Syariah

Hukum Sujud dengan Kepala Diperban

Ahad, 30 Juni 2019 | 13:30 WIB

Di antara rukun shalat yang harus dipenuhi oleh seorang mushalli (Orang yang sedang shalat) adalah bersujud, gerakan sujud ini diatur oleh syariat dengan menempelkan beberapa anggota badan ke tanah.

Di antara anggota yang harus ditempelkan ke tempat sujud adalah dahi, kedua lutut, kedua telapak tangan, hidung dan kaki, karena dalam posisi bersujud anggota badan tersebut kesemuanya menempel ke tempat sujud, atau sebagian ulama fiqih memberi penjelasan bahwa posisi sujud adalah menjadikan anggota badan bagian atas seperti dahi dan hidung lebih rendah dari pada anggota badan bagian bawah, seperti tangan, lutut dan kaki. Atau boleh juga menyejajarkan kesemua anggota tersebut, karena hakikat sujud adalah memandang bahwa dirinya hanya manusia biasa sedangkan Allah adalah Dzat yang Maha Besar.

Orang yang sedang shalat ketika melakukan sujud hendaknya menempelkan dahi ke tanah, kondisi ini diharuskan jika dalam keadaan sehat, dalam artian kepala tidak tertutup apapun seperti perban atau serban. Sedangkan dalam keadaan sakit, misalnya bagian kepala sedang diperban yang mengakibatkan dahi tertutup oleh perban tersebut, maka cukuplah ia bersujud dengan perban kepala tersebut tanpa harus membukanya. Dalam kitab Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyyuddin Asy-Syafi’i menjelaskan,

(فرع) لَو كَانَ على جَبهته جِرَاحَة وعصبها وَسجد على الْعِصَابَة أَجزَأَهُ وَلَا قَضَاء عَلَيْه

Jika di kepala seseorang terdapat luka, lalu diperban sehingga menutupi dahi untuk bersujud, maka hal itu tidaklah mengapa dan tidak perlu mengqada’ shalatnya.

Keterangan diatas memberi penjelasan bahwa seseorang yang sedang bersujud hendaklah menempelkan dahinya ke tempat sujud jika dalam keadaan kondisi normal (tidak sakit), sedangkan dalam kondisi sakit yang mengakibatkan kepala diperban misalnya, maka bersujud dengan perban tersebut sah-sah saja dan shalatnya dianggap sah, tanpa harus mengqada’ kembali shalatnya.

Karena ketika seseorang tidak mampu melakukan sujud dengan sempurna atau dalam keadaan sakit, maka cukuplah berisyarat dengan menggerakkan kepala, atau jika tidak mampu dengan menggerakkan kepala maka cukup berisyarat dengan kedipan mata. Dengan demikian  bersujud dengan kepala yang sedang diperban lebih utama dari pada hanya sekedar berisyarat.

وَلَو عجز عَن السُّجُود لعِلَّة أَوْمَأ بِرَأْسِهِ فَإِن عجز فبطرفه

Jika seseorang tidak mampu melakukan sujud karena sakit, maka cukuplah berisyarat dengan kepala, jika tidak mampu maka cukup dengan kedipan mata. (Pen. Fuad H. Basya/ Red. Ulil H)


Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Rabu, 23 Oktober 2013 pukul 06:00. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua