Syariah

Hikmah Pengurangan dari 50 ke 5 Waktu Shalat pada Malam Isra' Mi'raj

Sab, 13 Maret 2021 | 08:30 WIB

Hikmah Pengurangan dari 50 ke 5 Waktu Shalat pada Malam Isra' Mi'raj

Al-Bujairimi mencoba memancing dengan pertanyaan, “Bukankah Allah sudah tahu bahwa kewajiban shalat pada akhirnya berjumlah lima waktu. Lalu untuk apa awalnya diwajibkan 50 kali?”

Syekh Manna’ Al-Qaththan mengutip kesepakatan ulama perihal shalat lima waktu dalam sehari semalam yang diwajibkan pada malam Isra’ dan Mi’raj, yaitu sekira satu tahun sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Kota Madinah.


Ibadah shalat awalnya diwajibkan sebanyak 50 waktu dalam sehari semalam, tetapi kemudian terjadi negosiasi hingga akhirnya berjumlah lima waktu sebagaimana riwayat hadits perihal Isra’ dan Mi’raj. (Manna’ Al-Qaththan, Tarikhut Tasyri Al-Islami At-Tasyri wal Fiqh, [Riyadh, Maktabah Al-Ma’arif: 2012 M/1433 H], halaman 139).


Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menyebutkan hikmah di balik keringanan dan pengurangan waktu shalat dari 50 ke lima waktu shalat dalam sehari semalam pada malam Isra’ dan Mi’raj. Al-Bujairimi mencoba memancing dengan pertanyaan, “Bukankah Allah sudah tahu bahwa kewajiban shalat pada akhirnya berjumlah lima waktu. Lalu untuk apa awalnya diwajibkan 50 kali?”


فإن قيل هي في علم الله في الأزل خمس فما الحكمة في جعلها ليلة الإسراء خمسين ثم نسخها إلى الخمس؟ والجواب: أنه إنما فرضها سبحانه وتعالى خمسين مع علمه في الأزل أنها خمس ليظهر شرف النبي بقبول شفاعته في التخفيف . وأجيب بغير ذلك اه . م د على التحرير 


Artinya, “Jika ada pertanyaan, ‘Dalam ilmu Allah yang azali, shalat hanya lima waktu. Lalu apa hikmah membuat waktu shalat pada malam Isra’ dan Mi’raj menjadi 50 waktu?’ jawabnya, Allah tetap mewajibkannya 50 waktu yang dalam ilmu-Nya azali shalat tetap lima waktu untuk menyatakan kemuliaan Nabi Muhammad SAW melalui penerimaan syafaatnya dalam hal keringanan jumlah shalat dalam sehari semalam…,” (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: 2007 M/1427-1428 H], halaman 381).


Negosiasi jumlah shalat dalam sehari semalam, kata Al-Bujairimi, menunjukkan ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW di sisi Allah. Pengurangan waktu shalat dari 50 ke 5 waktu shalat dalam sehari semalam menjadi bukti kebenaran syafa’at Rasulullah SAW bagi umatnya. Tanpa syafaat tersebut, niscaya umatnya akan terjatuh dalam kesulitan.


Peristiwa Isra’ dan Mi’raj dengan pengurangan waktu shalat merupakan bukti kepedulian Rasulullah SAW, bukti kekuatan syafaat Rasulullah di sisi Allah, bukti manfaat syafaat Rasulullah SAW bagi umatnya di dunia, dan lebih-lebih kelak di akhirat.


Bagi Al-Bujairimi, kewajiban shalat 50 waktu yang Allah berikan pada awalnya bukan hal sia-sia. Allah dari azalai memang sudah mengetahui pada akhirnya kewajiban shalat bagi umat Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah lima waktu. Adapun penawaran 50 waktu menyimpan hikmah luar biasa yang menunjukkan kebesaran dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW di sisi Allah. Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan)