Syariah

Memahami Shalat Lahir dan Batin

Rab, 19 Desember 2018 | 10:30 WIB

Memahami Shalat Zahir dan Batin
Seluruh Muslim di dunia ini sepakat tanpa ada perbedaan mengenai kewajiban shalat. Sejak kecil orang tua telah mengajarkan anak-anaknya untuk mendirikan shalat. “Wa aqîmus shalata, dan dirikanlah shalat” sudah lekat di otak kita masing-masing, lantas mengapa Allah SWT menggunakan lafaz aqîmû (dirikanlah) bukan shallû (shalatlah)?

Imam Al-Muhasibi mengingatkan kita semua dalam kitabnya Risalatul Mustarsyidin:

وَقُمْ بَيْنَ يَدَيْه فِي صَلَاتِكَ جُمْلَةً

Artinya, “Dirikanlah shalat di hadapan Allah SWT dengan seluruhnya,” (Lihat Al-Harits Al-Muhasibi, Risâlatul Mustarsyidin, [Darus Salam], halaman 132).

Abdul Fattah Abu Guddah memberi penjabaran mengenai nasihat Al-Harits Al-Muhasibi di atas, bahwa yang dimaksud dengan mendirikan shalat seluruhnya adalah, engkau mendirikan shalat dengan seluruh jiwa ragamu yang terdiri dari jiwa, hati dan akal seraya menyempurnakan bentuk dan adab dalam shalat, maka makna inilah yang dimaksud dari mendirikan shalat.

Abdul Fattah Abu Guddah menyebutkan dalam komentarnya atas Kitab Al-Muhasibi di atas:

وإقامة الصلاة معناها أداؤها كاملة الأركان والشروط الظاهرة والباطنة

Artinya, “Mendirikan shalat maknanya adalah melaksanakan secara sempurna rukun-rukun dan syarat-syarat yang lahir dan batin,” (Lihat Al-Harits Al-Muhasibi, Risâlatul Mustarsyidin, [Darul Salam], halaman 132).

Jika seseorang telah mendirikan shalat dengan makna seperti yang disebutkan di atas, maka shalatnya akan membuahkan hasil. Untuk mendapatkan hasil tersebut, seorang yang mendirikan shalat mesti melengkapi rukun dan syarat yang lahir dan yang batin.

Maka perkara lahir yang mesti disempurnakan adalah berupa ketenangan diri dan khusyu’ di dalam sujud dan ruku‘, serta berusaha memahami dan memperhatikan bacaan shalat yang berupa zikir, doa dan yang lainnya.

Adapun perkara batin yang harus disempurnakan yaitu menghadirkan rasa takut kepada Allah, dan menghadirkan sifat ihsan ketika shalat, artinya ia beribadah seakan-akan Allah melihatnya, jika tak bisa juga, maka sesungguhnya Allah melihatnya. Tatkala ia dapat menghadirkan rasa ini, kesibukan apapun takkan terlintas di benaknya, sebab keagungan Allah telah menyelimutinya.

Makna shalat inilah yang dimohon pertama kali oleh Nabi Ibrahim dari Allah SWT bagi keluarganya, Nabi Ibrahim berdoa:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Artinya, “Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, terimalah doaku,” (Surat Ibrahim ayat 40).

Begitu pula Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengajak keluarganya mendirikan shalat dengan makna seperti diatas, serta sabar menghadapi kesulitan dalam melaksanakannya, sebagaimana firman Allah SWT:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

Artinya, “Perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa,” (Surat Thaha ayat 132).

Sebagaimana disebutkan di atas, shalat yang sempurna akan membuahkan hasil. Di antara hasil shalat yang baik adalah tercegahnya seseorang dari kelakuan maksiat dan buruk. Allah menyebutkan dalam Al-Qur`an:

وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Artinya, “Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (Surat Al-Ankabut ayat 45).

Begitu pula, ia akan tahan dari cobaan yang menerpanya, serta menghalau segala masalah dengan hati yang tenang. Disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 153:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar,” (Surat Al-Baqarah ayat 153).

Dan masih banyak nilai berharga yang didapatkan dari shalat yang sempurna. Maka jangan heran jika banyak orang bertanya, “mengapa orang Islam shalat lima waktu namun tidak semua dari mereka baik perangai dan perbuatannya?” Jawabannya karena mereka melaksanakan shalat masih berupa amalan lahirnya, belum mendirikan shalat yang sesungguhnya sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Semoga kita dapat mengamalkan “shalat” di setiap detik kehidupan kita. Agar ibadah lima waktu yang kita kerjakan setiap hari ini memiliki buah hasil yang bermanfaat bagi diri sendiri, maupun orang lain, di dunia maupun di akhirat. Amn. (Ustadz Amien Nurhakim)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua