Syariah

Puasa Membina Kesabaran dan Ketabahan

Jum, 7 Mei 2021 | 09:30 WIB

Puasa Membina Kesabaran dan Ketabahan

Ilustrasi kesabaran dan ketabahan dalam berpuasa. (Foto: NU Online)

Dikisahkan, ada seorang pria melakukan perjalanan panjang dan melelahkan, tujuan dari perjalanan itu tiada lain bermaksud untuk menjumpai orang yang paling dicintainya yaitu Rasulullah Muhammad s.a.w. Setelah ia berjumpa dengan Nabi, dalam perasaan haru dan bahagia, sebagai wujud dari perasaan rindunya yang sangat mendalam, ia berkata pada Nabi: “Berikan wasiat kepadaku”, yang dengan wasiat atau nasihat itu ia akan memperoleh kesuksesan di dunia dan akhirat.


Perkataan pria yang sangat mencintai Nabi itu, di luar dugaan, dijawab oleh Nabi s.a.w. dengan kalimat yang sangat singkat: “la taghdhab (kamu jangan marah, jangan bersikap emosional)”. Pria itu tampak kurang puas, ia datang dari tempat yang jauh, hanya mendapat nasihat yang sangat singkat itu.


Pria itu selanjutnya memohon kembali kepada Nabi s.a.w., agar diberikan nasihat atau fatwa yang cukup banyak, sebagai bekalnya agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad s.a.w. selanjutnya tetap hanya menyampaikan fatwa berupa kalimat yang sangat singkat, sebagaimana disebutkan di atas. Hal ini terus berlangsung sampai tiga kali. (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 5651).


Setelah ia memperoleh jawaban yang sama dan disampaikan berkali-kali, barulah pria itu menyadari bahwa kalimat singkat yang disampaikan Nabi tadi, sebetulnya mengandung pelajaran yang sangat tinggi dan nasihat yang sangat agung.


Bila kita memperhatikan dialog di atas, dan mencermatinya secara teliti, maka kita jumpai bahwa sabda Nabi s.a.w. yang sangat singkat itu cukup menjadi bekal setiap orang, apabila ingin sukses pada masa kini atau pun pada masa yang akan datang. Kalimat yang simpel itu memiliki jangkauan makna yang luas dan mendalam.


Kalimat seperti itu diistilahkan para ahli dengan sebutan Jawami’ul Kalim. Salah satu kelebihan yang dimiliki Nabi Muhammad s.a.w. dan tidak dimiliki oleh Nabi-nabi lain atau manusia lainnya. Beliau berbicara amat singkat, namun jangkauan maknanya luas dan mendalam serta kalimatnya sangat menarik.


Kita bisa memperhatikan lebih jauh dari nasihat Nabi s.a.w. di atas, bahwa segala sesuatu tidak mungkin dapat diselesaikan dengan marah atau bersikap emosional. Bayangkan, pekerjaan apa yang bisa dilakukan dengan amarah? pasti tidak ada. Segala aktifitas dan kegiatan seperti ibadah, muamalah, pekerjaan kantor, kegiatan bisnis, kegiatan ilmiah semuanya akan gagal apabila dikerjakan dengan kemarahan, bahkan bisa rusak secara total.


Sukses atau gagalnya usaha seseorang tergantung pada kemampuan dari orang itu untuk mengendalikan emosi atau nafsunya. Bila ia mampu mengendalikan nafsu dan emosinya, maka sukses telah berada di tangannya. Sebaliknya bila ia tidak dapat mengendalikan nafsunya, maka kegagalan telah membelenggu dirinya.


Apabila manusia dapat mengendalikan nafsu dan emosinya, ia pasti menjadi manusia yang memiliki ketabahan, kesabaran dan ketenangan. Dengan sikap yang terpuji itu ia akan meraih sukses dan menggapai kebahagiaan dalam segala kehidupan. Kesuksesan demi kesuksesan yang kita raih, semuanya tanpa kecuali, harus ditempuh dengan ketabahan dan kesabaran.


Hanya untuk memperoleh ijazah SD saja, kita harus berjuang dengan bersungguh-sungguh selama enam tahun. Kita harus pulang pergi ke sekolah setiap hari, mengikuti ulangan dan ujian. Ijazah SD pun tidak mungkin kita raih bila tidak ditempuh dengan kesabaran dan ketabahan. Demikian juga ijazah SMP, SMA, dan seterusnya.


Sikap tabah, sabar, dan ketenangan merupakan sikap yang sangat terpuji. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan suatu hadis, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda kepada salah seorang sahabatnya (bernama al-Asyajji r.a.): “Sesungguhnya pada dirimu, terdapat dua sifat yang terpuji, yang keduanya dicintai oleh Allah s.w.t. yaitu (1) Sikap penyantun dan (2) Kesabaran dan ketenangan”. (Hadits Shahih, Riwayat al-Bukhari: 4020 dan Muslim: 24. teks hadits riwayat Muslim).


Dua sifat tersebut, merupakan perhiasan yang sangat indah, yang apabila orang memilikinya, ia telah meniti jalan kesuksesan lahir dan batin, di dunia maupun di akhirat. Dengan kesabaran, manusia akan memperoleh segala yang dicita-citakannya, dan dengan ketenangan ia akan dapat menyelesaikan segala masalahnya dengan baik.


Dengan demikian orang itu akan memperoleh way out dari segala tantangan dan kesulitan yang merintanginya. Ibadah puasa sangat berperan dalam membentuk manusia muslim agar menghiasi dirinya dengan sikap penyantun, sabar, tabah dan tenang.


Dr KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU