Syariah

Mengapa Harus Khusyuk dalam Shalat?

Sab, 29 Juni 2019 | 15:00 WIB

Mengapa Harus Khusyuk dalam Shalat?

Meski bukan bagian dari rukun, khusyuk dalam shalat sangat penting karena ia menjadi ruh shalat.

Tulisan dengan tema shalat khusyu ini disarikan dari karya hujjatul Islam Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumidiin dalam bab Kitabu Asraris Shalati yang mengupas berbagai  rahasia dan hikmah dalam shalat. Mulai dari gerakan badan hingga kandungan nilai dalam bacaan shalat, yang jika dimengerti dengan benar akan menambah makna shalat itu sendiri.

 

Pada dasarnya shalat merupakan ibadah yang bertujuan mengingat Allah sebagaimana firman-Nya. 

 

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

 

Kerjakanlah shalat untuk mengingat-Ku (QS Thaha: 14)

 

Mengapa harus selalu mengingat-Nya? Karena melupakan-Nya adalah suatu kesalahan besar. Berbagai nikmat Allah yang tidak terhitung jumlahnya dan tidak ternilai harganya, mulai nikmat memandang, meraba, merasa, bernafas dan lain sebagainya, semua diperoleh dari-Nya secara cuma-cuma. Bagaimana pantas melupakan-Nya, jika kehidupan ini bergantung sepenuhnya kepada-Nya? karena itulah Allah swt mengingatkan kita dengan firman-Nya:

 

ولاتكن من الغافلين

 

Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lupa (QS Al-A'raf: 205).

 

Termasuk kategori lupa adalah melakukan shalat tanpa disertai kehadiran hati. Shalat yang kering, shalat yang hanya bertujuan menggugurkan kewajiban. Meskipun mulutnya terlihat sibuk, tetapi tak satu rakaat pun yang dimengerti. Malahan hatinya dipenuhi dengan masalah keduniawian. Yang terucap memang bacaan takbir, yang terdengar adalah bacaan tasbih tetapi yang diingat adalah barang dagangan, urusan bisnis, dan lain sebagainya. Sungguh Allah swt tidak menganggap pengabdian semacam ini. Rasulullah saw bersabda:

 

لاينظر الله الى صلاة لايحضر الرجل فيها قلبه مع بدنه

 

Allah swt tidak memandang shalat seseorang yang tidak menghadirkan (konsentrasi) hatinya beserta badannya.

 

Bahkan lebih dari itu, Allah swt mengancam mereka yang shalat dalam keadaan lalai atau kosong, artinya shalat yang dilakukan begitu saja tanpa disertai kekhusyukan. Dalam surat Al-Maun ayat 4-5 Allah swt menjelaskan ancaman-Nya:

 

فَوَيْل لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتهمْ سَاهُونَ

 

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.

 

Oleh karena itulah, jika syarat sahnya shalat terdiri dari berbagai tindakan dhahir, maka sesungguhnya khusyu merupakan tindakan batin yang tidak bisa ditinggalkan karena ia menempati posisi adab (tata krama) dalam shalat. Sebagaimana seorang tamu presiden selain berpenampilan rapi, ia harus berlaku yang sopan kepadanya dengan penuh hormat. Demikianlah dalam shalat seorang hamba harus merasa sebagai orang yang lemah dan hanya Dialah yang Paling berkuasa.

 

Mengenai hal ini, kisah Hatim al-A’sham ketika ditanya seseorang tentang cara shalatnya ia menerangkan “…Aku jadikan Ka’bah di antara dua pelipisku, Aku jadikan sirath (titian penyeberangan di hari kiamat nanti) di telapak kakiku, surga di sebelah kanan dan neraka di sebelah kananku, dan malaikat pencabut nyawa ada di belakangku siap-siap menerkam-ku sehingga aku merasa shalatku adalah shalat untuk terakhir kalinya…”

 

Jika telah demikian adanya maka dampak dari shalat itu akan terasa dalam segala lini kehidupan. Shalat tidak hanya membangun kesalehan individual, tetapi juga kesalehan sosial.

 

الصلاة مطهرة للقلوب من أدناس الذنوب واستفتاح لباب الغيوب

 

Sesungguhnya shalat itu membersihkan hati dai kotoran dosa dan membuka pintu-pintu yang gaib.

 

Shalat seperti inilah yang diperintahkan oleh Allah sebagaimana termaktub dalam Al-Ankabut ayat 45;

 

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

 

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain)... (Red. Ulil H)

 


Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Jumat, 09 Mei 2014 pukul 10:00. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua