - ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
- Ų§ŁŲ±Ų¬Ł Ų¹ŁŁ ŁŲ„Ł ŁŲ§Ł ŁŲŲ§Ų¬Ų© ŁŲŲ¶ŁŲ± Ų£Ų¬Ų§ŁŲØŲ ŁŁŲ§ ŁŲ±Ų§ŁŲ©
āMakruh shalat dengan memakai cadar dan kain penutup muka dengan tanpa adanya hajat. Imam Ibnu Abdil Bar berkata āpara ulamaā sepakat bahwa boleh bagi perempuan untuk membuka wajahnya dalam keadaan shalat dan ihram dan dikarenakan menutup wajah akan menghalangi orang yang sedang melaksanakan shalat untuk menempelkan dahi dan hidungnya serta menutup terhadap mulutnya. Rasulullah
shallallahu āalaihi wasallam sungguh telah melarang lelaki melakukan hal itu. Jika memakai penutup wajah karena ada hajat, seperti hadirnya laki-laki yang bukan
mahram, maka memakai penutup wajah tidak dimakruhkan.ā (Manshur bin yunus al-Hanbali,
Kasyaf al-Qina, juz 1, hal. 268)
Walhasil, menutup seluruh wajah saat shalat bagi perempuan bukanlah suatu kewajiban, bahkan para ulama sepakat atas bolehnya membuka wajah pada saat shalat. Selain itu menutup seluruh wajah akan menghalangi salah satu syarat dalam sujud yakni wajibnya menempelkan dahi pada tempat shalat, sehingga lebih baik perempuan shalat dalam keadaan dahi yang terbuka agar sujudnya dapat dilaksanakan dengan benar. Wallahu aālam.
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji JemberĀ