Syariah

Ketika Takbiratul Ihram Makmum Berbarengan dengan Salam Imam

Kam, 29 November 2018 | 15:15 WIB

Ketika Takbiratul Ihram Makmum Berbarengan dengan Salam Imam

Tentu tidak akan sama antara orang yang ikut jamaah sejak awal dengan yang hanya mendapati salamnya imam saja.

Hukum shalat berjamaah menurut mazhab Syafi’i adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat dianjurkan. Terdapat banyak hadits yang membincangkan tentang keutamaan shalat berjamaah. Di antaranya adalah hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Umar sebagai berikut: 
 
صَلاَةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
 
Artinya: Shalat berjamaah mengungguli daripada shalat sendirian dengan selisih pahala 27 derajat. (HR Bukhari: 645) 
 
Karena saking tingginya derajat shalat berjamaah, beberapa orang merasa sayang jika sampai melakukan shalat sendirian tanpa berjamaah. Walaupun hanya mendapati tasyahud (tahiyat) akhirnya imam, orang akan berusaha bergabung meskipun hanya dapat waktu sedikit saja dari shalatnya imam. 
 
Mengapa demikian? Sebab hal tersebut berpengaruh besar terhadap nilai-nilai pahala yang akan diperoleh. Tentu tidak akan sama antara orang yang ikut jamaah sejak awal dengan yang hanya mendapati salamnya imam saja. Lepas dari itu semua, masing-masing tetap dinamakan jamaah dan pahalanya dengan shalat sendirian selisih 27 derajat. 
 
Bagaimana kalau ada orang yang mengejar ikut berjamaah, namun saat ia baru saja melakukan takbiratul ihram ternyata ia beriringan dengan salam imam?
 
Shalat makmum ini tetap sah. Namun karena persis beriringan dengan imam, makmum tidak boleh turun menyusul imam duduk melakukan tasyahhud akhir. 
 
ـ(مسألة: ب): أحرم والإمام في التشهد فسلم عقب إحرامه لم يجز له القعود لانقضاء المتابعة، فإن لم يسلم لزمه، فلو استمر قائماً بطلت إن تخلف بقدر جلسة الاستراحة اهـ
 
Artinya: “(Masalah: dikatakan oleh Abdullah bin Umar bin Abu Bakar bin Yahya). Ada seorang makmum melakukan takbiratul ihram sedangkan imam yang ia ikuti dalam posisi tasyahhud. Setelah makmum bertakbir, imamnya ternyata pas salam secara beriringan. Maka bagi makmum tidak boleh duduk menyusul kepada imam sebab gerakan imam yang harus diikuti oleh makmum sudah tidak ada lagi. 
 
Adapun apabila imam belum salam, ada sedikit waktu cukup, makmum harus segera menyusul tasyahhud imam. Kalau ia tetap berdiri, shalatnya batal jika jarak antara berdirinya makmum sampai menyusul duduk melebihi kadar kira-kira orang duduk istirahah shalat.” (Sayyid Abdurrahman Baalawi, Bughyah al-Mustarsyidin, Dârul Fikr, [Beirut, 1994), halaman 119.
 
Maksudnya, apabila makmum takbir, sedangkan imam masih tasyahhud belum salam, makmum harus segera menyusul mengikuti tasyahhud imam. Kalau ia takbir, namun tidak segera turun (berdiri terlampau lama), shalat makmum bisa batal, sebab ia tidak segera bergabung pada gerakan imam yang ia maksud. Berarti kalau sudah takbir makmum tidak boleh menunggu lama. 
 
Jarak lama yang dimaksud di sini adalah jarak kira-kira orang membaca tahiyyat paling cepat. Adapun menurut Imam Ibnu Hajar jaraknya adalah sekadar orang membaca doa duduk di antara dua sujud yaitu Rabbi ighfir lî warhamnî wajburnî wa ‘âfinî wa’fu annî
 
Berbeda jika menurut Imam Ramli. Ia menyatakan jarak antara takbir dengan menyusul duduk adalah sekedar orang baca subhanallah. Jadi apabila ada orang takbir, imamnya tasyahhud, makmun tidak segera turun tasyahhud, shalatnya batal. Wallahu a'lam.
 
(Ahmad Mundzir)