Syariah

Suara Adzan dari Banyak Arah, Mana yang Harus Dijawab?

Sel, 5 Maret 2019 | 21:00 WIB

Suara Adzan dari Banyak Arah, Mana yang Harus Dijawab?

(Foto: @pinterest)

Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Masjid dan mushalla pun tersebar di mana-mana. Bahkan Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengklaim bahwa Indonesia memiliki masjid dan mushalla terbanyak di dunia. Tak ayal jika suara adzan satu per satu saling bersahut.

Mendengar adzan yang saling bersahut tersebut, manakah adzan yang harus kita jawab? Apakah hanya satu saja atau semua adzan yang kita dengar. Bahkan hadits telah menyebutkan anjuran untuk menjawab adzan tersebut:

إِذَا سَمِعْتُمِ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ

Artinya, “Jika kalian mendengar suara muadzin (mengumandangkan adzan) maka katakanlah sebagaimana yang telah diucapkan oleh muadzin,” (Lihat Imam Muslim, Sahih Muslim, [Beirut: Dār Jīl, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 4).

Nah, terkait mana adzan yang secara khusus dianjurkan untuk dijawab ketika kita mendengar adzan yang begitu banyak tersebut, Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’-nya menjelaskan bahwa ada dua pendapat.

إذا سمع مؤذنا بعد مؤذن هل يختص استحباب المتابعة بالأول أم يستحب متابعة كل مؤذن فيه خلاف للسلف حكاه القاضي عياض في شرح صحيح مسلم ولم أر فيه شيئا لأصحابنا. والمسألة محتملة والمختار أن يقال المتابعة سنة متأكدة يكره تركها لتصريح الأحاديث الصحيحة بالأمر بها وهذا يختص بالأول لأن الأمر لا يقتضي التكرار وأما أصل الفضيلة والثواب في المتابعة فلا يختص والله أعلم

Artinya, “Jika mendengar suara (adzan) muadzin setelah muadzin yang lain, apakah dikhususkan anjuran untuk mengikuti muadzin pertama atau dianjurkan juga menjawab seluruh muadzin. Ada beberapa perbedaan pendapat di kalangan salaf, seperti yang dinyatakan Al-Qadhi Iyadh dalam Syarh Sahih Muslim. Saya (Imam An-Nawawi) tidak menemukan pendapat terkait masalah ini pada ulama Syafi’iyah. Permasalahan ini ada beberapa kemungkinan. Kesimpulan yang lebih tepat bahwa menjawab adzan hukumnya sunah muakkad (ditekankan), makruh jika ditinggalkan, berdasarkan hadits shahih yang secara tegas memerintahkannya. Ini hanya khusus untuk menjawab adzan yang pertama karena perintah tidak menunjukkan harus diulang. Hanya saja, keutamaan dan pahala menjawab adzan, tidak hanya khusus untuk menjawab adzan yang pertama,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmūʽ Syarḥul Muhaddzab, [Beirut: Dārul Fikr, tanpa catatan tahun], juz III, halaman 119).

Dari pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa jika terjadi adzan yang bersahutan, maka cukup dijawab adzan yang pertama. Namun, menjawab adzan-adzan setelahnya juga masih diberikan keutamaan dan pahala.

Imam An-Nawawi menguatkan pendapat yang menyebutkan bahwa yang disunnahkan adalah menjawab adzan yang pertama, karena menurutnya, perintah menjawab adzan tersebut tidak menunjukkan adanya keharusan untuk mengulang (Al-amr la yaqtadhit tikrār). Wallahu a’lam.


Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua