Ramadhan

Sperma Keluar Setelah Fajar akibat Seks Sebelum Fajar, Puasanya Sah?

Ahad, 2 Juni 2019 | 08:45 WIB

Berhubungan seksual merupakan kebutuhan alamiah manusia. Karenanya, Islam mensyariatkan aktivitas ini melalui pintu pernikahan. sebagaimana ia memberikan kebebasan bagi orang yang sudah menikah untuk melakukannya pada waktu dan dengan cara yang mereka kehendaki.

Hanya saja, ada ketentuan khusus terkait hubungan seksual di bulan Ramadhan. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 187:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ.

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”

Ayat di atas menegaskan kebolehan berhubungan badan di malam hari bulan Ramadhan, yaitu waktu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Sedangkan, setelah terbit fajar, seiring dimulainya waktu berpuasa, berhubungan badan menjadi haram. Sebab hal itu bisa membatalkan puasa, sebagaimana keluarnya sperma secara sengaja juga dapat membatalkan puasa.

Suami-istri yang batal puasanya karena hubungan badan wajib menggantinya di hari lain. Sedangkan bagi suami, di samping mengqadha, ia juga diwajibkan membayar kafarat yang sangat berat berupa memerdekakan budak mukminah. Jika tidak mampu, dia wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika masih tidak mampu, ia wajib memberi makan enam puluh fakir miskin, setiap fakir miskin enam ons bahan makanan pokok. (Lihat: Musthafa al-Khin. dkk, Al-Fiqhul Manhaji ala Mazhabil Imam al-Syafi’i, Damaskus: Darul Qalam, 2005,  juz 1, halaman 353).

Baca juga:
Kafarat atau Denda Hubungan Badan saat Puasa Ramadhan
Penjelasan Umum tentang Kafarat, Fidyah, dan Dam (1)
Penjelasan Umum tentang Kafarat, Fidyah, dan Dam (2)
Pada kenyataannya, melakukan hubungan badan di malam hari bulan Ramadhan bukanlah perkara mudah; mungkin karena banyaknya ritual ibadah di malam hari atau karena kondisi tubuh yang lelah akibat berpuasa di siang hari. Maka, berhubungan badan di waktu sahur atau menjelang terbit fajar merupakan pilihan yang menarik. 

Hanya saja, berhubungan badan di waktu itu juga tidak mudah. Sebab, pasangan suami-istri dituntut untuk menyelesaikan atau menyudahi aktivitas seksual saat terbit fajar. Karenanya bisa dikatakan bahwa berhubungan badan menjelang terbit fajar mengandung risiko, yaitu kemungkinan fajar terbit sebelum aktivitas seksual selesai. 

Dari sini muncul persoalan, bagaimana hukum puasa suami yang menggauli istrinya di malam hari (sebelum terbit fajar), lalu sekian menit atau sekian detik sebelum terbit fajar ia mencabut kemaluannya. Akan tetapi, spermanya justru keluar setelah terbit fajar. Apakah puasanya batal?

Para ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i menegaskan bahwa keluarnya sperma setelah terbit fajar akibat kegiatan seksual sebelum fajar tidak membatalkan puasa. Dengan demikian, suami tidak kewajiban mengqadha puasanya, dan juga tidak kewajiban membayar kafarat.

Imam Abu Bakar Az-Zabidy dari mazhab Hanafi dalam karyanya Al-Jauharah an-Nayyirah Syarh Mukhtashar Al-Qudury juz 1 halaman 138 menyebutkan:

وَلَوْ خَشِيَ الْمُجَامِعُ طُلُوعَ الْفَجْرِ فَنَزَعَ فَأَمْنَى بَعْدَ الْفَجْرِ لَمْ يُفْطِرْ

“Jika seorang suami yang menggauli istri khawatir akan terbitnya fajar, lalu ia mencabut kemaluannya, kemudian sperma keluar setelah fajar, maka puasanya tidak batal.”
 
Sedangkan ulama mazhab Maliki bernama Imam Ad-Dasyuqi dalam kitabnya Hasyiyah Ad-Dasyuqi juz 1 halaman 523 menegaskan:

لَوْ جَامَعَ لَيْلا وَنَزَلَ مَنِيُّهُ بَعْدَ الْفَجْرِ، الظَّاهِرُ أَنَّهُ لا شَيْءَ عَلَيْهِ، كَمَنْ اكْتَحَلَ لَيْلا ثُمَّ هَبَطَ الْكُحْلُ لِحَلْقِهِ نَهَارًا

“Jika suami menggauli istri di malam hari, lalu spermanya keluar setelah fajar, maka menurut pendapat yang kuat, ia tidak terkena kewajiban apapun. Sebagaimana orang yang memakai celak di malam hari, lalu celak itu turun ke tenggorokan pada siang harinya.”
  
Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ juz 6 halaman 348 menyebutkan:

إذَا جَامَعَ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ نَزَعَ مَعَ طُلُوعِهِ أَوْ عَقِبَ طُلُوعِهِ وَأَنْزَلَ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ؛ لأَنَّهُ تَوَلَّدَ مِنْ مُبَاشَرَةٍ مُبَاحَةٍ فَلَمْ يَجِبْ فِيهِ شَيْءٌ، كَمَا لَوْ قَطَعَ يَدَ رَجُلٍ قِصَاصًا فَمَاتَ مِنْهُ

“Jika suami menggauli istri sebelum fajar, kemudian mencabut kemaluannya saat terbit fajar atau segera setelah terbit fajar, lalu keluar sperma, maka puasanya tidak batal. Sebab sperma itu berasal dari hubungan badan yang diperbolehkan. Maka ia tidak mewajibkan apa pun. Sebagaimana jika seseorang memotong tangan orang lain karena qishas, kemudian ia mati karena hal itu.”
  
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarnya sperma setelah terbit fajar akibat kegiatan seksual sebelum fajar tidak membatalkan puasa. Artinya, suami tidak kewajiban mengqadha puasanya, dan juga tidak kewajiban membayar kafarat.

Akan tetapi, untuk kehati-hatian perlu kiranya kita mencari waktu yang tepat untuk berhubungan seksual di malam hari bulan Ramadhan. Apalagi, berhubungan seksual merupakan aktivitas yang menyenangkan lagi menyehatkan, maka perlu dilakukan di waktu yang menyenangkan, dan dengan cara yang menyenangkan pula; tidak khawatir dikejar waktu terbitnya fajar. Wallahu a’lam.


Ustadz Husnul Haq, Ketua Yayasan Mamba’ul Ma’arif Tulungagung dan dosen IAIN Tulungagung.