Risalah Redaksi

Mengingatkan Kembali akan Bahaya Covid-19

Ahad, 30 Agustus 2020 | 10:00 WIB

Mengingatkan Kembali akan Bahaya Covid-19

Indonesia bisa berkaca pada Malaysia yang situasinya tak jauh berbeda atau bahkan dengan Vietnam yang dalam banyak hal kondisinya masih di bawah Indonesia tetapi berhasil mengendalikan pandemi ini.

Kasus harian Covid-19 telah menembus angka 3 ribu pada 28 Agustus 2020. Tren kasus terus menunjukkan kenaikan. Dari sebelumnya, 100, 300, 700, 1.000, dan 2.000-an sampai akhirnya menembus 3.000. Kita tak tahu sampai kapan titik puncaknya. Bisa saja dalam bulan ke depan mencapai 5 ribu atau bahkan lebih. Dan yang memprihatinkan, masyarakat bukannya semakin berhati-hati terhadap peningkatan risiko ini. Sebagian malah mengabaikan bahaya kemungkinan mereka tertular virus berbahaya ini. Mungkin hal itu yang menjadi salah satu penyebab peningkatan kasus.


Dengan terus meningkatnya kasus, maka kehidupan belum berjalan dengan normal sebagaimana sebelumnya. Sejumlah sektor usaha belum bisa buka atau tidak beroperasi dengan normal. Dengan demikian, masyarakat kesulitan mengakses beberapa kebutuhan yang saat ini layanannya masih ditutup. Di sisi lain, para karyawan tidak bisa bekerja, sementara  kebutuhan sehari-harinya harus tetap dipenuhi. Mereka harus mengandalkan diri pada tabungan atau dukungan dari keluarga terdekat. Semuanya dirugikan.


Pemerintah telah mengucurkan sejumlah paket stimulus ekonomi dengan nilai total Rp695,2 triliun untuk mengatasi pandemi ini dan menjaga agar aktivitas ekonomi tetap berjalan. Di sisi lain pendapatan negara dari pajak menurun. Untuk itu, negara terpaksa berutang untuk menutupi pengeluaran tersebut. Cicilan utang ini akan menjadi beban keuangan negara selama bertahun-tahun ke depan.


Sektor pendidikan juga yang paling terdampak. Hasil pembelajaran secara daring tentunya tidak sama dengan interaksi tatap muka antara pendidik dan pelajar di kelas. Apalagi ditambah dengan problem akses internet yang tidak stabil atau bahkan tiadanya koneksi internet. Kebutuhan HP dengan spesifikasi tertentu, dan beragam soal lainnya yang tidak dimiliki orang tua murid. Pengetahuan yang berhasil diserap atau keterampilan yang dipelajari selama pandemi ini jauh menurun dibandingkan dengan kondisi normal. Ini akan berdampak pada tingkat pengetahuan, kemampuan penalaran, atau keterampilan yang nanti dimiliki para siswa.


Yang harus terus berjibaku dalam situasi seperti ini adalah tenaga kesehatan. Para dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya menjadi garda terdepan yang menangani kasus ini. Sebagian dari mereka telah tertular dan bahkan ada yang meninggal. Mereka menjadi bagian dari hilir persoalan yang harus menuntaskan persoalan-persoalan di hulunya, tanpa tahu sampai kapan hal tersebut harus terus dijalani. 


Kematian satu orang, bukan sekadar angka yang kemudian diolah menjadi data statistik atau bukan pula sekadar pekerja yang dengan mudah posisinya digantikan dengan orang lain. Manusia berinteraksi satu dengan yang lain dalam ikatan emosional yang kuat. Mereka juga memiliki keluarga yang mengasihinya. Kehilangan satu anggota keluarga yang menjadi penopang kehidupan berarti bencana bagi keluarga yang ditinggalkan. Bagi publik, kematian seorang dokter kompeten adalah sebuah kehilangan besar. Masa-masa produktif yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membantu banyak orang menjadi hilang. Investasi negara untuk mendidik para tenaga kesehatan tiba-tiba musnah.


Kemampuan dalam mengatasi pandemi ini ternyata tidak selalu terkait dengan kemajuan sebuah negara dan kapasitas kesehatan yang dimiliki. Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya ternyata harus bertekuk lutut sebagai negara dengan jumlah kasus tertinggi dengan korban meninggal terbanyak. Sebuah laporan mengungkapkan, negara yang dipimpin oleh kelompok sayap kanan merupakan negara yang paling menderita. Tiga di antaranya adalah Amerika Serikat, Brasilia, dan Inggris. Kebijakan pemimpin tertinggi yang tidak pas diduga menjadi penyebab malapetaka ini. 


Indonesia bisa berkaca pada Malaysia yang situasinya tak jauh berbeda atau bahkan dengan Vietnam yang dalam banyak hal kondisinya masih di bawah Indonesia tetapi berhasil mengendalikan pandemi ini. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan agar situasinya menjadi lebih baik. 


Ketika ditanya, apakah Indonesia sudah mampu menangani masalah ini, jawabannya juga tergantung pada acuan yang digunakan. Saat dibandingkan dengan Malaysia atau Vietnam, kita terlihat jelek. Namun, jika dibandingkan dengan India dan Amerika Serikat yang korbannya sudah mencapai jutaan maka kita cenderung baik. Pemerintah tentu saja akan menggunakan perbandingan dengan AS dan India agar terlihat baik. 


Penilaian yang jujur adalah dengan melihat seberapa besar sesungguhnya kapasitas yang kita miliki dalam menangani pandemi ini. Sebagai contoh, ketidakpercayaan sebagian masyarakat bahwa Covid-19 merupakan sebuah virus yang harus diwaspadai atau keengganan masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan menjaga jarak sosial menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjalin komunikasi publik yang baik. 


Pemerintah memiliki perangkat dari tingkat pusat sampai desa untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang dilakukan tepat sasaran. Tak bisa dinafikan bahwa ada banyak kepentingan dalam setiap kebijakan pemerintah atau perbedaan kapasitas, namun sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah sangat besar. Rakyat umumnya akan mengikuti kebijakan pemerintah jika pesan disampaikan dengan baik serta ada perangkat kontrol untuk memastikan pelaksanaannya. Jika ada jarak antara kebijakan dan pencapaiannya, maka perlu dilakukan evaluasi, apakah kebijakannya yang salah atau proses eksekusi kebijakan tersebut yang tidak berjalan dengan baik. 


Semakin lama virus ini tidak tertangani, semakin besar pengorbanan yang ditanggung oleh seluruh masyarakat. Secara pribadi sebagian besar masyarakat mungkin tidak terkena Covid-19. Namun mereka tetap terdampak atau dirugikan karena tidak bisa bepergian dengan bebas, kehilangan pekerjaan, pendidikan yang tidak bisa berjalan dengan normal, munculnya rasa khawatir yang berkelanjutan, atau persoalan  lainnya. Mari kita bersama-sama menjaga diri dari bahaya virus ini dengan mengikuti protokol kesehatan. (Achmad Mukafi Niam)