Sirah Nabawiyah

Saat Seorang Pemuda Meminta Izin Rasulullah untuk Berzina

Sel, 6 November 2018 | 11:00 WIB

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra: 32)

Rasulullah merupakan rujukan utama umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia ini sebagai seorang hamba Allah. Semua yang dikatakan, menjadi pedoman. Apapun yang dilakukan, menjadi teladan. Begitu pun dengan semua ketetapannya, itu menjadi penuntun bagi umat Islam.    

Rasulullah juga menjadi tempat bertanya. Mengapa? Karena sumber pengetahuan Rasulullah adalah wahyu Allah, Tuhan alam raya. Siapapun, terutama sahabat, akan menanyakan hal-hal yang tidak diketahuinya kepada Rasulullah. Mulai dari bab akidah, keimanan, akhlak, hukum Islam,  kisah-kisah umat terdahulu, kehidupan akhirat, hingga hal-hal ghaib. 

Sebagai seorang nabi dan utusan Allah terakhir di dunia ini, Rasulullah memiliki legitimasi yang absolut. Apa-apa yang dibolehkannya menjadi mubah, mandzub, atau bahkan wajib. Begitu pun apapun yang dilarangnya menjadi sesuatu yang makruh dan bahkan haram. 

Kedudukan Rasulullah ini menyebabkan orang-orang pada masanya, terutama para sahabat, untuk bertanya atau pun sekedar meminta izin untuk melakukan sesuatu. Apakah boleh atau tidak. Singkatnya, Rasulullah juga menjadi tempat mengadu atau meminta izin untuk melakukan suatu hal.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ahmad dikisahkan bahwa suatu ketika ada seorang pemuda yang mendatangi Rasulullah. Tanpa tedeng aling-aling, pemuda tersebut meminta izin kepada Rasulullah untuk melakukan zina dengan seorang perempuan. Mendengar hal itu, para sahabat yang berada di samping Rasulullah murka. Bahkan, mereka hendak membunuh pemuda tersebut karena dianggap lancang, tidak sopan, dan tidak tahu tata krama.

Namun respons Rasulullah berbeda. Ia tidak marah sama sekali. Malah Rasulullah menasihati pemuda tersebut dengan tutur kata lembut dan bijak. Rasulullah kemudian melontarkan sebuah pertanyaan yang menohok sang pemuda. 

“Apakah kamu rela kalau ibumu dizinai orang lain?” tanya Rasulullah. Pemuda itu langsung menjawab “tidak rela.” 

“Wanita yang akan kamu zinai itu adalah ibu dari anak-anak orang lain, istri dari orang lain,” kata Rasulullah menasihati pemuda tersebut.

Tidak hanya memberikan nasehat, Rasulullah juga mendoakan pemuda tersebut agar dirahmati Allah swt., dosa-dosanya diampuni, hatinya disucikan, dan dijaga kemaluannya. Benar saja, sebagaimana keterangan dalam buku Agar di Surga Bersama Nabi, pemuda tersebut akhirnya menjadi orang yang paling membenci zina. 

Rasulullah merangkul pemuda ‘yang dianggap kurang ajar’ itu. Mengajaknya berpikir. Membimbingnya. Dan mengasihaninya. Rasulullah tidak memusuhinya. Memaki-maki dan menyalahkannya. 

Hal seperti ini lah yang seharusnya ditampilkan seorang Muslim manakala ia melihat ada saudara seagama dan seimannya yang salah dan melenceng seperti pemuda tersebut di atas. Bukan malah ramai-ramai menghakiminya. Mencemoohnya. Dan memukulnya. (A Muchlishon Rochmat)