Risalah Redaksi

Tanpa Upaya Komprehensif, Pertarungan Melawan Covid-19 Akan Panjang

Ahad, 12 April 2020 | 08:15 WIB

Tanpa Upaya Komprehensif, Pertarungan Melawan Covid-19 Akan Panjang

Tiap negara bertanggung jawab mengoordinasikan seluruh wilayahnya dalam mencegah persebaran penyakit ini.

Semua pihak bekerja keras untuk menanggulangi wabah Covid-19. Namun, ketika ditanya, kapan Covid-19 akan berakhir? Atau sampai kapan masyarakat mampu bertahan tidak keluar rumah untuk bekerja? Tak ada yang mampu memberi jawaban pasti, sekalipun sejumlah lembaga atau ahli mengeluarkan berbagai prediksi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kecepatan penanganan atau besar kecilnya dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19. Sebagian faktor bahkan sulit atau bahkan tidak bisa dikendalikan. 

Upaya untuk mencegah penularan Covid-19 di antaranya dengan melakukan lockdown atau karantina wilayah. Namun, dalam dunia yang sudah terkoneksi yang satu bagian dengan bagian lainnya saling tergantung, maka pencegahan harus dilakukan secara komprehensif di seluruh negara dan wilayah serta dari banyak perspektif, bukan hanya kesehatan, tetapi faktor sosial, ekonomi, politik, dan lainnya. Kalau tidak, maka daerah yang sudah bebas Corona bisa kembali terinfeksi dari pendatang luar yang masuk.  

Dalam konteks lokal, Jakarta pada periode tertentu mampu melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merupakan lockdown wilayah. Kebijakan ini akan mampu mengurangi penyebaran Covid-19. Namun, bisa muncul gelombang kedua atau gelombang-gelombang selanjutnya karena masuknya orang-orang dari daerah lain atau bahkan negara lain. Hal ini dikarenakan Jakarta menjadi ibu kota negara dan penghubung arus keluar masuknya barang dan jasa dari seluruh Indonesia dan luar negeri. Banyak industri berpusat di sekitar Jakarta seperti di Kerawang, Bekasi, atau Tangerang, yang kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia atau dikirim ke luar negeri. Sementara untuk bahan baku dan tenaga kerja, industri tersebut mengambil dari daerah atau negara lainnya. 

Dalam konteks global, banyak produsen mengalihdayakan komponen-komponen produk barangnya ke berbagai belahan dunia kepada produsen yang mampu memasok dengan biaya paling rendah. Satu telepon pintar yang kita miliki memiliki komponen yang diproduksi di berbagai belahan dunia sebelum kemudian dirakit di Amerika, Korea Selatan, atau China dan akhirnya dijual kembali ke seluruh dunia. Penghentian sama sekali akses dari luar negeri, termasuk dari negara-negara yang terkena wabah menjadi faktor yang sulit. 

Pembatasan interaksi juga susah dilakukan di negara yang berada di dataran luas dengan perbatasan yang sulit dijaga. Sebagai contoh, orang dari Pakistan atau Iran dan dari negara sekitarnya dapat saling berhubungan dari perbatasan-perbatasan yang tidak dijaga atau penjagaan yang lemah. Jika ada satu negara yang belum mampu mengatasi wabah ini, sekalipun yang lain sudah mampu menanganinya, maka ada kemungkinan wabah tersebut menyebar kembali. 

Solusi parsial akan memunculkan kembali virus ini di negara lain atau wilayah lain dalam  siklus yang tidak terbatas, kecuali sudah berhasil ditemukan virus atau ketika masyarakat sudah mencapai tahap kekebalan massal (herd immunity). Berpikir secara komprehensif dan kemudian memastikan setiap orang mengerjakan perannya masing-masing akan membuat wabah ini cepat selesai dengan jumlah korban minimal.

Dalam konteks global, WHO menjadi garda terdepan untuk penanganan bidang kesehatannya. Mereka telah memberikan panduan dan langkah-langkah yang mesti dilakukan oleh negara-negara yang terjangkiti Covid-19. Namun, peran WHO saja tidak cukup untuk mengatasi masalah ini karena terdapat aspek sosial ekonomi. Amerika Serikat mampu memberi stimulus senilai dua triliun dollar yang setara dengan 32 ribu triliun rupiah. Di sisi lain, India tidak memiliki kapasitas yang sama dalam menangani penyakit ini. Kerja sama ekonomi ini untuk memastikan adanya dukungan bagi negara-negara yang memiliki kapasitas terbatas dalam penanganan Covid-19. Pertemuan virtual G-20 telah melahirkan komitmen bersama untuk penanggulangan dan pencegahan virus ini. Sayangnya, masing-masing masih sibuk dengan masalah internal dalam negerinya.

Dalam konteks negara, masing-masing negara bertanggung jawab agar mampu mengoordinasikan seluruh wilayahnya dalam mencegah persebaran penyakit ini. Jakarta telah melakukan karantina wilayah. Namun, jika kota besar lainnya seperti Bandung, Makassar, Surabaya, atau Medan tidak melakukan hal yang sama, maka orang-orang dari kota lain yang datang ke Jakarta beberapa waktu kemudian setelah kasus di Jakarta menurun, akan menaikkan lagi jumlah orang yang terpapar. 

Dalam konteks yang sangat lokal di tingkat desa, kelurahan, sampai RW/RT, maka memastikan kondisi kesehatan warga terkontrol dan memberi bantuan mereka yang kemudian terjangkiti akan mempercepat penanganan dan melokalisir penyebaran virus ini. Banyak komplek perumahan kini melarang orang luar masuk kompleks. Ini semua merupakan antisipasi penyebaran penyakit. Sayangnya, sebagian bahkan bertindak berlebihan seperti menolak jenazah korban Covid-19.
 
Kompleksitas permasalahan ini tidak mudah diurai dan menjadi tantangan dalam penyelesaian secara komprehensif Covid-19. Para ahli kesehatan telah berkolaborasi untuk menciptakan vaksin. Para ahli teknologi seharusnya manciptakan aplikasi bersama yang membantu mengontrol kesehatan setiap orang di bumi ini. Komitmen pendanaan global seharusnya segera dieksekusi. Organisasi agama mengeluarkan pedoman dalam menjalankan ibadah tanpa risiko penyebaran virus dan menenangkan umat. Bidang-bidang lain dapat memberi kontribusi sesuai dengan kapasitasnya. Jika ini dapat dilakukan, maka penyelesaian wabah ini akan berjalan dengan cepat. (Achmad Mukafi Niam)