Sirah Nabawiyah

Dakwah di Seputar Isra' Mi'raj

Kam, 11 Maret 2021 | 00:15 WIB

Dakwah di Seputar Isra' Mi'raj

Nabi Muhammad Rasulullah saw. (Foto: NU Online)

Meskipun Nabi Muhammad saw mendapat perlakuan kasar dari kaum Thaif, namun dakwah Islam tetap beliau lakukan dengan baik dan tidak mengenal surut. Tidak ada usaha yang sia-sia dan tidak ada perbuatan yang tidak dibalas. Begitu kasar tindakan orang-orang Thaif kepada Nabi, namun ada saja di antara mereka yang tertarik dakwah beliau dan kemudian masuk Islam.


Nabi Muhammad ketika itu menyisih dari kejahatan orang-orang Thaif dan beristirahat di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah. Setelah Nabi berdoa yang dikenal dengan doa Thaif, tampillah kepada beliau penjaga kebun anggur itu bernama Addas, seorang pemeluk agama Nasrani dari Ninewa.


Addas diperintahkan pemilik kebun anggur itu untuk menyerahkan beberapa tangkai buah anggur kepada Nabi Muhammad. Waktu Nabi menerima buah anggur itu, yang kemudian memakannya dengan didahului membaca basmalah. Addas merasa kaget, karena selama ia bergaul dengan orang-orang Arab, tidak ada di antara mereka yang membaca kalimat tersebut.


Terjadilah dialog sangat simpatik di antara keduanya, Nabi Muhammad dan Addas. Dari dialog singkat itu Addas merasa yakin, bahwa orang yang ada di hadapannya adalah seorang Nabi. Karena itu ia langsung merangkul Nabi dan mengucapkan dua kalimah syahadat.


Addas, seorang yang sederhana namun berhati mulia, merasa bahagia dengan memeluk Islam, menjadi pengikut Nabi di akhir zaman. Nabi yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh para pengikut rasul terdahulu. Banyak dari kalangan pengikut Rasul Musa dan Isa yang mengikuti Rasul Muhammad setelah mengakui risalahnya. Mengenai mereka disebutkan dalam Al-Qur’an:


وَإِذَا سَمِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰٓ أَعۡيُنَهُمۡ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمۡعِ مِمَّا عَرَفُواْ مِنَ ٱلۡحَقِّۖ يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَٱكۡتُبۡنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ  


“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad saw)”. (QS Al-Maidah [5]: 83)


Menjelang terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj, setelah Nabi Muhammad kembali ke Makkah dari Thaif, terus giat berdakwah. Dengan segala daya dan usaha, dakwah Islam harus terus ditegakkan dengan penuh kesungguhan dan dibarengi dengan keprihatinan yang mendalam.


Dakwah pada waktu itu dilakukan dari rumah ke rumah, ke berbagai kabilah Arab. Nabi Muhammad mendatangi Bani Kindah, kabilah Arab di bagian selatan, Bani Kalb, kabilah di bagian utara dekat Suriah, Bani Hanifa kabilah dekat Irak dan kabilah-kabilah lain yang terpencar di mana-mana.


Seruan yang disampaikan Nabi pada mereka masih berkisar pada akidah dan akhlak, karena keduanya merupakan dasar dari ajaran agama. Nabi menjelaskan pada mereka: "Aku adalah Rasul Allah yang diutus untuk kalian, Allah memerintahkan agar kalian menyembah pada-Nya. Jangan menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, tinggalkan sembahan-sembahan yang kalian sembah sekarang ini yang terdiri dari berbagai berhala dan patung." (Khalid Moh. Kholid, 112)


Kabilah-kabilah yang disebutkan di atas, pada umumnya berpaling dari dakwah Nabi, mereka berpaling dari cahaya kebenaran menuju kesesatan. Ada di antara mereka yang mengakui kebenaran yang diajarkan Nabi, tetapi mereka ragu. Ada yang melakukan tawar-menawar meminta kedudukan setelah mereka masuk Islam dan memperoleh kemenangan.


Bani Amir bin Sha’sha’ah misalnya menawarkan kepada Nabi, kata pemimpin mereka: “Bagaimana sekiranya kami berikrar mengikuti agamamu, kemudian Allah memberikan kemenangan padamu, apakah boleh kami menguasai segala sesuatu setelah engkau?"


Nabi menolak tawaran mereka, Islam tidak menjanjikan jabatan atau kekuasaan apapun. Agama Islam mengajak pengikutnya mengikuti petunjuk dengan insaf dan ikhlas, tidak karena pamrih duniawi, baik kedudukan, harta ataupun jabatan.


Nabi Muhammad, meskipun dalam keadaan terdesak tidak mau memperoleh dukungan dari orang-orang yang tidak ikhlas, dukungan dari mereka yang mengharapkan sesuatu, dari kehidupan di dunia. Nabi menjawab: “Semua urusan sesungguhnya berada pada Allah dan Allah melakukan terhadap apa yang dikehendaki-Nya”.


Di seputar peristiwa yang teramat agung, peristiwa Isra’ Mi’raj, Rasulullah menemui kabilah demi kabilah, di setiap musim haji, di pasar-pasar, pada hari-hari yang termasyhur, untuk berdakwah. Beliau tidak henti-hentinya menyeru umat manusia menuju jalan yang diridhai Allah swt. Nabi terus berjuang sampai tiba hari yang dijanjikan Allah, untuk berhimpun bersama manusia-manusia pilihan yang mendapat rahmat dan karunia-Nya.


Dari fakta-fakta sejarah perkembangan dakwah Islam, kita jumpai bahwa tegaknya agama Islam harus diteggakkan dengan dakwah Islamiyah, baik dakwah bil lisan atau pun dakwah bil hal. Para dai diharapkan memiliki semangat yang tinggi, meskipun dakwah yang disampaikannya tidak mendapat perhatian yang memadai. Tugas para dai adalah menyampaikan kebenaran, masyarakat menerima atau tidak adalah soal lain yang dibicarakan kemudian.


Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang merupakan karunia agung bagi Nabi Muhammad saw, Nabi menerima tugas-tugas suci yang harus disampaikan kepada umatnya. Di antara tugas suci yang diperintahkannya bagi setiap orang muslim untuk mengerjakan shalat lima waktu. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan kejadian yang luar biasa yang tidak dapat dipikirkan oleh akal manusia. Karena ia merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan Allah bagi Nabi dan kekasih-Nya.


Isra’ dan Mi’raj, secara singkatnya adalah perjalanan malam Nabi Muhammad bersama Jibril, yang diperintahkan Allah swt, dari Masjid al-Haram di Makkah sampai Masjid al-Aqsha di Palestina. Dari masjid al-Aqsha naik sampai ke Sidrah al-Muntaha. Suatu tempat yang agung dan ghaib yang tidak mungkin dapat dipikirkan manusia.


Setelah Nabi saw melakukan Isra’ dan Mi’raj beliau menceritakan kejadian itu pertama kali kepada saudara sepupunya yang bernama Umi Hani. Umi Hani agak terperanjat mendengarkan kisah Nabi dalam perjalanan Isra’ dan Mi’rajnya yang agung itu.


Umi Hani selanjutnya memohon kepada Nabi saw, agar jangan menceritakan kisah itu kepada orang lain, khawatir orang tidak mempercayainya. Nanti Nabi akan mendapatkan cemoohan dan hinaan dari mereka. Tetapi Nabi menyatakan kepadanya, bahwa kisah itu harus disampaikan kepada orang lain, terlepas apakah mereka akan percaya atau tidak.


Waktu Nabi Muhammad menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu, benar juga banyak sekali orang yang menolaknya dan tidak mempercayainya. Bahkan lebih dari itu mereka mentertawakan dan menghina Nabi dengan penghinaan yang menyakitkan. Nabi Muhammad tetap tabah menghadapi mereka dan dakwah Islamiyah terus dilakukan tanpa mengenal lelah.


Meskipun orang-orang musyrik menolak peristiwa Isra’ dan Mi’raj serta tidak mempercayainya, bahkan mereka mentertawakannya sebagai cemoohan, orang-orang yang beriman tetap saja mempercayai peristiwa yang luar biasa itu. Bagaimana pun ganjilnya menurut perhitungan akal orang yang tidak beriman, bagi orang yang beriman tetap menganggap bukan sesuatu yang aneh. Karena Allah swt adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan kekuasaan-Nya segala apapun bisa terjadi apabila Ia menghendakinya.


Di antara contoh sikap manusia yang beriman adalah Sayidina Abu Bakar, ketika ia menerima berita itu, ia langsung beriman dan mempercayainya. Selanjutnya ia mengatakan: “Saya akan selalu percaya apa yang diberitakan Rasulullah meskipun lebih jauh lagi dari peristiwa yang menakjubkan itu."


Sejak itu, Abu Bakar sahabat Nabi yang amat setia itu dijuluki dengan “al-Shiddiq”, artinya “orang-yang berhati tulus atau orang yang sangat jujur, yang selalu membenarkan risalah Nabi Muhammad saw."


KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)