Syariah

Puasa Generasi Masa Kini

Kam, 6 Mei 2021 | 19:00 WIB

Puasa Generasi Masa Kini

Ilustrasi puasa. (Foto: NU Online)

Sesungguhnya ibadah puasa yang diwajibkan kepada kita, sebagai generasi masa kini, atau sebagai umat akhir zaman hanyalah puasa di bulan Ramadhan. Selain dari ibadah puasa itu hanyalah puasa sunnah yang dianjurkan kepada orang-orang muslim untuk melengkapi kekurangan-kekurangan dalam puasa wajibnya dan sebagai kegiatan ibadah yang dicintai Allah s.w.t. 

 

Bila ada puasa wajib selain dari puasa Ramadhan seperti puasa nazar dan kifarat, itu disebabkan bersyarat, karena ada nazar dari seseorang atau ada pelanggaran hukum yang mewajibkan puasa kifarat. Sekiranya tidak ada nazar yang dilakukan seseorang atau tidak ada pelanggaran yang mengakibatkan puasa kifarat, maka tidak ada puasa wajib kecuali puasa Ramadhan.


Ramadhan merupakan bulan diturunkannya al-Qur’an, yang menjadi pedoman dan petunjuk abadi bagi umat manusia. Dalam bulan itu, dakwah Islamiyah mulai digalakkan dan di dalamnya terdapat malam Qadar, malam indah yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Pelaksanaan puasa dalam bulan ini, merupakan suatu ibadah dan pengabdian serta kenangan yang sangat berkesan yang selalu hidup dalam diri setiap muslim.


Bulan yang suci itu penuh dengan kebaikan dan keutamaan, sehingga setiap orang yang memahami keberadaannya pasti akan mengisi bulan puasa itu dengan ibadah dan muamalah yang terpuji. Bila kita memahami apa yang ada dan terjadi dalam bulan Ramadhan, pasti kita ingin agar seluruh tahun dijadikan bulan Ramadhan.


Ditetapkannya bulan Ramadhan sebagai bulan puasa mengandung hikmah yang sangat besar, karena bulan itu ditetapkan melalui kalender Komariyah (kalender yang mempergunakan peredaran bulan). Hikmah yang terkandung di dalamnya, antara lain, pertama, Tahun Komariyah amat kaya dengan fenomena alam, mengandung berbagai faktor kejelasan dan kemustahilan terjadi penyelewengan dan pemalsuan.


Kedua, perhitungan tanggal dalam peredaran bulan sangat jelas oleh semua orang, baik mereka yang terpelajar ataupun yang sangat awam. Setiap diri manusia bisa mengetahui tanggal berapa sekarang dengan cara melihat bentuk bulan. Tanggal dua, tiga, empat, dan seterusnya bisa diketahui dengan jelas. Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan perhitungan matahari.


Ketiga, dengan mempergunakan kalender Komariyah, maka pelaksanaan puasa Ramadhan oleh umat Islam akan dialami dalam berbagai musim, seperti musim panas, sejuk, dingin atau musim-musim lainnya, sehingga ibadah itu akan dijalani dalam berbagai pengalaman, sesuai dengan perbedaan situasi dan kondisi.


Memperhatikan kenyataan itu, wajarlah bila Rasulullah Muhammad s.a.w. memerintahkan untuk memulai puasa Ramadhan atau mengakhirinya dengan melihat bulan. Nabi s.a.w. bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat bulan (tanggal awal dari bulan Ramadhan), dan berhari rayalah karena melihatnya (tanggal pertama bulan Syawwal). Bila awan menghalangi (pandangan)mu (sehingga kamu tidak dapat melihat bulan), maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban sebanyak tiga puluh hari”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1776).

 

Hadis tersebut mengisyaratkan, bahwa pelaksanaan ibadah dalam ajaran Islam dengan menggunakan tahun Komariyah dirasakan lebih mudah dan dapat dilaksanakan, meskipun oleh orang yang sangat awam.

 

Perhitungan tahun Komariyah setiap tahun berbeda sekitar sebelas hari dengan tahun Syamsiyah (penghitungan tahun dengan cara mengamati matahari). Dengan demikian, bulan Ramadhan setiap tahun akan maju sebelas hari dibandingkan dengan tahun Syamsiyah. Dalam waktu sekitar 36 tahun, maka seorang muslim telah berpuasa dalam berbagai masa dan musim. Berpuasa dalam hari-hari pendek, hari-hari panjang, dalam musim panas, musim dingin dan musim-musim lainnya. Kenyataan ini akan menambah ketahanan mental dan fisik dari mereka yang melaksanakan puasa dan memperkaya pengalaman rohani dan pembentukan fisik dalam kehidupan sehari-hari.


Puasa yang diwajibkan kepada kita, sebagai generasi akhir zaman adalah meninggalkan makan, minum, bercampur dengan istri, dan segala yang membatalkannya sejak fajar di waktu Shubuh sampai terbenamnya matahari di waktu Maghrib. Dengan niat mencari keridhaan Allah, beriman kepada-Nya dan kepada syariat-Nya. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan mengaharap ridha Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 37 dan Muslim: 1268. teks hadis riwayat al-Bukhari).


Dalam ibadah puasa, manusia muslim dibentuk agar dapat meningkatkan kesabaran, ketabahan, peningkatan daya tahan mental maupun fisik. Rasa haus dan lapar dikala berpuasa dapat meningkatkan solidaritas dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin yang ditimpa kesulitan dan anak-anak yatim yang terlantar. Ibadah puasa dapat menjadikan manusia mampu mengendalikan amarah dan hawa nafsunya, sehingga ia tidak terjerumus dalam kehancuran dan kehinaan.


“…Puasa adalah perisai, karena itu apabila salah seorang di antaramu mengerjakannya, janganlah mengucapkan perkataan yang keji, janganlah berkelahi. Dan apabila ada orang yang mengajak berkelahi katakanlah padanya, "Aku sedang berpuasa”. (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 1771).


Dr KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU