Sirah Nabawiyah

Beragam Upaya Orang Quraisy Lemahkan Dakwah Rasulullah

Sel, 15 Juni 2021 | 03:30 WIB

Beragam Upaya Orang Quraisy Lemahkan Dakwah Rasulullah

Ilustrasi Rasulullah Muhammad SAW. (Foto: NU Online)

Orang-orang musyrik bersepakat untuk melakukan upaya memerangi dakwah Rasuullah saw. Dakwah -yang menurut mereka- telah menghina tuhan-tuhan mereka, dakwah yang telah meremehkan pemikiran-pemikiran mereka. Beragam upaya pun disusun dan dimobilisasi dengan kompak. 


Menjelang musim haji, biasanya banyak pendatang ke Mekah. Hal ini biasa dimanfaatkan Rasulullah untuk menyampaikan dakwahnya kepada mereka. Menyadari hal itu, orang-orang Quraisy berkumpul dan berencana menyebarkan hoaks kepada jama’ah haji yang akan datang. Harapannya, mereka akan termakan hoaks itu dan jangan sampai ada orang yang dipengaruhi ajakan Muhammad. Mereka harus merusak citra Rasulullah di depan para jamaah haji yang akan datang.


Kira-kira isu hoaks apa yang hendak dihembuskan, orang-orang Quraisy berkumpul untuk membuat kesepakatan. Pertama isu Nabi Muhammad adalah dukun, tapi tidak cocok. Orang gila, juga tidak cocok. Penyair, juga tidak cocok.

 

Tukang sihir, juga tidak cocok. Hingga akhirnya memaksakan mana yang lebih mirip. Mereka sepakat sebagai tukang sihir saja. Karena menurut mereka, Nabi Muhammad telah memecah persaudaraan para kerabat di kalangan kaum Quraisy dengan cara yang tidak wajar.


Politik Negoisasi Terhadap Abu Thalib


Abu Thalib merupakan orang terhormat di kalangan kaum Qurasiy. Sehingga wajar ia memiliki pengaruh dan power untuk melindungi Nabi Muhammad saw. Sejak Rasullullah berada dalam asuhannya, rasa sayang terhadap keponakannya itu tidak pernah surut.


Melihat pengaruh Abu Thalib dalam melindungi Rasulullah begitu besar, sekelompok bangsawan kaum Qurasiy mendatangi Abu Thalib. Mereka jelaskan kekesalan mereka selama ini dengan Nabi Muhammad. Hingga mereka berkata, “Wahai Abu Thalib! Engkau pun sesungguhnya sependapat dengan kami, tidak setuju dengan agama yang dibawa Muhammad.” Kaum Quraisy kemudian meminta Abu Thalib untuk menghentikan aktivitas dakwah keponakannya.


Namun Abu Thalib tidak bergeming. Ia justru merespon dengan jawaban yang santun dan lembut. Ia tidak akan melarang aktivitas keponakannya itu. Ajakan kaum Quraisy tidak membuahkan hasil.


Upaya mempengaruhi Abu Thalib pertama gagal. Kaum Quraisy kembali mendatangi Abu Thalib untuk kedua kalinya. Kali ini kedatangan mereka lebih kasar dan disertai ancaman, “Kamu cegah ponakanmu dengan tanganmu sendiri, atau kami habisi dia dan nyawamu sekaligus!” gertak mereka.


Melihat ancaman itu, Abu Thalib sedikit takut. Ia pun meminta keponakannya untuk berhenti demi keselamatan pamannya. Tapi, Rasulullah dengan berlinang air mata menyampaikan pada sang paman, bahwa dia tetap akan melanjutkan dakwahnya, apapun yang terjadi.


Melihat pernyataan Nabi Muhammad demikian, Abu Thalib tetap mendukung aktivitas dakwahnya. Gertakan kaum Quraisy ia abaikan. Untuk kedua kalinya upaya orang Quraisy gagal.


Tampaknya mereka belum menyerah. Untuk yang ketiga kali, mereka menghampiri Abu Thalib lagi. Kali ini mereka membawa Imarah bin al-Walid bin al-Mughirah, seorang pemuda paling gagah dan tampan di kalangan kaum Quraisy. Rencananya, pemuda akan mereka tawarkan kepada Abu Thalib agar mau menukarnya dengan Nabi Muhammad. Tapi, lagi-lagi, upaya mereka gagal. Abu Thalib menolak dengan tegas upaya konyol itu. 


Politik Negoisasi Terhadap Nabi Muammad Saw


Orang-orang Quraisy tidak hanya melancarkan negoisasi kepada paman yang melindungi Nabi Muhammad saw, mereka juga langsung melakukan negoisasi kepada Rasulullah.


Utbah bin Rabi’ah, salah satu pimpinan kaum Qurasiy, mendatangi Rasulullah dan melakukan upaya negoisasi. Ia berkata, “Wahai keponakanku, sebagaimana kau ketahui, sesungguhnya engkau bagian dari kami. Keluargamu sangat terpandang, nasabmu pun begitu luhur. Hanya saja, engkau membawa sesuatu yang berat. Selain hal itu telah memecah belah kaum Quraisy, engkau juga telah memupuskan impian mereka.


Setelah itu Utbah menawarkan Rasulullah beberapa hal. Harapannya, Rasulullah terpengaruhi dan bersedia menghentikan aktivitas dakwahnya. Ia tawari Rasulullah macam-macam; harta yang melimpah hingga menjadi orang terkaya, jabatan pimpinan membawahi seluruh kaum Qurasiy, pangkat raja.

 

Terakhir, Utbah menawarkan, jika memang wahyu yang datang Rasulullah adalah gangguan jin yang sulit disembuhkan, ia beserta kaum Quraisy siap mendatangkan dokter handal untuk menyembuhkannya, meskipun harus menghabiskan seluruh harta yang dimiliki.


Selesai Utbah berbicara panjang lebar dan menawarkan macam-macam, berikutnya adalah giliran Rasulullah yang berbicara. Rasulullah kemudian membaca ayat al-Quran (QS. Fusshilat [41]: 1-6) hingga sampai pada ayat berikut,


فَإِنۡ أَعۡرَضُواْ فَقُلۡ أَنذَرۡتُكُمۡ صَٰعِقَةٗ مِّثۡلَ صَٰعِقَةِ عَادٖ وَثَمُودَ

  
“Jika mereka berpaling maka katakanlah: "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Aad dan Tsamud". (QS. Fushilat [41]: 13)


Tiba-tiba Utbah meminta Rasulullah berhenti. Ia tidak kuat mendengar ancaman yang ada dalam ayat itu. Utbah sangat kagum dengan apa yang baru saja dibaca Rasulullah. Sampai-sampai, kaum Quraisy menganggap Utbah telah disihir oleh Nabi Muhammad.


Upaya negoisasi terhadap Rasulullah tidak dilakukan sekali itu saja. Setelah itu masih ada nogoisasi-negoisasi lain. Rasulullah tidak bergeming sedikitpun dengan segala tawaran mereka. Sampai-sampai mereka menawari Rasulullah untuk bertukar keyakinan; orang Quraisy menyembah Tuhan Nabi Muhammad sehari, dan Nabi Muhammad menyembah tuhan orang Quraisy sehari. Berkenaan hal itu, turunlah ayat al-Qur’an,


قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ

  
“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al-Kafirun [109]: 1-6)


Ketika tawaran orang-orang Musyrik gagal menawarkan, mereka meminta Rasulullah untuk menampakkan mukjizat-mukjizat. Menyuruh Rasulullah untuk meminta kepada Tuhannya agar memindahkan gunung-gunung, memunculkan sungai-sungai, taman-taman, istana-istana, dan berbagai perbendaharaan dari emas dan perak. Rasulullah hanya menjawab, “Aku tidak akan melakukan (semua itu), dan aku juga bukan orang yang meminta kepada Tuhanku tentang semua itu.”


Hikmah dan Pelajaran


Rasulullah tidak mengejar kekuasaan


Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah bukanlah untuk mengejar kekuasaan atau kedudukan tinggi di tengah-tengah kaumnya. Saat ‘Utbah bin Rabi’ah dan beberapa orang Musyrik lainnya menawarkan semua yang dikira sebagai motivasi dakwahnya, tidak sedikitpun Nabi saw tertarik. Padahal berbagai model penawaran telah dilakukan, baik dalam bentuk negoisasi, ancaman, permohonan dan intimidasi. (lihat Al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hal. 82)


Tidak memanfaatkan jabatan


Meskipun Rasulullah memiliki kedudukan mulia dan seorang Nabi di tengah-tengah kaumnya, tapi beliau tidak memanfaatkan semua itu untuk hidup mewah. Terbukti, tawaran menggiurkan dari Utbah bin Rabi’ah dan orang-orang musyrik lainnya, tidak beliau gubris. Bahkan, kesederhanaan Rasulullah juga sudah menjadi bagian dari hidup beliau. 


Dalam keseharian beliau, kita banyak mendapati pola hidup Nabi yang sangat sederhana. Ketika gelas Nabi pecah, beliau menambalnya sendiri. Tempat tidur beliau hanya terbuat dari kulit yang diisi sabut. Pernah mengganjal perut dengan kerikil menahan lapar. Pernah beberapa hari keluarga Nabi tidak makan roti (makanan pokok), bahkan beliau wafatmu tidak meninggalkan warisan harta apapun. Padahal, bagi seorang Nabi bisa saja meminta apapun kepada Allah. Tapi beliau lebih memilih hidup sederhana. (lihat Al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hal. 83)


Memahami Kondisi


Ketika Rasulullah saw ditantang untuk berdoa kepada Allah agar menciptakan hal-hal luar biasa, dan Nabi tidak menanggapinya, bukan berarti Nabi tidak memiliki mukjizat selain al-Qur’an. Tetapi Rasulullah tahu, permintaan mereka atas dasar kekufuran. Seandainya ada mukjizat pun, mereka tetap keras kepala dalam kekufurannya. 


Sikap Nabi demikian sesuai kondisi orang Quraisy saat itu. Jika mereka benar-benar menyatakan beriman setelah melihat mukjizat, pasti Nabi penuhi request mukjizat itu, tentunya atas izin Allah. (lihat Al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hal. 85)


Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta