Syariah

Barang Gadai Rusak atau Hilang, Tanggung Jawab Siapa?

NU Online  ·  Jumat, 15 November 2024 | 09:30 WIB

Barang Gadai Rusak atau Hilang, Tanggung Jawab Siapa?

Tanggung jawab barang gadai yang rusak atau hilang (freepik).

Dalam menjalani hidup mulai lahir hingga tutup usia, manusia tidak bisa lepas dari peran dan bantuan orang lain. Bantuan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diberikan oleh orang lain baik bersifat sukarela maupun komersial. Dalam bantuan yang bersifat komersial, untuk menjamin keadilan serta mewujudkan kemaslahatan bersama, Islam mensyariatkan hukum-hukum muamalah (transaksi Komersial), salah satunya adalah akad gadai.
 

Akad gadai dalam pengertian syariat adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas suatu utang. Jaminan ditujukan untuk menambah kepercayaan pihak penerima gadai kepada pihak penggadai bahwa pihak penggadai betul-betul bertanggung jawab atas utang pada pihak penerima gadai. Toh, andaikan pihak penggadai tidak mampu melunasi utangnya, pihak penerima gadai berhak menjual barang gadaian tersebut dan uang hasil penjualannya digunakan untuk melunasi utang pihak penggadai.
 

Pada praktiknya, terkadang di tengah masa gadai, barang gadaian rusak atau hilang. Dalam keadaan demikian, siapa yang harus bertanggung jawab atas musibah tersebut?
 

Syekh Abu Syuja' dan Ibnu Qasim Al-Ghazi memberi penjelasan:
 

والرهن وضعه على الأمانة. (و) حينئذ (لا يضمنه المرتهن) أي لا يضمن المرتهن المرهون (إلا بالتعدى) فيه
 

Artinya, "Akad gadai dibangun atas asas kepercayaan. Berdasarkan asas tersebut, pihak penerima gadai tidak bertanggung jawab atas apa pun yang menimpa barang gadaian kecuali jika ia melakukan kecerobohan terhadap barang tersebut." (Fathul Qarib, [Beirut, Daru Ibni Hazm: 2005], halaman 172).
 

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
 

لا يغلق الرهن من صاحبه الذي رهنه، له غنمه، وعليه غرمه
 

Artinya, "Barang gadaian tidak boleh dikunci dari pemiliknya (pihak penggadai). Ia berhak atas kemanfaatannya dan bertanggung jawab atas kerusakannya." (HR Al-Baihaqi).
 

Syekh Ibrahim Al-Bajuri memberi anotasi atas keterangan di atas:
 

قوله: إلا بالتعدي. كركوب الدابة والحمل عليها واستعمال الإناء ونحو ذلك
 

Artinya, "Ungkapan Abu Syuja: 'Kecuali sebab kecerobohan', maksudnya seperti menaiki barang gadai berupa hewan tunggangan (kendaraan), memberinya muatan, menggunakan wadah, dan semisalnya." (Hasyiyah Al-Bajuri, [Jakarta, Darul Kutubil Islamiyyah: 2007), juz I, halaman 700).
 

Imam Ar-Ramli As-Shaghir menjelaskan dengan sedikit lebih lengkap, beliau mengatakan 
 

ولا يلزمه ضمانه بمثل أو قيمة إلا إن استعاره من الراهن كما مر أو تعدى فيه أو منع من رده بعد سقوط الدين والمطالبة
 

Artinya, "Pihak penerima gadai tidak wajib ganti rugi atas barang gadaian yang rusak kecuali jika ia meminjam barang tersebut dari pihak penggadai, atau melakukan kecerobohan terhadap barang tersebut, atau menolak mengembalikan barang tersebut setelah utang penggadai lunas dan barang tersebut sudah diminta oleh penggadai." (Nihayatul Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: 1984), juz IV, halaman 281).
 

Penjelasan kedua ulama yang telah disebutkan memberikan kesimpulan, pihak penerima gadai wajib mengganti rugi atas kerusakan yang terjadi sebab kecerobohannya dan sebab penggunaan barang gadaian olehnya.
 

Berdasarkan penjelasan di atas, segala jenis kerusakan yang terjadi pada barang gadaian sepenuhnya menjadi tanggung jawab penggadai, kecuali jika kerusakan tersebut terjadi atas kecerobohan penerima gadai, seperti tidak berhati-hati dalam menyimpannya, atau kerusakan tersebut lahir disebabkan penggunaan barang gadaian oleh pihak penerima gadai. Dalam keadaan demikian, maka pihak penerima gadai wajib mengganti rugi atas kerusakan tersebut. Wallahu a'lam.
 


Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo