Risalah Redaksi

Sudahkah Masjid Menyumbang Kesejahteraan Umat?

Sab, 27 Juli 2019 | 10:15 WIB

Sudahkah Masjid Menyumbang Kesejahteraan Umat?

Apa pentingnya masjid megah ketika masyarakat di sekitarnya tetap susah? Ilustrasi (Wikipedia)

Seiring dengan peningkatan kemampuan ekonomi dan ghirah beragama umat Islam Indonesia, pembangunan fisik masjid marak di mana-mana. Masjid-masjid lama direnovasi atau diperluas dengan kondisi yang lebih bagus. Pembangunan masjid baru pun berjalan di berbagai lokasi, terutama di daerah-daerah pengembangan pemukiman baru. Bentuk masjid baru juga tidak konvensional berbentuk kubah dan lengkung-lengkung ala tradisi Timur Tengah, tetapi telah berkembang dengan memadukan berbagai unsur budaya yang diolah oleh para arsitek. 

Masyarakat pun sangat bersemangat untuk memberikan sumbangan renovasi atau pendirian masjid ini. Islam mengajarkan bahwa mewakafkan sesuatu untuk kepentingan agama, maka pahalanya akan terus mengalir selama harta wakaf tersebut masih dimanfaatkan. Ongkos pembangunan yang mencapai ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah bukan masalah yang terlalu besar.

Sekalipun dibangun dengan megah, sayangnya di banyak masjid jamaah shalatnya sepi. Hanya ramai ketika shalat Jumat atau momen-momen tertentu seperti Idul Fitri atau Idul Adha. Di luar aktivitas ibadah tersebut, masjid layaknya seperti monumen yang dibanggakan karena keindahan dan kemegahannya, tetapi kurang pemanfaatannya. Ratusan juta atau miliaran rupiah yang sudah dikeluarkan oleh para donatur kurang memberikan nilai tambah karena pemanfaatanya yang kurang maksimal karena sehari-hari hanya diisi oleh jamaah yang jumlahnya hanya beberapa shaf.

Pada zaman Rasulullah, masjid menjadi pusat segala aktivitas, dari ibadah, pendidikan, sampai dengan pemerintahan. Seiring perkembangan zaman, masing-masing fungsi memisahkan diri. Pendidikan madrasah membangun gedung sendiri, pemerintahan memiliki kantor sendiri, berbagai ruang pertemuan dan rapat dibangun untuk mengakomodasi beragam kepentingan. Yang tersisa di masjid adalah fungsi sebagai tempat ibadah. Pandangan ini yang diyakini oleh sebagian pengurus masjid. Karena itu, ketika membangun masjid, yang dipikirkan hanyalah sebagai fasilitas untuk ibadah.

Ketika membangun masjid, dari awal penting untuk dipikirkan bagaimana menghidupkan aktivitasnya. Ketika bangunan fisik sudah selesai, maka hal tersebut barulah awal dari beragam aktivitas yang sesungguhnya. Ketika pembangunan masjid selesai, maka donasi bukan berarti selesai. Banyak orang bersemangat untuk membantu pembangunan masjid dengan menyumbangkan semen, bata, besi, dan kebutuhan pembangunan lainnya. Ketika diminta untuk membantu aktivitas dakwah, banyak yang enggan membantu karena tidak ada fisik yang terlihat. Edukasi kepada masyarakat juga penting untuk meningkatkan pemahaman soal pentingnya dukungan untuk menghidupkan aktivitas masjid dalam beragam bentuk, bukan hanya pembangunan fisik saja. 

Ada banyak fungsi yang sebenarnya bisa dikembangkan untuk memaksimalkan keberadaan masjid. Pusat pendidikan masih merupakan hal yang paling memungkinkan. Pengajian rutin yang diselenggarakan dalam waktu tertentu, majelis taklim, raudhatul athfal, dan lainnya akan membuat masjid menjadi hidup dan ramai dengan beragam aktivitas. Pengetahuan keagamaan muslim Indonesia masih dalam taraf dasar. Kunjungan-kunjungan ke situs internet yang mengambil segmen keislaman, termasuk NU Online, menunjukkan bahwa artikel-artikel yang paling sering dibaca adalah artikel dasar-dasar keislaman. Dengan demikian, pengajaran dan pemberian bimbingan materi-materi dasar keislaman merupakan hal yang penting diselenggarakan di masjid.

Anak-anak perlu dikenalkan di masjid. Kenangan indah selama masa kecil di masjid akan menjadi memori kuat untuk terus merasa dekat dengan masjid sampai kapanpun.  Namanya anak-anak, semua hal adalah permainan. Karena itu, mereka tetap perlu diawasi dan diarahkan agar tidak menganggu ibadah. Melarang anak-anak untuk berada di masjid demi alasan ketenangan bukanlah tindakan yang tepat. Memberikan ruang bagi mereka untuk beraktivitas yang edukatif dan menyenangkan merupakan salah satu strategi yang bisa digunakan. Bentuknya bisa disesuaikan dengan lingkungan masing-masing masyarakat.

Dakwah efektif ketika mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Jangan sampai masjidnya megah, sementara di sekeliling masjid, masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika takmir masjid mampu menjadi pengelola ZIS untuk disalurkan kepada masyarakat sekitarnya, maka keberadaan masjid akan sangat bermakna bagi masyarakat. Konsep masjid hanya meminta sumbangan kepada masyarakat untuk pembangunan saja layak untuk dipikirkan ulang. Buat apa masjid bagus-bagus sementara penduduk sekitarnya miskin. Yang lebih utama adalah bagaimana masyarakat sekitar masjid merasakan keberadaan masjid mampu membantu mengatasi sebagian persoalan kehidupan mereka, baik spiritual, sosial, atau ekonomi.

Agar masjid bisa menjalankan banyak fungsi, tentu saja desain masjid harus tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ibadah, tetapi juga memberi ruang untuk melaksanakan beragam aktivitas. Ruang-ruang multifungsi yang bisa digunakan untuk banyak aktivitas akan membuat prosesi ibadah tidak terganggu sementara aktivitas lainnya bisa berjalan dengan baik. Pendirian sebuah masjid, tidak lagi hanya memikirkan bahwa ke depannya, masjid hanya difungsikan untuk keperluan shalat, tetapi konsep layanan keislaman yang lebih luas. Untuk masjid yang sudah berdiri lama, maka perlu pengelolanya merancang visi ke depan layanan seperti apa yang akan diberikan kepada jamaah. Harus dipikirkan, bagaimana masjid ini pada 20-30 tahun ke depan, apakah tetap saja seperti sekarang atau sudah mampu memberi layanan yang lebih baik kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. 

Potensi-potensi tersebut bisa berjalan dengan baik jika takmir masjid kreatif dalam mengelola masjid. Untuk itu, mereka tidak cukup hanya memahami persoalan-persoalan keagamaan saja, tetapi juga soal manajemen dan pengembangan masjid. Sejumlah masjid berada di lokasi strategis, tetapi kurang maksimal karena takmirnya hanya menjalankan apa yang sudah berlaku sebelum-sebelumnya, padahal inovasi pelayangan sangat penting untuk menarik. Sejumlah masjid menjadi ramai dan hidup sementara lainnya tetap menjalankan aktivitas standard karena perbedaan peran pengelola.

Di sinilah peran strategis asosiasi pengelola masjid seperti Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU), Dewan Masjid Indonesia, atau organisasi ketakmiran masjid yang berada di bawah naungan ormas lainnya. Asosiasi ini dapat menjadi ruang belajar bersama tentang praktik-praktik terbaik pengelolaan masjid, tempat belajar dan berbagi pengalaman, serta membicarakan berbagai hal bagaimana mengembangkan peran masjid. Kini saatnya mengembangkan konsep masjid sebagai pusat kehidupan umat yang melayani beragam kebutuhan keagamaan. (Achmad Mukafi Niam)