Syariah

Fiqih Haji Lansia: Hukum Tawaf Menggunakan Kursi Roda atau Skuter

Sabtu, 3 Juni 2023 | 10:00 WIB

Fiqih Haji Lansia: Hukum Tawaf Menggunakan Kursi Roda atau Skuter

Ilustrasi: Jamaah haji di Masjidil Haram menggunakan kursi roda. (Foto: MCH 2022)

Tawaf termasuk rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan oleh jamaah haji. Tawaf adalah mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah sebanyak tujuh kali. Ibadah ini dilakukan oleh umat Muslim sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian kepada Allah SWT.

 

Tawaf mengandung makna ibadah yang sangat mendalam dalam Islam. Dalam melakukan tawaf, umat Muslim mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh putaran searah jarum jam. Ka'bah adalah kiblat umat Muslim di seluruh dunia, dan menjadi simbol kesatuan umat Islam.

 

Di sisi lain, tawaf juga merupakan momen yang menghadirkan perasaan persaudaraan dan persatuan di antara umat Muslim. Umat Muslim dari berbagai belahan dunia berkumpul di Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf bersama-sama. Hal ini mencerminkan keberagaman dan persatuan dalam agama Islam.

 

Seyogianya tawaf dilakukan dengan berjalan kaki, akan tetapi Ā bagi beberapa lansia atau orang dengan keterbatasan fisik, melaksanakan tawaf dengan berjalan menjadi sulit atau tidak memungkinkan. Oleh karena itu, beberapa lansia memilih untuk melaksanakan tawaf menggunakan kursi roda. Lantas bagaimana hukum tawaf menggunakan kursi roda?

 

Hukum tawaf menggunakan kursi roda

Para ulama Islam terkemuka telah membahas isu ini dalam konteks kebutuhan aksesibilitas. Mereka sepakat bahwa individu yang mengalami keterbatasan fisik yang signifikan yang menghalangi mereka untuk berjalan atau berdiri dengan lancar dapat menggunakan kursi roda saat menjalankan tawaf. Alasan di balik pandangan ini adalah memastikan setiap Muslim memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam ibadah ini tanpa hambatan yang tidak perlu.

 

Imam Nawawi, salah satu ulama terkemuka dalam mazhab Syafi'i, menyatakan bahwa tawaf dengan kursi roda (tunggangan) diperbolehkan jika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang memang menghalangi mereka dari berjalan atau berdiri. Pendapat ini didasarkan pada prinsip inklusi dan keadilan dalam Islam, di mana setiap individu harus diberikan kesempatan yang sama untuk melaksanakan ibadah. Imam Nawawi berkata:

 

ŁŲ±Ł’Ų¹ŁŒ: ŁˆŁ†Ł‚Ł„ Ų§Ł„Ł…Ų§ŁˆŲ±ŲÆŁŠ ؄جماع العلماؔ على أن طواف Ų§Ł„Ł…Ų§Ų“ŁŠ Ų£ŁˆŁ„Ł‰ من طواف Ų§Ł„Ų±Ų§ŁƒŲØŲŒ ŁŁ„Łˆ طاف راكبا لعذر أو ŲŗŁŠŲ±Ł‡ŲŒ ŲµŲ­ Ų·ŁˆŲ§ŁŁ‡ŲŒ ŁˆŁ„Ų§ ŲÆŁ… Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ عندنا في Ų§Ł„Ų­Ų§Ł„ŁŠŁ†

Artinya: Cabang: Al-Mawardi berpendapat bahwa para ulama sepakat bahwa tawaf berjalan kaki lebih utama dari pada berkendara, jikalau tawaf dengan berkendara tanpa ada uzur atau ada uzur, maka sah tawafnya, dan tidak dikenakan kewajiban membayar dam, menurut kami dalam dua keadaan ini [uzur atau tidak ada uzur]. (Imam Nawawi, al Majmu’ Syarah al-Muhadzab, [Beirut; Dar Kutub Ilmiyah, 1971], hal. 30).

 

Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm Jilid II, halaman 190 mengatakan bahwa melakukan tawaf menggunakan tunggangan atau penggunaan kursi roda diizinkan jika tawaf dengan berjalan akan menyebabkan kesulitan atau bahaya bagi jamaah tersebut. Misalnya, karena uzur disebabkan umur yang sudah tua atau orang yang memiliki masalah keseimbangan atau kelemahan otot yang signifikan yang bisa menyebabkan terjatuh atau cedera serius jika mencoba berjalan dalam kerumunan orang.


