Risalah Redaksi

Mengawal Dana Penanganan Covid-19 untuk Pesantren

Ahad, 20 September 2020 | 09:30 WIB

Mengawal Dana Penanganan Covid-19 untuk Pesantren

Sunat-menyunat dana hibah ini merupakan bagian dari tradisi koruptif masa lalu yang mesti diberantas.

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar 2,599 triliun untuk pesantren sebagai bagian dari upaya pencegahan Covid-19 di lingkungan pesantren. Dana dibagi berdasar kategori pesantren, kecil, sedang, dan besar yang masing-masing mendapat dana 25, juta, 40 juta, dan 50 juta. Jumlah tersebut tidak besar jika dibagi per santri.  Sayangnya, masih saja ada oknum-oknum tertentu yang berusaha menyunat hak pesantren tersebut. Laporan yang dari Kemenag menyatakan adanya sejumlah indikasi tersebut di beberapa daerah. Sejumlah pengelola pesantren juga menyampaikan ke NU Online adanya upaya tersebut.


Sejumlah mekanisme telah dibuat untuk mencegah pemotongan dana seperti pembentukan tim Saber Pungli, sarana pelaporan melalui telepon dan media sosial atau sejumlah langkah lain. Namun demikian, di mana-mana pelaku kejahatan selalu melangkah lebih depan untuk mencegah terendusnya aksi-aksi tak bermoral yang mereka lakukan. 


Dana untuk pesantren sebenarnya sudah masuk langsung ke masing-masing rekening pesantren. Ini mekanisme yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu ketika dana bantuan disalurkan secara berjenjang yang kemudian masing-masing jenjang berpotensi memotong sebagai biaya “jasa” pengurusan. Modus yang berlaku saat ini adalah para makelar dana hibah tersebut mendatangi ke pesantren seolah-olah mereka yang memperjuangkan pesantren tersebut supaya mendapatkan dana hibah. Dari dana yang masuk tersebut mereka meminta bagian tertentu.


Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU (RMINU) atau Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama secara tegas telah mengeluarkan surat edaran bahwa tidak ada pemotongan atas dana hibah dari pemerintah tersebut. Bantuan tersebut murni diperuntukkan untuk memperkuat kapasitas pesantren dan menghadapi pandemi Covid-19 mengingat pesantren sebagai lembaga pendidikan berasrama juga memiliki potensi menjadi tempat penyebaran virus Corona.  


Sunat-menyunat dana hibah ini merupakan bagian dari tradisi koruptif masa lalu yang mesti diberantas. Sebagian penerima hibah merasa seperti mendapat uang cuma-cuma. Psikologi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para oknum untuk memotong dana dengan berpura-pura seolah-olah mereka yang memperjuangkan dana tersebut. Seolah-olah tanpa bantuan mereka, pesantren tidak akan mendapatkan hibah. Padahal, ada atau tidak ada oknum itu, dana hibah tetap turun asal pesantrennya memenuhi syarat.  


Dalam masa-masa krisis, pemerintah selalu memberi stimulus kepada berbagai kelompok masyarakat untuk mencegah agar mereka mampu bertahan menghadapi masa-masa sulit tersebut. Pemberian stimulus yang besar dilakukan pemerintah pada krisis ekonomi 1998. Pada saat itu pula terjadi perampokan dana milik pemerintah, termasuk oleh sejumlah konglomerat yang sebelumnya dibantu agar mereka mampu bertahan dalam krisis. Sejumlah kasus hukum masih belum selesai hingga saat ini. Krisis ekonomi tahun 2008 membuat sejumlah sektor ekonomi mengalami kontraksi tajam. Sekali lagi terdapat skandal Bank Century yang melibatkan dana negara yang dirampok sebesar 6,7 triliun lebih. 


Persoalan yang muncul ke publik hanyalah masalah yang besar-besar saja, sementara penyalahgunaan dana-dana bantuan untuk kelompok masyarakat dalam jumlah yang tidak terlalu besar tetapi masif tak terdeteksi dengan baik.  Contoh yang mengemuka bantuan kepada keluarga kurang mampu yang tak tepat sasaran karena oknum perangkat pemerintah memilih keluarganya sendiri atau orang-orang yang disukainya, sedangkan mereka yang benar-benar membutuhkan tidak menerima manfaat.  


Menumbuhkan pemahaman kepada pengelola pesantren bahwa dana yang mereka terima sepenuhnya hak pesantren tanpa pemotongan sepeser pun akan memperkuat kesadaran psikologis untuk lebih berani menolak permintaan yang tidak wajar tersebut. Dalam situasi pandemi, yang menerima dukungan dari pemerintah bukan hanya pesantren, tetapi juga lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Bahkan bantuan yang mereka terima jauh lebih besar dibandingkan dengan yang diterima pesantren. 


RMINU dalam hal ini juga memiliki peran strategis untuk memastikan bantuan tersebut sampai ke sasaran secara utuh. Sebagai asosiasi yang mewakili kepentingan pesantren, RMI dapat memberikan penjelasan tentang maksud dan pemanfaatan dana tersebut; serta membantu melakukan pengawasan dengan memberi ruang untuk melaporkan jika ada kemungkinan penyunatan. Dengan bersatu, maka para pencoleng dana pesantren akan berpikir dua kali untuk mengganggu hak pesantren.


Mengingat sebagian dana telah disalurkan, maka kemungkinan adanya penyunatan tersebut harus tetap diproses. Hal ini penting untuk menimbulkan efek jera di masa mendatang. Jangan sampai para tukang sunat tersebut merasa aman-aman saja telah sukses memperdayai pesantren, menikmati hasilnya hasilnya dan berencana mengulang modus yang sama di masa yang akan datang jika ada kesempatan.


Perbaikan sistem dengan pengawasan kelembagaan yang lebih baik akan membuat dana-dana yang dialokasikan ke pesantren dapat terkelola dengan lebih transparan dan akuntabel. Pemerintah dapat membuat model pengelolaan dana seperti manajemen dana BOS untuk sekolah yang sudah cukup baik. Ketika ada pihak-pihak tertentu yang menekan untuk meminta dana, pihak sekolah lebih berani menolaknya seperti ancaman mundur yang dilakukan oleh 64 kepala sekolah SMP Negeri di Indragiri Hulu Riau ketika ada oknum LSM bekerja sama dengan oknum penegak hukum berusaha memeras dana BOS. 


Peningkatan tata kelola ini semakin krusial mengingat UU Pesantren sudah disahkan yang mana negara akan memberikan dukungan yang lebih besar ke pesantren supaya menjadi lebih baik. Tanpa pengelolaan yang baik, maka bantuan pemerintah rawan bocor ke tangan yang tidak berhak.


Dalam jangka pendek ini, tugas kita bersama adalah mengawal supaya hak pesantren itu diterima secara utuh agar dana yang jumlahnya tak seberapa ini dapat digunakan untuk mendukung pesantren menghadapi masa-masa sulit. Dengan kesadaran bersama untuk berani menolak dan melakukan pengawasan, maka tukang sunat akan kesulitan untuk menggelapkan uang. (Achmad Mukafi Niam)