Syariah

Ini Deretan Imam yang Shalat Singkat di Kalangan Sahabat Nabi

Kam, 30 April 2020 | 12:00 WIB

Ini Deretan Imam yang Shalat Singkat di Kalangan Sahabat Nabi

(Ilustrasi: mrkenjikwok.com)

Imam Badruddin Al-Aini dalam Umadtul Qari syarah Shahih Bukhari menyebut para sahabat terkemuka yang mengimami shalat berjamaah dengan singkat tanpa mengurangi kesempurnaan shalat. Al-Aini menyebut mereka ketika menjelaskan anjuran Rasulullah untuk meringankan bacaan shalat bagi para imam.

Al-Aini menyebut sahabat Anas bin Malik RA yang meringankan bacaan saat shalat berjamaah. Tsabit menyaksikan cara sahabat Anas bin Malik RA menjadi imam shalat berjamaah. “Aku mengikutinya (Anas bin Malik) shalat isya. Lalu ia meringankan bacaan shalatnya,” kata Tsabit. (Badruddin Al-Aini, Umadtul Qari, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2001 M/1421 H], juz V, halaman 353).

Sahabat Sa’ad RA ketika di masjid memperpendek dan meringankan rukuk dan sujudnya. Tetapi ketika di rumah, ia melamakan rukuk dan sujud serta shalatnya. Ketika ditanya kenapa demikian, Sa’ad menjawab, “Kami adalah imam, diikuti banyak orang di belakang.” (Al-Aini, 2001 M/1421 H: V/353).

Sahabat Zubair bin Awwam RA suatu hari meringankan shalatnya. “Kalian adalah para sahabat nabi, paling singkat shalatnya?” tanya masyarakat. Zubair RA menjawab, “Kami ingin segera melenyapkan was-was setan.” Sahabat Ammar RA juga mengatakan, “Selesaikanlah segera shalat sebelum was-was setan datang.”

Sahabat Abu Hurairah RA pernah mengimami shalat berjamaah. Ia menyempurnakan rukuk dan sujudnya, juga meringankannya. Jamaah bertanya, “Apakah seperti ini shalat Rasulullah SAW?” “Benar, karenanya aku meringankannya.” (Al-Aini, 2001 M/1421 H: V/354)

Amar bin Maimun bercerita, ketika Sayyidina Umar ditikam orang, sahabat Abdurrahman bin Auf RA maju sebagai imam shalat berjamaah. Ia membaca dua surat paling pendek, yaitu Surat Al-Kautsar dan Surat An-Nashr. Ibrahim juga meringankan shalatnya ketika mengimami jamaah.

Abu Mujallaz mengatakan, para sahabat melakukan demikian dengan menyempurnakan gerakan dan rukun shalat dan meringankan shalat berjamaah. Mereka meringankan shalat untuk segera mengusir was-was. Semua atsar ini disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam karyanya. (Al-Aini, 2001 M/1421 H: V/354).

Keringanan shalat ini dipesan oleh Rasulullah untuk mereka yang mengimami di tengah banyak orang yang memiliki beragam kondisi pribadinya, mulai dari orang tua, orang lemah, orang sakit, atau orang yang memiliki keperluan lain.

Para sahabat terkemuka ini bukan mengada-ada. Mereka mengikuti anjuran Rasulullah SAW untuk meringankan shalat ketika berjamaah karena di belakang imam terdiri atas beragam orang dengan berbagai uzur, hajat, dan kepentingan.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِي النَّاسِ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَذَا الْحَاجَةِ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ ، فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Bila salah seorang kamu mengimami orang banyak hendaknya ia meringangkan karena di tengah jamaah terdapat orang dhaif, orang sakit, dan orang yang berhajat (orang lansia pada lain riwayat). Tetapi jika ia melakukan shalat sendiri, bolehlah ia melamakan shalat sesuai kehendaknya,’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud).

Para sahabat terkemuka itu juga bukan hanya mengikuti anjuran Rasulullah SAW. Mereka juga menyaksikan bagaimana Rasulullah SAW mengimami shalat berjamaah di tengah para sahabatnya sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَدْخُلُ الصَّلَاةَ أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأُخَفِّفُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ بِهِ

Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh aku memasuki sebuah sembahyang, ingin melamakan sembahyang itu, tetapi aku mendengar tangisan anak kecil, lalu kuringankan sembahyang itu dari karena beratnya perasaan ibu Karen tangis tersebut,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Mereka sebagai imam tentu saja mengambil batas wajar, tidak terlalu cepat (tafrith) sehingga mengabaikan kesempurnaan dan hak shalat, dan tidak terlalu lama (ifrath) sehingga menganiaya perasaan jamaahnya. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)