memahat kata kala putik tumbuh jadi bunga
deru angin lampadang serta pidato umar
membakar jiwaku; aku menjelma johan pahlawan
tanah rencong adalah jiwaku, adalah darahku,
adalah api semangat tak kunjung padam
dalam hidupku...
<>
tjut nyak, tjut nyak...
kita lawan terus kafe-kafe penjajah itu
kita persiapkan generasi pejuang tangguh
kusuma-kusuma tanah rencong, adalah
mujahid-mujahid perang sabil
kita 'kan selalu bertempur sampai
tidak ada sejengkal tanah
dalam kekuasaan kaum penjajah
tjut nyak, tjut nyak
jiwamu adalah jiwaku
jiwaku adalah jiwamu
panggilan jihad ini adalah untuk kemuliaan
agama kita; untuk generasi mendatang hidup kita
jikalah hidup dibatasi oleh maut
tetapi jiwa kita kan tetap bersemayam di hati
tunas-tunas muda tanah rencong;
tunas-tunas muda nusantara
Bandung, 6 April 2013
Puisi Bagi Wali Mursyidku
kepada: Abah Anom
ketika aku melangkah kehilangan arah
aku datang padamu dengan cermin retak,
Wali Mursyidku, masa depan
adalah bayang-bayang muram
goresan-goresan iseng hilang makna
membentang kelam di sunyi senja
langkah kaki kuseret tersaruk-saruk
menendang kerikil tajam terantuk-antuk
namun tekadku telah menjadi sekeras baja,
tuk menghapus segala luka ya Waliya Mursyida
ini wajah penuh luka siapa punya,
siapa punya, ini wajah bersimbah darah
siapa punya, siapa punya
ingin kuhapus segala luka
ingin kupupus segala nestapa
ingin aku cari kedalaman rahasia
tentang pelayaran panjang sebuah bahtera
berharap aku jadi penumpang setianya
sedang kau adalah nakhoda terpilih-Nya
melayari samodera luas tanpa batas
agar segala luka terhapus kilauan cahaya
Cahaya Maha Cahaya
aku rindukan cahaya itu, yaa Maulana
aku rindu melayari samodera cahaya
biar tersaput segala luka
biar terkikis habis segala duka
dan aku bisa menyelam
ke inti dasar kedalaman segala rahasia
ditingkap gelombang keluasan tujuh samodera
cinta pada-Mu ini demikian bergolak ya, Ya Rab
aku larutkan dalam gelombang dzikir
bersama ritme abadi dzikir semesta
bagi Engkau Satu Yang Terpilih
bagi Engkau Satu Yang Terkasih
mengikuti pelayaranmu yang indah, Wali Mursyidku
antarkan aku ke gerbang taman mawar rahasia
kemegahan sebuah istana kekasih sejatiku
hatiku kosong kecuali dibasuh cahaya cinta-Nya
akulah tawanan abadi cinta-Mu, Kekasihku
rasaku tercelup ke dalam Engkau,
Ilaahi anta maqsudi waridloka mathlubi
A'thinii mahabbataka wama'rifataka
Ya Waliyam Mursyida, tiada kata
kecuali selaksa syukur serta bahagia
atas segala bimbingan dalam pelayaran ini
wajah penuh luka ini sekarang telah lenyap
wajah penuh nanah kini hancur musnah
cintaku pada-Mu telah menghembuskan
gelora baru dalam hidupku
mengubah sebutir debu hampa makna
menjadi gunung, menjadi bentangan samodera,
menjadi sahara, menjadi gugusan-gugusan
galaksi di langit tinggi, aku larut dalam dzikir semesta,
aku mensemesta: laa ilaaha illalloh
Januari, 2011
Kemolekan Persada Desaku
jiwaku tersentak kesadaran yang dalam
saat rasa takjub demanding alam
teguh kukuh bukit-bukit berdzikir
menjangkau ketinggian lazuardi pikir:
Laa ilaha illallaah, Laa ilaha illallah
riuh tarian daun-daun menghijau
dalam jama'ah tasbih memukau
Subhanallah, subhanallah, subhanallah
Alhamdulillah, alhamdulillah,
Allahu Akbar, Allahu Akbar
La ilaaha ilallah, laa ilaaha ilallah
Alam demikian memancarkan pesona
bagai sebuah lukisan terbuka,
agung, kudus serta penuh rahasia.
sukmaku sukma pujangga, wahai
meresapi pancaran kejelitaan sepenuh rasa
bisikan dengan sangat mesra
pesan-pesan kedamaian surgawi itu,
wahai angin nan berhembus semilir
sampaikan kabar keabadian itu padaku
tentang tebaran asma-asma Allah
di segenap jengkal semesta raya
walau sering terbata-bata aku eja:
Maha Sucilah Dzat yang telah
menzhahirkan segala sesuatu
Sedang Dia Hakikat sesuatu itu*
kucecap peleburan itu nikmatnya
dalam tarian ritmis penuh irama
aku lenyap, aku lebur, mengerang
dalam Engkau menggelinjang, hilang
nikmat kurasa saat kucumbu
kesucian darah perawan desaku.
pesona lanskap terbuka itu
laksana cerlang keagungan
mata seorang perawan suci
kemilau cahya matahari pagi
adalah indah matanya nan seksi
tuk menyambut kakasih jiwanya
mempersembahkan cinta suci mulia.
wahai pesona alam cantik jelita
kau belai serta kau buai aku
dengan sentuhan tangan putih mulus
saling mendekap berangkulan
kita dua sejoli tak terpisahkan
napasku berderap mencecap
setiap lekuk keindahan
memaguti gunung-gunung,
lembah-lembah serta ngarai-ngarai
takjub pandanganku ke arah
keelokan sungai-sungai
batinku terguncang dendang nyaring
para petani di ladang-ladang terbuka
serta hamparan sawah terbentang.
musim panen tibalah sudah
bulir-bulir padi tersenyum riang
dipetik para petani berwajah girang
kilauan warna kuning emasnya
laksana intan permata jelita
di jari manis sang gadis
saat mukanya merah merona
dalam rengkuhan gairah
asmara kekasih hatinya
aaahhhh.... terbang melayang rasa
hilang segala nestapa dunia
saat tubuh kekasih menebar
harum aroma mawar cinta.
kepermaian alam persada desaku
seumpama wanita rupawan
pada setiap jengkal kemolekan tubuhnya
menebar keharuman aroma
rempah-rempah surga
anugrah serta karunia agung Sang Pencipta
Sesungguhnya Dia Indah
dan mencinta keindahan adanya.**
terbersit dalam kalbu sebuah tanya
mengapa alam desaku penuh pesona
dalam balutan keindahan sedemikian rupa
seperti jua desa-desa di persada nusantara
tidak menerbitkan rasa syukur manusia
sebagai lelaki dengan kekasih cantik jelita.
lukisan itu indah serta sempurna
Seniman Agung telah memahatnya
dari kedalaman samodera cinta
sebagai rahasia selubung fana
dari Dia nan Tanpa Batas
serta Baqa keberadaan-Nya.
rasa syukur atas anugrah alam tak terkira
akan membuka hijab berbagai rahasia
pada denyut dzikir pepohonan
pada denyut dzikir sungai-sungai
pada denyut dzikir ngarai-ngarai
pada denyut dzikir sawah-sawah
pada denyut dzikir padang-padang terbuka
pada denyut dzikir gunung-gunung
pada denyut dzikir tujuh puncak gunung Qaf
pada denyut dzikir tujuh lapis langit
pada denyut dzikir tujuh lapis bumi
pada denuyut dzikir tujuh samodera
pada denyut dzikir arasy, lauh mahfudz,
sidratul muntaha, surga dan neraka:
Laa ilaaha illallah
pada denyut dzikir segala yang ada
terdapat tabir rahasia penciptaan
agar manusia menggapai makna luhur
serta alam senantiasa menebar berkah.
Terlahir karena cinta
dalam limpahan kasih sayang kita
dia kan memberi cinta
mencintainya adalah jembatan cinta hakiki
kerana ia seumpama jubah batin cah'ya azali
sedang Yang Esa menyunggingkan senyum
senantiasa dari balik jubah rahasia
tersembunyi Dia tetap dalam rahasia.
Cipancar, desaku nan permai, Februari 1999
* Diambil dari ungkapan Ibnu 'Araby, subhaana man adzhara asyyaa wahuwa 'ainuha dalam Al-Futuhat al-Makkiyah
** Hadits Nabi, Innallaha jamiilu yuhibbul jamal
Kutafsir Ulang Hidup Lewat Puisi
padahal sudah kulepas selendang pengikat itu tadinya
bentangannya telah membawa jiwaku mengembara
menyusur kabut-berkabut penuh misteri serta gua-gua
jiwa maha ghaib. ibarat kain yang robek, puisi itu
bahkan tidak memberi perlindungan
saat tubuh terpanggang panas matahari
atau tertusuk tajamnya angin malam,
dalam kepiluan yang, entah kapan akan berakhir.
dunia sebuah panggung tua dan reyot;
di atasnya para penari bergerak limbung
mabuk rumusan angka-angka
terpenggal leher-leher di atas
tiang gantungan manusia laksana
bangkai hidup saling mencakar sesamanya.
lalu kau buang ke mana keluhuran gerak nurani?
bahasa persekutuan kudus antar sesama manusia
pun dengan kejelitaan naungan semesta
tempatnya menafsirkan hakikat hidup.
abad-abad berlalu, musim demi musim berganti
menjebak kita dalam lintasan waktu
yang berlari terengah-engah dalam gelisah,
ke mana kaki kita seret melangkah?
istilah apa yang belum aku jejalkan di kepala
dari carut-marut bahasa politik, ekonomi, teknologi
tiada lelah membaca simbol-simbol keangkuhan dunia
berkelana menyusur setiap lorong
bagi segala kemungkinan mekarnya
ambisi-ambisi manusia, kueja terus kueja:
krisis, reformasi, revolusi sosial, demonstrasi,
civil society, supremasi hukum, otda,
amuk masa, teror bom, demokrasi, komputer,
hp, email, cyber spice, era kesejagatan
geleger milenium ketiga, adalah isyarat zaman
bagi tonggak kehadiran sebuah generasi
namun seketika rumusan tanda-tanda itu
jadi menara beton angkuh, besi-besi kukuh
tinggi menjulang, namun sunyi serta kehilangan ruh.
kutafsir ulang hidup lewat puisi
sekedar untuk menjadi saksi bagi dunia kita
yang kian koyak-koyak penuh luka
meradang kehilangan saripati mawar cinta.
Sumedang, 2 Januari 2001
DODO WIDARDA, aktivis Nahdlatul Ulama. Dosen Filsafat di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Novelis Tembang Cinta dari Pesantren (2008), serta Risalah Cinta Sejati yang akan segera terbit. Kini ketua LESBUMI-NU Jawa Barat.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
2
Buka Workshop Jurnalistik Filantropi, Savic Ali Ajak Jurnalis Muda Teladani KH Mahfudz Siddiq
3
Lembaga Falakiyah PBNU Rilis Data Rukyatul Hilal Awal Dzulhijjah 1446 H
4
Khutbah Jumat: Relasi Atasan dan Bawahan di Dunia Kerja menurut Islam
5
Khutbah Jumat: Menanamkan Nilai Antikorupsi kepada Anak Sejak Dini
6
Ojol Minta DPR RI Tekan Menhub Revisi Dua Aturan soal Transportasi Online
Terkini
Lihat Semua