Shalawat/Wirid

‘Menghadirkan’ Nabi dengan Memperbanyak Shalawat saat Pandemi 

Sab, 10 Juli 2021 | 04:30 WIB

‘Menghadirkan’ Nabi dengan Memperbanyak Shalawat saat Pandemi 

Para ulama mengatakan bahwa memperbanyak shalawat dapat melenyapkan thaun dan musibah besar lainnya.

Sudah dua tahun dunia mengalami pandemi Covid-19. Hingga hari ini, belum ada tanda-tanda pandemi berakhir. Berbagai aktivitas yang melibatkan pengumpulan massa dibatasi sebagai bentuk protokol kesehatan. Tidak terkecuali pembacaan shalawat berjamaah yang sering dilaksanakan oleh umat Islam di Nusantara pun tidak luput dari pembatasan ini. Di tengah pembatasan sosial yang diterapkan dan meningkatnya kasus Covid-19, para ulama tetap berusaha untuk mengajak kaum muslimin untuk membaca shalawat, meskipun tidak harus berkumpul bersama di suatu tempat. 


Seiring dengan meningkatnya jumlah kasus Covid-19, belakangan para ulama sepuh NU telah menyampaikan imbauan kepada umat untuk membaca shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya. Pada banyak kesempatan yang lain, bacaan shalawat di kalangan kaum muslimin tetap dikumandangkan di berbagai tempat, terutama sejak masa pandemi. Tidak hanya dalam bentuk puji-pujian di mushala atau masjid maupun madrasah, shalawat semakin sering dikumandangkan di kampus-kampus, majelis doa bersama, baik skala lokal maupun nasional, baik online maupun offline


Muncul pertanyaan, apakah di masa wabah seperti sekarang ini, memperbanyak shalawat disyariatkan? Seorang ulama besar ahli hadits dan multipakar ilmu (polymath) Islam, yaitu Imam Jalaluddin As-Suyuthi, telah menjawabnya. Beliau telah mengumpulkan dalil-dalil dalam tulisannya yang diberi tema mirip seperti pertanyaan tersebut.


Pembahasan lengkap hal tersebut dapat dibaca dalam kitab karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi yang berjudul Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Thaun. Kitab ini ditulis sekitar 500 tahun yang lalu dan memuat sebuah dasar hukum berupa hadits tentang shalawat. Hadits ini dimaknai sebagai anjuran banyak bershalawat di tengah pandemi. Sebuah pertanyaan diajukan dalam kitab tersebut dengan redaksi: “Apakah doa untuk mengangkat (pandemi) thaun disyariatkan? Dan apakah doa tersebut dilakukan secara berjamaah?” 


Kemudian sebagai salah satu jawabannya, disebutkan kutipan dari ulama yang menjadi pakar di bidang wabah, yang bernama Ibnu Abi Hajalah:


“Ibnu Abi Hajalah menyebutkan di salah satu karyanya tentang thaun, ada sebagian dari orang-orang saleh yang menyebutkan kepadanya bahwa di antara sebab terbesar untuk diangkatnya thaun dan musibah besar lainnya adalah memperbanyak bershalawat kepada Nabi. Syekh Syamsuddin bin Khathib Bairud juga menyebutkannya dan membenarkannya serta memberikan dalil dengan hadits Ubay bin Ka’ab, ‘Jadi akan dicukupkan keinginanmu dan diampuni dosamu.’ ” (Imam Suyuthi, Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Tha’un [Damaskus: Darul Qalam, tanpa tahun], h. 169).


Redaksi lengkap hadits yang dimaksud tersebut memang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ dan didahului dengan gambaran situasi yang mencekam. Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ra, bahwa Rasulullah ﷺ telah bangun malam ketika telah lewat seperempat malam, lalu bersabda:


