Sajak Cinta Buat W.S Rendra
NU Online · Ahad, 23 Desember 2012 | 00:07 WIB
Jika ada bahasa tentang para pembawa kitab kehidupan
Maka enkaulah yang paling kukeunal setelah Muhammad Rosulullah
Dan para wali penebar semerbak melati di bumi nusantara
Sebab hanya pikiran dingin itulah yang sennantiasa hadir di lingkupku
<>Bergetar lembut-mencair di ranjang jiwa, tempat segala istirah
Lalu sejuklah batinku membaca semesta menusia
Dengan getir bibir melafalkan lafal basmalah aku memanggilmu
Lalu doa-doa menjelma suara alam dalam dada demi adamu yang tiada
Di pelupuk mata. Doa yang entah mustajab atau akan raib dalam ucap
Dan tangan hampa menadah berkah semesta dari samudra cintamu
Di keluasan dunia kasih sayang-Nya
Billahi, sepebuh jiwa aku menyebutmu setiap percakapan batin
Antara aku dan puisi yang mengharap dituliskan menjadi mercusuar.
Mercusuar dari tembaga dengan lampu biru sebiru cakrawala jiwamu
Yang akan abadi di hatiku dan untuk seluruh bangsa tanah air ini
Tidak akan lagi ada rindu dan kesedihan. Sebab kematian
Hanya perlintasan sang jiwa. Tentu jiwamu akan hidup di kehidupan kami
Dan untuk semua bangsa yang berperadaban dan dekat dengan alam
Kepergianmu terlalu mesra mas Willy, sampai jutaan tetes air mata haru
Melembabkan tanah kubur lindungmu, tanah warisanmu
Kami menjadi teramat tolol mengenali diri sendiri
Sampai tak bisa kami terjemahkan perasaan ini
Kami menjadi begitu angkuh memaknai suara hati
Sampai tak sempat menemu ruh puisi yang sejati
Kami bahkan terlampau mencintaimu lahir batin
Sampai tak terbedakan antara kehadiranmu dan hidup kami
Yogyakarta, 7 Desember 2012
Matahari Mahkota Raja
-Sri Sultan HB IX
Terlihat mataharimu menyala sinar kecil
Di mata anak-anak sekolah, di kening para kerja
Biasnya berpendar-pendar
Membara di aspal, di gedung-gedung
Memantulkan warna darah perjuangan
Orang-orang dengan warna kulit beragam
Berseragam merah putih
Bertandang dari segala alamat
Demi sebuah alamat baru
Mereka memungut buah-buahan doa
Di bibir para pedagang kaki lima
Dengan jari-jari telanjang
Dan kuku putih pemintal duka
Terlihat mataharimu
Mengisi pekatnya bola mata mereka
Menetaskan senyawa cahaya
Di ulu hati dan tempurung kepalanya
Mataharimu ingin meredam segala
Amuk kebencian putra-putra bangsa
Mataharimu memancarkan cahaya
Semesta raya manusia
Mataharimu muntah di atas kepala
Kepala petinggi negara
Mataharimu merah membara
Segera membakar kaum tiran di istana
Mataharimu tegak lurus di mata mereka
Anak-anak sekolah berbinar aura wajahnya
Sambil belajar mengepalkan tangan ke udara
Singsingkan lengan mencapai cakrawala
Matahari-Mu
Menjelma mata umat manusia
Yogyakarta, November 2012
SELENDANG SULAIMAN, lahir di Pajhagungan, Madura 1989. Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Puisinya dimuat diberbagai Media Masa; Seputar Indonesia, Suara karya, Minggu Pagi, Merapi, Joglosemar, Metro Riau, Harian Lahat, Majalah Sagang, Majalah Frasa, Dan beberapa antologi bersama; Mazhab Kutub (PuJa 2010), 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (Great Publisher 2011), Bima Membara (HMP 2012), Presidin Untuk Presidenku (SP 2012), Jembatan Sejadah (SP 2012), Jatuh Cinta Pada Palestina (Umahaju 2012), Satu Kata Istimewa (Ombak 2012), Igau Danau (FMPDK XII Jambi, 2012). Bergiat di Masyarakat Bawah Pohon Yogyakarta.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Kontroversi MAN 1 Tegal: Keluarkan Siswi Juara Renang dari Sekolah
4
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
5
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
6
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
Terkini
Lihat Semua