Risalah Redaksi

Menata Organisasi dengan Perbaikan Database

Sen, 20 Juni 2016 | 16:01 WIB

Sebagai organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia, pengikut yang dimiliki sangat banyak dan aset yang ada tentu sangat besar. Sayangnya ketika ditanya berapa jumlah pasti anggota NU, tak seorang pun bisa menjawabnya. Demikian pula ketika ditanya soal jumlah asetnya, tak diketahui secara pasti. Padahal data itu sangat penting sebagai pijakan dalam mengambil kebijakan atau menilai perkembangan NU dari masa ke masa.

Organisasi yang baik bisa diibaratkan dengan pohon besar yang akarnya menghunjam ke bumi sedangkan dahannya menjulang ke langit. NU berdiri kokoh untuk melindungi orang yang berteduh di bawahnya dan mampu menghadapi topan dan badai. Hal tersebut hanya mungkin jika organisasi mengetahui dengan baik kondisi internal organisasinya.

Persoalan tersebut bukannya tidak disadari oleh para pengurus. Setiap periode kepengurusan, selalu terdapat upaya untuk memperbaiki database yang dimiliki NU, terutama terkait dengan keanggotaan melalui kartu anggota NU (Kartanu), tetapi hal tersebut bukanlah persoalan yang mudah. Salah satu persoalannya adalah penyerahan pembuatan kartanu ke wilayah dan cabang NU sehingga data yang ada tidak terintegrasi, dan masing-masing daerah menggandeng mitra kerja yang berbeda.

Terobosan yang kini dicoba dilakukan adalah membuat kartanu secara nasional dengan menggandeng sebuah bank BUMN terbesar di Indonesia. Dengan demikian, integrasi database secara nasional diharapkan terwujud.

Pendaftaran kartanu yang sedang berlangsung kali ini, sekaligus ingin mengetahui struktur demografis para pendaftar sehingga akan diketahui profil warga NU secara umum seperti apa pekerjaannya, berapa penghasilannya, bagaimana pendidikannya, dan lainnya. Dari situ, NU dapat memetakan dan mengatur strategi pemberdayaan warganya.

Persoalan umum warga NU seperti kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan dipahami oleh para pengurus, tetapi informasi-informasi tersebut tidak tersaji secara detail dan diketahui perkembangannya dari waktu ke waktu.

Kemajuan teknologi saat ini menyebabkan pengelolaan database tidak semahal atau serumit pada masa lalu. Proses pengumpulan dan pengelolaannya bisa dilakukan dengan efisien. Peluang ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh NU untuk kemajuan organisasi.

Jika pendaftaran kartanu ini bisa berlangsung sukses, langkah selanjutnya adalah mendata aset-aset NU. NU memiliki sekolah, rumah sakit, klinik kesehatan, tanah wakaf, dan aset-aset lainnya yang jumlahnya sangat besar. Pada masa lalu, karena pengelolaannya kurang rapi, seringkali akhirnya menjadi persoalan di kemudian hari, bahkan tak sedikit aset yang hilang.

Kerja sama sertifikasi tanah wakaf dengan Badan Pertanahan Nasional merupakan bagian dari upaya merapikan aset-aset tersebut. Upaya menyatukan seluruh kepemilikan aset di bawah nama NU juga langkah yang sangat baik. NU layaknya holding company atau induk perusahaan yang memiliki anak atau cucu, bahkan cicit usaha yang masing-masing memiliki aset. Neraca konsolidasi harus mampu dibikin untuk mengetahui sebenarnya besarnya aset yang dimiliki.

Jika NU sudah mampu melakukan hal tersebut, maka tata kelola NU sudah sangat baik. Ini sekaligus juga menjadi acuan kinerja bagi pengurus selama lima tahun, apakah pengurus mampu mengelola dan mengembangkan asetnya dengan baik. (Mukafi Niam)