“Wahai manusia, berdzikirlah pada Allah. Telah datang tiupan pertama yang diikuti dengan tiupan yang menggoncang alam, datanglah kematian dengan apa yang ada dalam kematian.” Maka bertanyalah Sahabat Ubay bin Ka’ab radliyallahu ‘anh, “Wahai Rasulallah, sesungguhnya aku memperbanyak shalawat untukmu, maka berapa kali aku harus bershalawat untukmu?” Jawab beliau. “Sesukamu, jika kamu menambahnya, itu lebih baik.” Kata Ubay radliyallahu ‘anh, “Kalau seperempat?” Jawab Nabi, “Sesukamu, jika kamu menambahnya, itu lebih baik.” Kata Ubay radliyallahu ‘anh, “Sepertiganya?” Beliau menjawab, “Jika kamu menambahnya, itu lebih baik.” Kata Ubay radliyallahu ‘anh, “Setengah?” “Jika kamu menambahnya, itu lebih baik.” Kata Ubay radliyallahu ‘anh, “Dua pertiga?” Jawab beliau, “Jika kamu menambahnya, itu lebih baik.” Kata Ubay radliyallahu ‘anh, “Wahai Rasulallah, maka aku jadikan semua shalawatku untukmu.” Sabda Nabi ﷺ, “Kalau begitu, akan dicukupi kenginanmu dan diampuni dosamu.” (Hadits Riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Hakim).


Dalam konteks situasi musibah pandemi Covid-19 yang sekarang sangat mengkhawatirkan, umat Islam harus bershalawat sebanyak-banyaknya sebagai ikhtiar mencoba ‘menghadirkan’ Rasulullah ﷺ di tengah pandemi. Upaya ini perlu dilakukan dengan serius agar Allah ﷻ mengampuni dosa-dosa kaum muslimin dan dengan pengampunan itu akan menghindarkannya dari azab. Inilah keinginan kaum Muslimin di seluruh dunia.


Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin (Cahaya Purnama Kekasih Tuhan terjemah kitab Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin, Pustaka Tebuireng, Jombang, 2019: 145) menulis sebuah hadits tentang ‘kehadiran’ Rasulullah ketika menjelaskan tentang keutamaan bershalawat kepada Nabi ﷺ. ‘Kehadiran’ Rasulullah ﷺ saat umatnya bershalawat diisyaratkan pada hadits berikut ini: 


Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah ﷺ bersabda:


“Barang siapa bershalawat untukku di makamku, maka aku mendengarnya, dan barang siapa bershalawat untukku dari jauh, maka aku didatangkan pada shalawat itu.” (Hadits Riwayat Imam Baihaqi dan Imam Al-Khatib dalam kitab Fathul Bari karya Imam Ibnu Hajar, jilid 10: h. 243; Syarah Sunan Nasai, jilid 3: h. 304; Faidhul Qadir, jilid 6: h. 220).


Bagaimana ‘kedatangan’ Rasulullah ﷺ kepada umatnya yang hidup tidak semasa dengan Beliau? Kaum Muslimin mengimaninya sebagai bagian dari iman kepada nabi. Mereka tidak bisa mengatur teknisnya dan hanya bergantung kepada Allah ﷻ sebagai pemilik segala kuasa. 


Hadits lain yang berasal dari ‘Ammar bin Yasir dan diriwayatkan oleh Al-Ashbahaniy menerangkan bahwa Beliau ﷺ pernah bersabda, “Allah ﷻ mempunyai malaikat yang dikaruniai kemampuan mendengar seluruh hamba Allah, dan tiap mendengar orang-orang mengucapkan shalawat bagiku, ia (malaikat itu) yang menyampaikannya kepadaku.” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dan lain-lain). Kecuali itu, malaikat tersebut juga selalu memberitahukan kepada Beliau amal perbuatan umatnya, dan Beliau turut memohonkan ampun kepada Allah ﷻ atas kesalahan dan kekeliruan mereka bila mereka bertaubat.

 


Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits sebagai syarah (komentar) kitab Lubabul Hadits Imam Suyuthi menuliskan sebuah penjelasan tentang salah satu keutamaan shalawat terkait dengan permohonan rahmat dari malaikat untuk manusia. Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash berkata: “Siapa bershalawat atas Nabi ﷺ satu kali, maka Allah ﷻ dan para malaikatnya bershalawat (memberikan rahmat) tujuh puluh kali. Maka bacalah shalawat itu lebih banyak.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan isnad hasan mauquf. Diriwayatkan juga dalam kitab tersebut bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Siapa yang bershalawat atasku maka para malaikat bershalawat kepadanya. Orang yang dimohonkan rahmat para malaikat, maka Allah melimpahkan rahmat kepadanya. Orang yang mendapat limpahan rahmat Allah, maka tidak ada sesuatupun yang tertinggal di langit dan di bumi melainkan bershalawat (memohonkan rahmat) untuknya.”


Riwayat yang lain menjelaskan bahwa orang yang bershalawat kepada Nabi akan dibalas dengan shalawat dari Allah ﷻ dan para malaikat. Shalawat dari Allah berupa rahmat dan shalawat dari malaikat berupa permohonan ampunan. Bila sudah ada ketentuan rahmat dari Allah dan malaikat juga memohonkan ampunan untuk kebaikan kaum Muslimin, tentu makhluk lainnya yang terlibat dalam peristiwa di kehidupan manusia akan menyesuaikan urusannya dengan kebaikan pula. 


Dalam konteks pandemi Covid-19, virus penyebab penyakit ini adalah makhluk ciptaan Allah ﷻ. Virus ini bisa bermutasi menjadi lebih ganas atau menjadi lebih jinak dengan kehendak Allah ﷻ. Bila doa kaum muslimin diiringi dengan memperbanyak shalawat untuk Rasulullah ﷺ, maka kaum Muslimin boleh berharap bahwa ampunan, keamanan dan rahmat akan turun serta bahaya akan diangkat sehingga virus yang paling berbahaya juga akan tunduk pada ketentuan Allah ﷻ tersebut. Allah ﷻ memiliki kekuasaan mutlak untuk menundukkan makhluk, termasuk melemahkan virus tanpa adanya permohonan ampun dari malaikat untuk manusia, tetapi Allah ﷻ juga memberikan hukum sebab-akibat kepada makhluk sehingga permohonan ampun malaikat yang disebabkan pembacaan shalawat untuk Nabi merupakan salah satu jalan terkabulnya harapan-harapan manusia.


Ikhtiar lain yang tidak kalah penting dalam menghadapi Covid-19 adalah mengikuti sunnatullah yang telah ditetapkan kepada sifat virus dan telah diketahui manusia. Penyebaran virus melalui droplets (cairan dari saluran pernapasan manusia yang lebih lembut daripada debu) dapat dihindari dengan 5 M. Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas. Upaya-upaya tersebut tetap harus dikuatkan untuk memutus rantai penularan yang juga sangat penting dalam rangka mencegah mutasi virus.


Imam Suyuthi mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar yang cenderung disyariatkannya doa supaya (pandemi) thaun dilenyapkan, tetapi pelaksanaannya secara individu, bukan secara berjamaah. Hal ini juga dapat diterapkan ketika mengamalkan pembacaan shalawat. Setiap umat Islam bisa melaksanakannya di rumah masing-masing secara individu maupun bersama dengan keluarga terdekat.


Demikianlah salah satu amalan sederhana yang bisa dilakukan oleh siapapun saat pandemi, yaitu memperbanyak shalawat. Maka tidak heran bila ada kaum Muslimin yang membacanya ribuan kali dalam satu waktu atau membaginya menjadi beberapa kali sehingga jumlah yang ribuan itu terasa ringan. Tidak lain, itu semua adalah bentuk ikhtiar lahir dan batin dalam konteks bermujahadah untuk memohon pertolongan Allah ﷻ. 


Kembali kepada khasiat shalawat, yang menurut para ulama, bisa menjadikan Allah menghindarkan kita dari musibah besar. Musibah besar itu bisa apa saja, bisa bencana alam, bisa juga bencana non-alam seperti pandemi atau wabah penyakit. Di kitab yang ditulis oleh Imam Suyuthi, dikatakan oleh para ulama bahwa memperbanyak shalawat dapat melenyapkan thaun dan musibah besar. Bagi yang membedakan antara thaun dan wabah Covid-19, akan tetap sepakat bahwa keduanya adalah musibah besar. Dengan membaca shalawat, Allah ﷻ akan menurunkan ampunan. Bila ampunan sudah diberikan, maka terbukalah segala karunia, termasuk terbebas dari wabah penyakit, mendapatkan keluasan rezeki, kesehatan, umur panjang, dan kebaikan lainnya. Wallahu a’lam.


Yuhansyah Nurfauzi, anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap, apoteker dan peneliti di bidang Farmasi