Syariah

Bernazar Shalat di Masjid X, Bolehkah Dilaksanakan di Masjid Lain?

Ahad, 27 Oktober 2019 | 14:00 WIB

Bernazar Shalat di Masjid X, Bolehkah Dilaksanakan di Masjid Lain?

Syariat menilai nazar yang wajib dilaksanakan adalah yang berkaitan dengan ibadah sunnah dan fardhu kifayah. Bukan mubah, makruh, apalagi haram. (Ilustrasi: NU Online)

Sebagaimana umum diketahui, pahala shalat secara berjamaah adalah 27 derajat. Apalagi bila itu dilakukan di masjid. Akan tetapi, di antara jutaan masjid di dunia, ada tiga masjid yang paling utama, yaitu Masjid Nabawi, Masjid al-Haram, dan Masjid al-Aqsha.

 

Mengenai keutamaan tiga masjid di atas tak perlu diragukan lagi. Nabi Muhammad pernah bersabda:

 

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

 

“Janganlah kalian menempuh perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid, masjidku (Masjid Nabawi), Masjid al-Haram, dan Masjid al-Aqsha” (HR Bukhari dan Muslim).

 

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

 

“Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram” (HR Muslim).

 

Kemudian riwayat selanjutnya tercantum dalam Sunan al-Baihqi ash-Shugra:

 

ورُوِّيْنا في حديث أبي الدرداء وجابر مرفوعاً: فضل الصلاة في المسجد الحرام على غيره مائة ألف صلاة، وفي مسجدي هذا ألف صلاة، وفي مسجد بيت المقدس خمسمائة صلاة

 

Diriwayatkan kepada kami hadits Abu Darda dan Jabir secara marfu’: “Keutamaan shalat di Masjid al-Haram dibanding masjid lainnya adalah seratus ribu kali shalat, dan shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) seperti seribu kali shalat, dan shalat di Masjid al-Aqsha bandingannya lima ratus kali shalat” (HR Baihaqi).

 

Baca juga:

 

Jika kita simpulkan dari urutan yang diucapkan Rasulullah dalam haditsnya maka kita mendapati bahwa Masjid al-Aqsa ada pada urutan yang terakhir setelah Masjid al-Haram, dan Masjid Nabawi.

 

Ada permasalahan mengenai tiga masjid di atas dalam persoalan yang membahas tentang nazar. Latar belakangnya diceritakan dalam salah satu hadits dalam kitab Sunan at-Tirmizi:

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِأَنَّ رَجُلًا قَامَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ لِلَّهِ إِنْ فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكَ مَكَّةَ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ رَكْعَتَيْنِ قَالَ صَلِّ هَاهُنَا ثُمَّ أَعَادَ عَلَيْهِ فَقَالَ صَلِّ هَاهُنَا ثُمَّ أَعَادَ عَلَيْهِ فَقَالَ شَأْنُكَ إِذَنْ

 

Dari Jabir bin Abdullah bahwa seseorang berdiri pada saat penaklukan Makkah, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah bernazar untuk Allah, seandainya Allah menaklukkan Makkah melalui anda maka saya akan melakukan shalat di Baitul Maqdis sebanyak dua rakaat. Beliau bersabda: “Shalatlah di sini!” kemudian ia mengulang perkataannya kepada Nabi. Kemudian Rasulullah berkata: “Shalatlah di sini!” Kemudian ia mengulang perkataan kepada beliau. Maka beliau berkata: “Terserah engkau, jika demikian” (HR Tirmizi).

 

Posisi ketika itu, mereka sedang berada di Masjid al-Haram, dan Masjid al-Haram bagian dari tempat yang utama untuk melakukan shalat sebagaimaa hadits-hadits yang disebutkan di atas, sedang ia bernazar untuk melaksanakan shalat di Masjid al-Aqsha yang keutamaanya di bawah Masjid al-Haram, maka Nabi pun seketika menyuruhnya untuk shalat di Masjid al-Haram saja.

