Ramadhan

Mengevaluasi Puasa Kita

Sel, 11 Mei 2021 | 23:30 WIB

Mengevaluasi Puasa Kita

Ilustrasi mengevaluasi puasa. (Foto: NU Online)

Oleh Dr KH Zakky Mubarak

 

Pada saat mencapai akhir dari puasa Ramadhan yang kita lakukan, sudah selayaknya kita mengadakan evaluasi terhadap puasa itu. Tujuan dari evaluasi yang dilakukan adalah untuk mengetahui sampai dimana tingkatan dari kualitas puasa kita. Kita semua yakin bahwa ibadah itu telah dilakukan selama berpuluh-puluh tahun, sejak masa kanak-kanak.


Namun demikian kita sering terjebak pada puasa rutinitas, puasa dari itu ke itu saja, tidak pernah memperhatikan kualitasnya. Memperhatikan kualitas puasa yang dilakukan seseorang sangat penting, dari sanalah seseorang akan mengetahui sampai atau tidaknya puasa yang dilakukan pada tujuan yang diarahkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.


Tujuan pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan sebagaimana telah diketahui secara umum adalah agar manusia mukmin yang melakukan ibadah itu dapat meningkatkan iman dan takwanya kepada Allah s.w.t. dalam segala aspeknya. Takwa merupakan kalimat dan perkataan yang sering diungkapkan, dibahas dan dibicarakan dalam berbagai diskusi, ceramah dan khutbah, tetapi mengenai hakikat artinya belum banyak dipahami secara utuh.


Takwa pengertiannya menurut etimologi adalah memelihara diri, takut kepada azab Allah dan menjaga diri dari perbuatan yang tercela. Sedang pengertiannya menurut terminologi, takwa adalah mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.


Manusia takwa senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan Allah dalam ibadah-ibadah yang mereka lakukan dan hubungan yang serasi serta seimbang dengan sesamanya dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan peradaban. Manusia yang bertakwa adalah mereka yang memperoleh keridhaan Allah dalam segala kehidupannya. Karena itu mereka akan memperoleh kesuksesan, baik pada masa sekarang atau pun pada masa yang akan datang.


Para ulama dan ahli dalam berbagai disiplin ilmu keislaman, menggambarkan manusia takwa sebagai manusia ideal, yaitu seorang yang teguh dalam keyakinannya, tekun dalam menuntut ilmu dan senantiasa bersyukur terhadap karunia Allah, baik lahir maupun batin. Ia senantiasa bersikap hidup sederhana, meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, ia juga bersikap murah hati, tidak menghina orang lain atau meremehkannya. Bila ia diingatkan mengenai kekeliruannya ia segera menyadari hal itu kemudian memperbaikinya.


Betapa indah dan mulianya manusia yang memiliki sifat-sifat tersebut, ia merupakan pakaian takwa yang dikenakan oleh orang-orang yang beriman, yang senantiasa menegakkan shalat yang dilakukan dengan gerak ragawi dan diikuti oleh jiwanya yang bersih. Mereka juga melaksanakan puasa dengan baik, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.


Ibadah puasa yang tidak hanya menahan lapar dan dahaga, akan tetapi diikuti dengan menjaga anggota badan dan panca inderanya dengan ketenangan hatinya dalam zikir dan taqarub. “Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian kepadamu untuk menutupi auratmu dan sebagai perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, agar mereka selalu ingat." (QS. al-A’raf, [7]: 26).


Mereka yang berhasil meningkatkan takwanya dengan berpuasa Ramadhan dan mengerjakan kebaikan-kebaikan yang diajarkan Islam, ia akan senantiasa dzikir dan selalu mengingat-Nya dalam segala aktivitas dan kehidupan. Mereka akan memperoleh rasa aman, ketenteraman dan ketenangan, ketahuilah dengan berzikir kepada Allah hati kita akan menjadi tenang. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (QS. al-Ra’d, [13]: 28).


Dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi banyak dijumpai pujian bagi mereka yang bertakwa, baik di dunia maupun di akhirat. Selain dari itu Allah juga memberikan jaminan kepada mereka yang berhasil meningkatkan takwanya sesuai dengan bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jaminan-jaminan itu di antaranya:


Bahwa manusia takwa akan diberikan kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil. Mereka selalu berusaha memisahkan yang hak dan yang bathil, demikian pula yang terpuji dan tercela. Selain kemampuan untuk memisahkan yang hak dan yang bathil ia juga mampu melaksanakan yang hak itu dan meninggalkan kebathilan-kebathilan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.


Allah s.w.t. berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan bagimu Furqan (kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil) dan menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (QS. al-Anfal, [8]: 29).


Dalam ayat lain disebutkan, bahwa manusia takwa akan memperoleh way out dari segala kesulitan dan kesempitan serta senantiasa memperoleh bimbingan dalam mengarungi kehidupannya. Mereka dikarunia oleh Allah berupa rizki-Nya, baik yang terduga atau pun yang tidak terduga sama sekali.


“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menyediakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (kebutuhan)-nya...”. (QS. al-Thalaq, [65]: 2–3).


Betapa mulianya mereka yang dapat meningkatkan iman dan takwanya selama bulan Ramadhan dan bulan-bulan berikutnya. Dengan mengevaluasi puasa yang kita lakukan, kemudian kita meningkatkan kualitas puasa itu, Insyaallah akan dapat mengarahkan diri kita menjadi “manusia paripurna” (insan kamil).


Dr KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU