Shalawat/Wirid

Sepuluh Wirid Anjuran Imam Al-Ghazali

Rab, 12 September 2018 | 11:30 WIB

Sepuluh Wirid Anjuran Imam Al-Ghazali

(Foto ilustrasi: NU Online/Mahbib)

Mengamalkan wirid merupakan bagian terpenting bagi umat Muslim. Tanpa wiridan dan berdzikir, seseorang akan merasakan kehampaan dan kekosongan dalam hidupnya. Wiridan pun bervariasi, begitu pun dengan orang yang mengamalkannya.
 
Ada yang mengamalkan dzikir seadanya, setelah shalat saja, hingga ada yang di setiap embusan nafasnya dihiasi dengan asma` Allah SWT.
 
Imam Al-Ghazali, dalam karyanya, Bidâyatul Hidâyah merekomendasikan kita beberapa wiridan yang dapat kita amalkan. Ia menyebutkan:
 
وَلْيَكُنْ مِنْ تَسَابِيْحِكَ، وَأَذْكَارِكَ عَشْرُ كَلِمَاتٍ
 
Artinya, “Hendaknya tasbih-tasbihmu dan dzikir-dzikirmu terdapat sepuluh kalimat,” yaitu:
 
Pertama:
 
لَا إِلهَ إِلَّا الله، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، لَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِى وَيُمِيْتُ، وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْر، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ
 
Lâ ilâha illallah, wahdahu lâ syarîka lah, lahul mulku, lahul hamdu, yuhyî wa yumîtu, wa huwa ‘alâ kulli syay`in qadîr.
 
Artinya, “Tiada tuhan selain Allah, Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia yang menghidupkan dan mematikan, Dia maha hidup tidak mati, kebaikan ada di kekuasaan-Nya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
 
Kedua:
 
لَا إله إلَّا الله المَلِكُ الحَقُّ المُبِيْن
 
Lâ ilâha illallahul malikul haqqul mubîn
 
Artinya, “Tiada tuhan selain Allah yang maha menjadi raja, maha benar, maha menjelaskan.”
 
Ketiga:
 
لَا إِلَهَ إِلَّا الله الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ
 
Lâ ilâha illallahul wâhidul qahhâr, rabbus samawâti wal ardhi wa mâ bainahumal ‘azîzul ghaffar
 
Artinya, “Tiada tuhan selain Allah yang esa dan maha perkasa, Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya yang maha perkasa lagi maha pengampun.”
 
Keempat:
 
سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلهِ، وَلَا إِلهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
 
Subhânallah, wal hamdu lillah, wa lâ ilâha illallah, wallahu akbar, wa lâ haula wa lâ quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhîm.
 
Artinya, “Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan Allah.”
 
Kelima:
 
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوْحِ
 
Subbûhun quddûsur rabbul malâikati war rûh
 
Artinya, “Maha suci, maha qudus, tuhan sekalian malaikat dan ruh (Jibril).”
 
Keenam:
 
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
 
Subhânallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhîm
 
Artinya, “Maha suci Allah dengan memuji-Nya, dan maha suci Allah yang maha agung.”
 
Ketujuh:
 
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَا اللهُ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ، وَأَسْأَلُهُ التَّوْبَةَ وَالْمَغْفِرَةَ
 
Astaghfirullahal ‘azhîm al-ladzi lâ ilâha illallah huwal hayyul qayyum, wa as’aluhut taubah wal maghfirah
 
Artinya, “Aku memohon ampun kepada Allah yang maha agung, yang tiada tuhan selain Allah, Dia yang maha hidup dan yang berdiri sendiri, aku memohon tobat dan ampunan.”
 
Kedelapan:
 
اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا رَادَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
 
Artinya, “Ya Allah, tidak ada yang bisa mecegah apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah, tidak ada yang dapat menolak apa yang Engkau tetapkan, dan tidak bermanfaat kekayaan/kemuliaan (bagi orang yang memilikinya), hanya dari-Mu kekayaan/kemuliaan itu.”
 
Kesembilan:
 
اَللَّهُمَّ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
 
Allahumma shalli ‘alâ Muhammadin, wa ‘alâ âli Muhammadin wa shahbihi wa sallim
 
Artinya, “Ya Allah curahkanlah rahmat atas Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarga serta sahabatnya, juga curahkanlah keselamatan.”
 
Kesepuluh:
 
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ، وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
 
BismillahilLadzi laa yadhurru ma’asmihi syai`un fil ardhi wa lâ fis samâ`i wa huwas samI’ul ‘alîm
 
Artinya, “Dengan menyebut nama Allah, yang dengan nama-Nya tidak ada yang dapat mencelakai segala sesuatu di bumi dan langit, Dia-lah yang maha mendengar lagi maha mengetahui.”
 
Wirid-wirid di atas sebagiannya sering kita baca, dan kebanyakan sudah tidak asing lagi. Jika memang tidak dapat mengamalkan semuanya, mungkin kita dapat mengamalkannya sebagian terlebih dahulu. Sebagaimana dalam kaidah fiqih, “Sesuatu yang tidak dapat dikerjakan semuanya, jangan ditinggalkan semuanya.”
 
Imam Al-Ghazali menuntun kita untuk mengamalkan wirid ini sesuai penjelasannya, yaitu:
 
تُكَرِّرُ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْ هذِهِ الْكَلِمَاتِ إِمَّا مِائَةَ مَرَّةٍ أَوْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً، أَوْ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَهُوَ أَقَلُّهُ، لِيَكُوْنَ الْمَجْمُوْعُ مِائَةً. وَلَازِمْ هذِهِ الْأَوْرَادَ، وَلاَ تَتَكَلَّمْ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ؛ فَفِي الْخَبَرِ أَنَّ ذَلِكَ أَفْضَلُ مِنْ إِعْتَاقِ ثَمَانِ رِقَابِ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ عَلَى نَبِيِّنَا وَعَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَعْنِي الإِشْتِغَالَ بِالذِّكْرِ إِلَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَتَخَلَّلَهُ كَلَامٌ
 
Artinya, “Engkau ulang-ulang setiap wirid dari wirid-wirid itu, entah seratus kali atau tujuh puluh kali, atau sepuluh kali dan ini paling sedikitnya agar menjadi seratus. Dawamkan wirid-wirid ini, jangan berbicara sebelum terbitnya matahari; terdapat dalam hadits, bahwasannya tidak berbicara sebelum terbitnya matahari lebih utama dari memerdekakan delapan budak dari anak turunan Nabi Ismail salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, yang aku maksud yaitu menyibukkan dengan dzikir sampai terbitnya matahari tanpa menyelanginya dengan pembicaraan.”
 
Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan maksud dari keutamaan dalam hadits itu. Yang dimaksud dalam hadits ini adalah bertambahnya keutamaan orang yang mengamalkan amalan yang telah disebutkan di atas.
 
Semoga kita dapat mengamalkan wiridan yang dianjurkan oleh Imam Al-Ghazali agar hari-hari kita dihiasi oleh asma` Allah SWT yang menyebabkan hati kita tidak gersang, dan dibukakan jalan menuju Tuhan semesta alam. Amiin.
 
Uraian ini disarikan dari Kitab Marâqiyul ‘Ubudiyyah Syarah Bidâyah Al-Hidayah, Syekh Nawawi Al-Bantani, Thoha Putra, Semarang, halaman 30-31. (Amien Nurhakim)