 

Dalam kasus ini kita dapat berkesimpulan bahwa siapa pun yang melakukan nazar untuk melakukan suatu ketaatan di suatu tempat, tapi keutamaan tempat ia mengucap nazar lebih utama ketimbang tempat yang dinazarkan, maka ia tidak wajib memenuhi nazarnya di tempat yang ia nazarkan, cukup melasanakan di tempat di mana ia mengucapkan nazar itu.

 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab ‘Aun ul-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Daud:

 

وفيه دليل على أن من نذربصلاة أو صدقة أو نحوهما في مكان ليس بأفضل من مكان الناذر فإنه لايجب عليه الوفاء بإيقاع المنذور به في ذلك بل يكون الوفاء بالفعلفي مكان الناذر

 

“Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang bernazar untuk shalat atau sedekah atau semacamnya di tempat yang bukan lebih utama dari tempat orang yang bernazar (mengucap nazarnya) maka sesungguhnya ia tidak wajib memenuhi nazarnya, sebab gugurnya sesuatu yang dinazarkan pada kasus yang demikian, akan tetapi memenuhi nazar tersebut dengan melaksanakannya di tempat orang tersebut mengucap nazar” (Abu ‘Abdirrahman Abadî, ‘Aun ul-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Daud, Kairo – Syirkah al-Quds, cetakan pertama, juz 5, 409).

 

Kasus ini juga bisa kita analogikan dengan kasus-kasus lain yang dekat dengan keseharian kita. Misalnya: Ahmad bernazar, jika ia mendapatkan juara dari perlombaan, ia akan melaksanakan shalat di masjid Sunan Ampel, sedangkan ketika ia mengucapkan nazar ia sedang berada Masjid Sunan Kudus, maka bagaimana hukumnya?

 

Mengutip dari kitab Majmû’ Syarh Muhadzzab karya Imam an-Nawawi:

 

 

وإن نذر المشي إلى مسجد غير الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ وَمَسْجِدُ الْمَدِينَةِ وَالْمَسْجِدُ الْأَقْصَى لَمْ يلزمه لِمَا رَوَى أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى ومسجدي هذا(

 

"Apabila ia bernazar pergi ke masjid selain Masjid al-Haram, Nabawi, dan al-Aqsha maka tidak wajib baginya menunaikannya sebab ada hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, sesungguhnya Rasulullah bersabda, ‘Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh, kecuali ke tiga Masjid. Yaitu; Masjid al-Haram (Makkah), Masjid Al Aqsha, dan Masjidku ini (Masjid Madinah). (Imam an-Nawawi, Majmû’ Syarh Muhadzzab, Dar el-Fikr, juz 8, halaman 493)

 

 

Kemudian ditambah dengan penjelasan dalam kitab Nihâyatul Muhtâj karya Imam Syihâbuddin ar-Ramli:

 

نَعَمْ لَوْ عَيَّنَ الْمَسْجِدَ لِلْفَرْضِ لَزِمَهُ وَلَهُ فِعْلُهُ فِي مَسْجِدٍ غَيْرِهِ

 

“Ya, seandainya ia menentukan masjid (ketika bernazar) untuk melaksanakan perkara yang fardhu maka wajib baginya untuk melaksanakan sesuatu yang ia nazarkan di selain masjid yang ia nazarkan.”

 

Merujuk dua penjelasan diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa semua masjid tingkatannya sama kecuali tiga masjid yaitu Masjid al-Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha sebab ada nash syar’i yang menyebutkan perihal keutamaan tiga masjid diatas. Kemudian, jika kita bernazar untuk melaksanakan nazar sebagaimana kasus di atas, maka kita dapat melaksanakan nazar tersebut di masjid mana pun. Karena pada hakikatnya suatu ibadah itu dapat dilaksanakan di mana saja dan dimaksudkan untuk mendekatkan diri (qurbah) kepada Allah . Demikianlah penjelasan mengenai persoalan nazar yang terkait dengan keutamaan tempat. Wallahu a’lam...

 

 

Amien Nurhakim, mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darussunnah