Risalah Redaksi

NU DKI Jakarta sebagai Mercusuar Islam Wasathiyah di Indonesia

Ahad, 4 April 2021 | 08:00 WIB

NU DKI Jakarta sebagai Mercusuar Islam Wasathiyah di Indonesia

NU DKI Jakarta memiliki peran vital untuk menjadi mercusuar Islam wasathiyah di Indonesia, mengingat posisinya yang sangat strategis yang tidak dimiliki oleh NU di wilayah lainnya.

Jakarta menjadi pusat segala aktivitas penting di Indonesia, termasuk gerakan dakwah yang pengaruhnya tersebar ke seluruh penjuru Tanah Air. Karena itu, organisasi Islam selalu menjadikan Jakarta sebagai basis gerakan dan narasi dakwah di Indonesia. Mereka yang mampu mengembangkan gerakan dan pemikirannya di Jakarta akan memiliki dampak yang kuat pada pengaruh organisasi dan cara berpikir masyarakat secara keseluruhan di Indonesia. 


Perebutan narasi keagamaan dilakukan oleh berbagai bentuk pemikiran Islam. Mulai dari pengusung Islam moderat, liberal, hingga konservatif. Semuanya menjadikan Jakarta sebagai panggung memperjuangkan idenya. Dalam konteks seperti ini, maka keberadaan PWNU DKI Jakarta menjadi sangat strategis sebagai pusat gerakan Islam wasathiyah (moderat).


Yang membuat Jakarta menjadi pusat perhatian di Indonesia adalah karena posisinya sebagai pusat politik kekuasaan. Presiden, DPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya berkantor pusat di Jakarta. Keputusan-keputusan yang diambil oleh lembaga pemerintahan tersebut mempengaruhi kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan negara yang terkait dengan kehidupan beragama ditentukan berdasarkan saran, masukan, bahkan lobi-lobi yang dilakukan oleh berbagai pihak di Jakarta. DPR RI berwenang membuat undang-undang yang berpengaruh terhadap kehidupan agama, Kementerian Agama secara langsung mengurusi masalah agama yang ditangani oleh negara. Bahkan presiden secara langsung memutuskan persoalan strategis yang terkait dengan agama. 


Mengingat agama menjadi faktor penting dalam kehidupan beragama di Indonesia, maka, acara-acara besar keagamaan yang mengumpulkan massa besar untuk menunjukkan pengaruh organisasi massa seringkali digelar di Jakarta. Hal ini karena peristiwa di Jakarta memiliki peluang untuk diliput media massa nasional bahkan internasional, mengingat seluruh TV nasional dan berbagai media massa arus utama berkantor pusat di Jakarta. Para jurnalis juga lebih mudah mengakses peristiwa yang terjadi di Jakarta dibandingkan dengan lokasi lain. 


Sebagai pintu masuk dari berbagai pengetahuan paling baru dan teknologi tercanggih, Jakarta juga menjadi pusat gerakan inovasi dakwah dalam bentuk film, seni, konten media sosial, atau strategi dakwah lainnya umumnya diinisiasi di Jakarta yang jika berhasil, diadaptasi wilayah lainnya mengingat para pelaku industri kreatif umumnya juga berkumpul di Jakarta. Dengan memiliki basis di Jakarta, maka organisasi Islam akan mengakses inovasi terbaru dengan lebih cepat.


Yang membuat Jakarta menjadi lahan dakwah dengan tantangan yang besar adalah tingginya tingkat pluralitas. Orang datang dari berbagai penjuru Indonesia dengan berbagai latar belakang pandangan keagamaan. Kita dengan mudah bertemu orang yang memiliki pandangan agama yang mewakili dua titik ekstrem, dari yang sangat liberal dan sangat konservatif. Dua-duanya berusaha mengekspresikan pandangan keagamaannya dan bersaing membangun pengaruh. Tak jarang situasi ini menimbulkan perdebatan sengit di antara para pengusungnya, bahkan melibatkan pengumpulan massa untuk menunjukkan kekuatannya. 


Di Jakarta, mereka yang berusaha mencari peruntungan mulai dari yang memiliki pendidikan sangat tinggi dengan wawasan luas sampai dengan orang-orang yang hanya bermodal nekad untuk mengadu nasib di ibu kota yang konon lebih kejam daripada ibu tiri. Situasi seperti ini berpengaruh terhadap cara mereka memandang agama. Kelompok intelektual lebih kritis dalam menilai sebuah ajaran agama, sementara kelompok yang kurang berpendidikan bisa sangat dogmatis dan literal dalam memaknai agama. Persoalan seperti ini bisa berdampak pada penyikapan terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dalam agama. 


Peluang serta tantangan ini menjadi dinamika yang mesti dihadapi oleh organisasi-organisasi dakwah Islam yang akan mematangkan dirinya. Jika berhasil menghadapi tantangan yang lebih besar di Jakarta, maka ormas Islam akan lebih mudah menghadapi persoalan di daerah yang kompleksitas persoalannya lebih rendah.


Secara kultural masyarakat Betawi menjalankan amaliyah agama berdasarkan ajaran Ahlusunnah wal  Jamaah an-Nahdliyah. Ini tentu modal besar yang dapat digunakan dalam menjalankan ajaran aswaja. Tinggal bagaimana supaya orang-orang yang amaliyahnya NU, fikrah atau pemikirannya juga selaras dengan NU. Selanjutnya, untuk menjadi kader inti, maka harakahnya juga harus gerakan yang diperjuangkan NU. Hal ini tentu bukan sesuatu yang bisa datang dengan tiba-tiba, melainkan mesti diperjuangkan secara bersama-sama secara konsisten.


Momentum konferensi wilayah NU DKI Jakarta pada awal April 2021 ini menjadi ruang bersama untuk membahas berbagai program prioritas sekaligus upaya rencana implementasinya. Banyak kader NU dengan kemampuan mumpuni yang bisa dilibatkan mengelola organisasi. Jakarta sebagai sebagai pusat ekonomi Indonesia seharusnya memiliki potensi sumber pendanaan besar bagi organisasi. Semua hal tersebut membutuhkan kerja bersama. Berbagai potensi yang masih terpisah-pisah tersebut mesti disatukan menjadi sebuah kekuatan. 


NU DKI Jakarta memiliki peran vital untuk menjadi mercusuar Islam wasathiyah di Indonesia, mengingat posisinya yang sangat strategis yang tidak dimiliki oleh NU di wilayah lainnya. Kerja-kerja dakwah dan keumatan yang telah dicapai oleh kepengurusan sebelumnya dapat menjadi bekal untuk meraih prestasi yang lebih baik di masa depan. Namun, situasi masyarakat yang berbeda membutuhkan strategi dakwah yang tidak sama dengan upaya yang selama ini berhasil dijalankan di daerah lainnya. (Achmad Mukafi Niam)