Sirah Nabawiyah

Piagam Madinah dan Dampaknya di Bidang Sosial, Ekonomi, dan Politik

Sab, 31 Juli 2021 | 15:00 WIB

Piagam Madinah dan Dampaknya di Bidang Sosial, Ekonomi, dan Politik

Nabi Muhammad membuat perubahan besar dalam tatanan sosial, ekonomi, dan politik pada masyarakat Madinah kala itu melalui insiatif pembuatan Piagam Madinah. (Ilustrasi: imagenesmy.com)

Setelah peristiwa hijrah dari Makkah ke kota Madinah, Baginda Nabi ﷺ langsung bersegera melakukan upaya membangun persaudaraan antara penduduk Madinah (kaum Anshar) dengan kaum Muhajirin dari kota Makkah. Persaudaraan ini dibangun atas dasar relasi kesetaraan dalam hukum (allaqah muhakkamah) dan kekuatan rasa saling mencintai (mahabbah) antara kedua pihak.

 

Langkah ini merupakan landasan berpikir yang genuine (asli) muncul dari kalangan umat Islam yang diinisiasi oleh Baginda Nabi kala itu, dan secara langsung berdampak terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan (ijtima’iyan), politik, bahkan ekonomi (iqtishadiyyan) penduduk Madinah. Bagaimana tidak? Banyak tercatat dalam sejarah, bahwa masyarakat Madinah kala itu masih diwarnai oleh adanya persaingan antarkabilah sehingga kehidupan sosialnya menjadi terpecah belah. Antara kabilah satu dengan kabilah lainnya tidak akur. Mereka masih suka berebut pengaruh dalam menjadi yang disegani, efek dari mengunggulkan kabilahnya sendiri-sendiri dan memandang rendah terhadap kabilah lain. Perang antarsuku menjadi sesuatu yang terelakkan dan sering terjadi.

 

Namun, dengan hadirnya Baginda Nabi ﷺ di kota Madinah, perpecahan yang berbasis kabilah itu bisa disatukan lewat terbitnya Dustur al-Madinah (Piagam Madinah). Melalui piagam ini, hilang sikap yang memandang “saya” dan “kamu”, berubah menjadi pola pandang yang berbasis “kita”. Sikap ini direkam dengan baik oleh seorang pemerhati sejarah, yaitu Muhammad Mudhahhar Shadiqy dalam karyanya al-Hujumatu al-Mughridlah ‘ala al-Tarikhi al-Islami, halaman 68.

 

وكانت هذه أول خطوة عملية وربما أعظم عمل تطبيقي لقيام المجتمع الإسلامي الصحيح. لقد كان المجتمع منظمًا تنظيمًا مستقلًا وثابتًا، وُضع أساسه بناء على حكم القرآن الكريم «إنَّما المُؤْمنُونَ إخْوَةٌ». وعن طريق هذا الحكم. أبعد الإسلام امتيازات التفريق القبائلي والاجتماعي بنجاح كبير، ونُظّم المجتمع الإسلامي على أساس الإسلام فقط

 

"Inilah langkah awal yang bersifat praktik tersebut. Bisa jadi ini adalah hal yang paling utama untuk diterapkan guna mewujudkan masyarakat yang Islami yang benar. Dengan langkah ini, bangunan masyarakat menjadi tertata dan teratur, dan kuat. Pondasinya dibangun di atas hukum Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya orang-orang beriman itu saling bersaudara.” Di atas landasan hukum ini, Islam sukses besar dalam upaya menjauhkan sikap pengistimewaan terhadap satu kabilah dengan kabilah lainnya, masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Aturan yang digunakan untuk membangun masyarakat ini hanya satu yaitu Islam saja.”

 

Langkah yang ditempuh oleh Nabi ini menjadi cikal bakal bagi terbitnya persatuan yang selanjutnya berubah menjadi kekuatan asykariyan (militer) sebagai basis pertahanan umat Islam untuk yang pertama kalinya kala itu. Bahkan di kesempatan berikutnya menjadikan umat Islam sebagai kekuatan super power yang senantiasa diperhitungkan dan disegani oleh lawan-lawannya. Alhasil, poin terpenting dalam hal ini adalah “Piagam Madinah.” Nilai penting dari Piagam Madinah ini direkam dalam tulisan sejarah Muhammad Mudhahhar Shadiqy sebagai berikut:

 

ولهذا قام رسول الله ﷺ بعقد معاهدة تعاون وصداقة مع كل قبيلة على حدة، وبعدها وعن طريق معاهدة جماعية -ذكر متنها ابن إسحاق في سيرته الشهيرة- أوجد الرسول بين مسلمي المدينة كلهم وغيرهم من الطبقات الأخرى غير المسلمة وحدة سياسية مشتركة، وتعاونا وانسجما، وهذا الأمر أوجد بدوره انسجامًا واتحادًا سياسيًا بين طبقات المسلمين وغير المسلمين في المدينة كلها

 

"Karena alasan tersebut, Rasulullah ﷺ berinisiatif melakukan perjanjian untuk saling tolong menolong (ta’awun), saling jujur (saling menghormati) di antara para ahli kabilah berdasarkan suatu peraturan yang disepakati. Selanjutnya, berangkat dari dasar perjanjian universal ini, sejarawan Ibn Ishaq di dalam karya sirahnya yang monumental menyatakan: “Rasul shallallahhu ‘alaihi wasallam membentuk sebuah aturan politik kemasyarakatan yang dijadikan acuan bersama-sama oleh kaum Muslimin Ahli Madinah dan ahli masyarakat lainnya non-Muslim, saling tolong menolong dalam keselarasan, sehingga tercipta kehidupan yang harmoni, bersatu, dan iklim politik di antara warga Muslim dan non-Muslim Madinah secara total.” (al-Hujumatu al-Mughridlah ‘ala al-Tarikhi al-Islami li Muhammad Mudhahhar Shadiqy, halaman 68).

 

Ada dua arti elemen perjanjian/nota kesepakatan (mu’ahadah) dalam Dustur al-Madinah tersebut. Menurut salah satu sejarawan Madinah, kedua elemen tersebut meliputi: 1) nota kesepakatan dalam bidang politik (al-mu’ahadah al-siyasiyah), dan 2) nota kesepakatan dalam bidang ekonomi (al-mu’ahadah al-iqtishadiyah).

 

Nota Kesepahaman dalam Bidang Ekonomi

Arti penting dari nota kesepahaman dalam bidang ekonomi ini dalam perspektif Islam, kurang lebihnya dapat diartikan sebagai berikut:

 

فالمعاهدات الاقتصادية في مفهوم الإسلام: هي التي تتم مع غير المسلمين بقصد نشر الإسلام، وتبليغ دعوة الله، أو لإنهاء الحرب، أو من أجل السلم، والأمان بقصد دخول دار الإسلام للزيارة، أو لسماع كلام الله أو للتفاوض، أو للتجارة، ونحو ذلك من مهمات الأجانب.

 

"Nota kesepakatan dalam bidang ekonomi dalam perspektif Islam, merupakan sebuah nota kesepahaman paripurna bersama pihak non-Muslim terkait dengan upaya penyebaran agama Islam, berdakwah dan guna mengakhiri pertikaian/peperangan yang selama ini berlangsung antarkabilah, ditambah lagi dengan jaminan keamanan bagi pihak non-Muslim untuk masuk ke negara Islam untuk kepentingan ziarah, mendengar Kalam Allah, mengadakan kerja sama muhibah, dagang, atau hal-hal lain yang merupakan kepentingan bersama antara berbagai pihak.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 782)

 

Nota Kesepahaman dalam Bidang Politik

Adapun maksud dari nota kesepahaman dalam bidang politik ini, adalah mencakup beberapa elemen sebagai berikut:

 

المعاهدة بقصد التعايش السلمي بين المسلمين، وغيرهم في بلدٍ واحد

 

“Pertama, nota kesepahaman untuk hidup bersama secara damai antara kaum Muslimin dan non musim dalam naungan satu negara yang sama.”

 

عهود الأمان

 

“Kedua, nota kesepahaman dalam bidang keamanan.”

 

معاهدات السلم الخارجية، أو ما تطلق عليه: الصلح، أو الهدنة

 

"Ketiga, nota kesepahaman menjaga perdamaian terhadap gangguan dari luar atau sesuatu yang memiliki persamaan dengan kesepakatan damai tersebut, misalnya rekonsiliasi atau gencatan senjata.”

 

 معاهدات الصلح الدائم، أو ما نطلق عليه: عقد الذمة

 

“Keempat, kesepahaman untuk senantiasa menjaga stabilitas keamanan, atau sesuatu yang semakna dengan hal tersebut, misalnya akad dzimmah.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 782-783)

 

Konsekuensi dari Nota Kesepahaman dalam Bidang Ekonomi dan Politik

Berangkat dari dua nota kesepahaman dalam bidang politik dan ekonomii di atas, muncul banyak konsekuensi logis sebagai efek langsung dari permufakatan. Konsekuensi logis tersebut antara lain sebagai berikut:

 

Pertama, konsekuensi logis dari akad dzimmah adalah hak hidup bersama secara berdampingan dan damai, terjaga hak untuk merasakan keamanan harta benda dan kehidupan, sekaligus terhindar dari gangguan keamanan yang muncul dari internal masyarakat Madinah itu sendiri, tanpa adanya ikatan keharusan menyerahkan harta kepada Muslim. Konsekuensi ini merupakan poin terpenting dari terbitnya Piagama Madinah.

 

معاهدة التعايش السلمي لى نحوٍ أهم من عقد الذمة، وهذه المعاهدة هي التي تتم بين المسلمين، وغيرهم على أساسٍ آخر غير عقد الذمة لصيانة السلم، والأمن الداخلي -في دار الإسلام- دون التزام دفع عوض مالي للمسلمين

 

"Nota kesepahaman untuk hidup secara damai, menurutku (muallif) merupakan hal paling penting dibanding akad dzimmah. Nota ini berisikan kesempurnaan relasi antara Muslim dan non-Muslim yang mengalahkan landasan lain di luar akad dzimmah, terkait dengan penjagaan keselamatan dan keamanan dari gangguan internal kelompok lain masyarakat di negara Islam, tanpa keterikatan menyerahkan upeti kepada Muslim.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 783-784)

 

Kedua, timbul rasa empati satu sama lain dan kehidupan saling tolong-menolong antarsesama anggota masyarakat Madinah.

 

تأمين غير المسلمين على أنفسهم، وأموالهم، وعقد تحالف، وتناصر، وتعاون متبادل بين المسلمين، وغيرهم في دار الإسلام، دون تحديد بمدة

 

"Jaminan keamanan atas jiwa dan harta non-Muslim, perjanjian untuk saling setia, saling tolong menolong dan berempati satu sama lain antara kaum Muslim dan non-Muslim di negeri Islam, tanpa adanya batasan waktu.” (Al-Siyasatu al-Syar’iyyah, halaman 783-784)

 

Itulah berbagai dampak dari ditandatanganinya Dustur al-Madinah tersebut. Dari kedua konsekuensi ini, selanjutnya lahir banyak hukum fiqih dan berkaitan dengan relasi Muslim dan non-Muslim. Salah satu yang paling mencolok adalah perihal kerja sama dalam bidang muamalah. Kiranya hal ini akan dikupas di kesempatan tulisan berikutnya. Wallahu a’lam bi al-shawab

 

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi - Aswaja NU Center PWNU Jatim