ŁŁŽŲ£ŁŽŲ­ŁŽŲØŁ‘Ł Ų„Ł„ŁŽŁŠŁ‘ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł’ ŁŠŁŽŲ·ŁŁˆŁŁŽ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ¬ŁŁ„Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł’ŲØŁŽŁŠŁ’ŲŖŁ ŁˆŁŽŲ§Ł„ŲµŁ‘ŁŽŁŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ±Ł’ŁˆŁŽŲ©Ł Ł…ŁŽŲ§Ų“ŁŁŠŁ‹Ų§ Ų„Ł„Ł‘ŁŽŲ§ مِنْ Ų¹ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ©ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ Ų·ŁŽŲ§ŁŁŽ Ų±ŁŽŲ§ŁƒŁŲØŁ‹Ų§ مِنْ ŲŗŁŽŁŠŁ’Ų±Ł Ų¹ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ©Ł ŁŁŽŁ„ŁŽŲ§ Ų„Ų¹ŁŽŲ§ŲÆŁŽŲ©ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ§ ŁŁŲÆŁ’ŁŠŁŽŲ©ŁŽ

 

Artinya: ā€œMaka lebih aku sukai bahwa tawaf di baitullah [Ka’bah], Ā sai antara shofa dan marwah dengan berjalan kaki, kecuali karena ada illat [sebab]. Pun ketika ia tawaf dengan menggunakan kendaraan tanpa ada illat, maka tidak perlu mengulangi tawafnya dan tidak pula perlu membayar fidyahā€. (Imam Syafi’i, al-Umm, jilid II, [Beirut; Dar fikri, 1990], hal. 190)

 

Sementara itu Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni menjelaskan bahwa orang yang memiliki uzur [termasuk sakit dan lansia], diperbolehkan secara syariat untuk melaksanakan tawaf dengan cara ditandu atau menggunakan kendaraan sekuter atau kursi roda. Pun Jamaah haji tersebut tidak dikenakan bayar dam. Ia berkata:

 

ŁˆŁ…Ł† طاف ŁˆŲ³Ų¹Ł‰ Ł…Ų­Ł…ŁˆŁ„Ų§ Ł„Ų¹Ł„Ų©ŲŒ أجزأه. لا نعلم ŲØŁŠŁ† أهل العلم خلافا في ŲµŲ­Ų© طواف Ų§Ł„Ų±Ų§ŁƒŲØ Ų„Ų°Ų§ ŁƒŲ§Ł† له عذر، ف؄ن ابن Ų¹ŲØŲ§Ų³ Ų±ŁˆŁ‰ أن Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ -صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…- طاف في Ų­Ų¬Ų© Ų§Ł„ŁˆŲÆŲ§Ų¹ على بعير، ŁŠŲ³ŲŖŁ„Ł… Ų§Ł„Ų±ŁƒŁ† بمحجن. ŁˆŲ¹Ł† أم سلمة قالت: ؓكوت ؄لى Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله -صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…- Ų£Ł†ŁŠ أؓتكي، فقال: طوفي من وراؔ Ų§Ł„Ł†Ų§Ų³ŲŒ ŁˆŲ£Ł†ŲŖ راكبة. متفق Ų¹Ł„ŁŠŁ‡Ł…Ų§. ŁˆŁ‚Ų§Ł„ Ų¬Ų§ŲØŲ±: طاف Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ -صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…- على راحلته ŲØŲ§Ł„ŲØŁŠŲŖŲŒ ŁˆŲØŁŠŁ† الصفا ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų±ŁˆŲ©Ų› Ł„ŁŠŲ±Ų§Ł‡ Ų§Ł„Ł†Ų§Ų³ŲŒ ŁˆŁ„ŁŠŲ“Ų±Ł Ų¹Ł„ŁŠŁ‡Ł…ŲŒ ŁˆŁ„ŁŠŲ³Ų£Ł„ŁˆŁ‡ŲŒ ف؄ن الناس ŲŗŲ“ŁˆŁ‡.

 

Artinya: Orang yang tawaf dan sai dengan dipikul karena ada illat [uzur], maka hukumnya adalah sah, tidak kami temukanĀ di antara para pakar perbedaan pendapat pada keabsahan tawaf dengan berkendaraan, jika orang yang tawaf dalam keadaan uzur. Maka ada riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW, tawaf pada haji wada’ di atas unta sambil menyalami rukun Yamani dengan tongkat. Dan dari Ummu Salamah, dia berkata: ā€˜Saya mengadu kepada Rasulullah bahwa saya sedang sakit. Kemudian Rasulullah berkata, ā€˜Thawaflah di belakang manusia dalam keadaan kamu berkendara. Muttafaqun alaihima. Dan berkata Jabir;: Nabi SAW melakukan tawaf dengan untanya, antara Safa dan Marwah agar orang-orang melihatnya, mengawasi mereka, dan bertanya kepadanya, karena orang-orang ragu (tidak mengetahui).

 

Dengan demikian dalam Islam, aksesibilitas dan inklusi adalah nilai-nilai yang sangat dihargai. Dalam konteks ibadah tawaf, penggunaan kursi roda atau skuter oleh individu dengan keterbatasan fisik yang signifikan diperbolehkan agar mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam ritual tersebut. Ā Para ulama telah memperhatikan perlunya memberikan aksesibilitas yang sama kepada semua individu, dan mereka telah mengemukakan pandangan yang mendukung penggunaan kursi roda dalam tawaf.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat.