Syariah

Sembahyang Gerhana Bulan dan Keadilan Sosial

Rab, 8 Oktober 2014 | 08:05 WIB

Apa hubungan gerhana bulan (khusuf) dan keadilan sosial? Gerhana merupakan peristiwa alam, salah satu bentuk kuasa Allah. Tetapi Rasulullah SAW sendiri mengaitkan kenyataan alam dan perubahan sosial. Beliau menganjurkan umatnya sembahyang sunah muakkad dua rekaat ketika terjadi gerhana. Setelah sembahyang, imam disunahkan berkhotbah yang mengajak jamaah untuk bertobat kepada Allah dan menegakkan keadilan di tengah masyarakat.

Sembahyang gerhana bulan dikerjakan sebanyak dua rekaat. Setiap rekaat terdapat dua kali ruku’. Ruku’ kedua lebih sebentar dari ruku’ pertama. Ingat, jangan dibalik seperti lazimnya dikerjakan banyak orang awam.

Karena dua kali ruku’, otomatis ada dua i’tidal. Demikian juga dengan surat Al-Fatihah. Surat ini dibaca dua kali dalam satu rekaat.

Tetapi ingat, sujud tidak perlu ditambahkan. Pada satu rekaat ini, sujud tetap dua, bukan empat.

Tersebut dalam kitab Qutul Habibil Ghorib, Tausyih ala Fathil Qoribil Mujib karya Syekh M Nawawi Banten dalam 

في كل ركعة منهما قيامان يطيل القراءة فيهما كما سيأتي وفي كل ركعة ركوعان يطيل التسبيح فيهما دون السجود ويخطب الإمام بعدهما خطبتين

Artinya, setiap rekaatnya dua kali berdiri dengan memperlama bacaan surat pada keduanya. Setiap rekaat ada dua ruku’. Tasbih diperbanyak cukup saat ruku’. Saat sujud, tasbih tidak perlu diperbanyak. Setelah itu imam berkhutbah dua kali.

Kalau mau khutbah sekali, juga tidak menjadi soal, kata Syekh Nawawi masih dalam kitab yang sama. Yang mesti diingat, khotib mesti memanfaatkan khutbahnya untuk mengajak jamaah kembali kepada Allah dan mendorong partisipasi jamaah dalam memberantas kezaliman seperti kejahatan korupsi, tindakan teror, menyebarkan hasut yang mengotori nama baik seseorang, monopoli pasar, dominasi atau bentuk kezaliman lainnya.

Demikian disebutkan Syekh Abdullah Syarqowi dalam karyanya, Hasyiyatus Syarqowi ala Tuhfatit Thullab

علي الخروج من المعاصي أى التخلص منها فيشمل رد المظالم ولو في العرض

Khotib mesti mengajak jamaah untuk keluar dari maksiat, meloloskan diri dari jeratan segala bentuk kemaksiatan. Kemaksiatan ini mencakup memberantas kezaliman (terhadap jiwa atau harta orang) termasuk kezaliman terhadap kedaulatan prestis seseorang. Wallahu A’lam. (Alhafiz K)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua