Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Mewujudkan Rasa Kasih Sayang

Kam, 14 Juni 2018 | 16:15 WIB

Khutbah Idul Fitri: Mewujudkan Rasa Kasih Sayang

Ilustrasi (pratidintime.com)

Khutbah I

الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ
الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ، لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِياَفَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّالله ُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االداَّعِيْ إِلىَ الصِّراَطِ المُسْتَقِيْمِ . اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَماَّ بَعْدُ
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin jamaah shalat ied yang mulia

Pada hari ini kita ditakdirkan oleh Allah untuk memasuki hari Idul Fitri sebagai tanda berakhirnya puasa Ramadhan tahun ini. Dengan tambahan umur yang diberikan Allah kepada kita, kita bisa berbahagia hari ini, karena tidak ada kebahagiaan yang lebih indah daripada dzikir, bertakbir dan bertahmid menonorsatukan Allah. 

Semoga takbir kita hari ini terus bergema dalam kalbu kita sampai kita memasuki liang kubur dan seterusnya. Kita sekarang masih berada di dunia, atau tepatnya kita berada di atas bumi Indonesia tempat kita bersujud dan menyemai amal saleh. Bahwa manusia yang terbaik menurut Allah ialah yang paling banyak bermanfaat, berbuat baik bagi orang lain. Tapi kita butuhhati yang bersih, karena hati yang bersih itu tempat tumbuh suburnya iman, cinta, jauh dari kebencian dan rasa permusuhan. 

Jadi, kalau kita berpikir jernih kita akan semakin rendah hati untuk mengakui orang-orang yang berjasa mengupayakan kebutuhan kita, kemudian merasa berutang budi dan berterima kasih kepada mereka. Dari kejernihan pikiran seperti itu akan muncul penghargaan untuk memuliakan manusia, bahwa manusia akan hidup dalam pergaulan yang sempurna kalau bisa menghargai jasa orang lain kepada dirinya. Meskipun jasa itu kecil, misalnya jasa pembuat garam. Kebutuhan kita terhadap garam dalam sehari sedikit sekali, tapi makan dengan lauk (ikan) yang tidak ada garamnya akan hambar. Pertanyaannya, pernahkah di dalam hati kita ada rasa terima kasih kepada pembuat garam, kepada pengilang tebu, pembuat lampu listrik, pembuat telepon, sampai pembuat jarum jahit yang kecil sehingga membuat kita bisa berpakaian dan enak dipandang?

Hati yang damai akan diperoleh dengan mengakui kebesaran Allah serta banyak berdzikir kepada Allah. Upaya berdamai dengan Allah melalui shalat, dzikir, shalawat, baca Al Quran dan lain-lain akan mempengaruhi jiwa untuk berdamai dengan seluruh manusia. Apalagi ada pesan dari Allah, "Orang-orang beriman itu bersaudara. "

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ 

Jadi, kalau seseorang benar-benar beriman dan berdzikir, buahnya ia tidak akan membuat penganiayaan, kekejaman, dan kekerasan yang melukai hati dan fisik manusia yang lain. Pantaskah seseorang mengaku "saya beriman," kalau masih senang melakukan kezaliman dan kekerasan, baik kekerasan dalam rumah tangga seperti menempeleng istri, melukai tubuh anak, maupun kekerasan di luar rumah tangga berupa kerusuhan, penjarahan, randu domba dan lain-lain yang merusak tatanan kehidupan?

Setiap manusia beriman dan bertakwa punya tugas menunjukkan dirinya sebagai manusia "Khalifatullah," yaitu manusia yang berakhlak, kreatif, dan selalu tampil untuk menyenangkan orang lain dalam pergaulan. Untuk itu diperlukan tatakrama bergaul yang indah. Misalnya, dalam berbicara mengupayakan dirinya menggunakan kata-kata yang sopan serta menyenangkan orang yang mendengarnya, serta berupaya menghindari kata-kata kotor yang menyakitkan. Setiap kata-kata kotor diucapkan itu melambangkan hati orang yang mengucapkannya juga kotor. Akibatnya komunikasi dan pergaulan akan terganggu sehingga suasana damai dan rukun tidak akan terjadi. 

Itulah perlunya rasa "ukhuwah," yaitu rasa persaudaraan yang tulus. Dalam persaudaraan yang tulus, setiap manusia akan berupaya untuk menolong, membantu, dan membahagiakan orang lain. Karena itu, setiap insan beriman punya tugas untuk berintrospeksi, apakah cara berkomunikasi dan cara bergaulnya bisa menyenangkan orang lain? Jika tidak, berarti kita harus semakin meningkatkan rasa taqarrub kita kepada Allah, sampai hati ini bersih dari dendam, egois, merasa benar sendiri, sombong, takabbur, yang membuat komunikasi kita dengan orang lain menjadi gagal. Dan jika kita gagal berkomunikasi secara baik, bisa mungkin gagal sebagai manusia karena hati tidak ikhlas. Itulah pentingnya akhlak yang mulia dan hati yang tulus ikhlas. 

Kebersamaan itu menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam hidup, berbangsa dan bernegara karena manusia tidak akan bisa menyelesaikan masalah besar tanpa kebersamaan. Dalam kebersamaan, peran orang lain sangat dihargai. Orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri itu disebut "egois," yaitu sikap anti sosial. Orang yang seperti itu tidak akan bisa hidup dengan pergaulan yang baik. 

Kebersamaan dan kerendahan hati akan menjadi dasar utama setelah iman kepada Allah. 

Disebut dalam Al-Qur'an bahwa diutusnya Nabi Muhammad ke dunia ini sebagai "rahmat" bagi alam semesta. Rahmat adalah bentuk dari kasih sayang Allah kepada manusia, sebagai anugerah untuk menenteramkan dan membahagiakan manusia. Karena itu, manusia yang berakal sehat pasti tidak akan menyia-nyiakan agama dan ajaran agama kalau dirinya benar-benar menghendaki kebahagiaan yang hakiki terutama kelak di alam akhirat. 

Dalam persaudaraan kemanusiaan yang tumbuh dari Iman kepada Allah, kita diajar oleh Rasulullah ﷺ berpuasa di bulan Ramadhan untuk merasakan lapar seperti laparnya Rasulullah, dan kita haus seperti hausnya Rasulullah dalam puasa Ramadhan, agar kita punya apresiasi terhadap kemiskinan, yang harus dikembangkan menjadi simpati dan empati kepada kaum miskin dan fuqaha yang hidup merana di dalam lembah penderitaan. 

Rasulullah ﷺ bersabda ;

 لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه

“Tidak beriman seorang di antara kalian sehingga kamu mencintai apa untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya sendiri.” 

Sebagai tanda kepatuhan kita kepada Allah dan kecintaan pada sunnah Rasulullah kita tunaikan zakat dan zedekah agar kaum miskin bisa terentas dari penderitaan. Tak kalah pentingnya ialah sarana pembangunan untuk kemaslahatan ummat. 

Dari sabda Nabi di atas, dengan kepercayaan dalam hati saja tidaklah cukup untuk membuktikan iman seseorang, kecuali apa yang diyakini itu melahirkan tindakan-tindakan positif yang menjadi bentuk nyata dari nilai-nilai yang diajarkan Allah. Segala ilmu agama yang kita serap dari kitab agama, pengajian, khutbah, dan lain-lain, telah cukup sebagai modal untuk menjadi manusia yang bernilai setingkat malaikat. Akan tetapi apabila konsep-konsep ideal itu tidak sampai lahir sebagai amal perbuatan, maka konsep-konsep itu yang akan menghina dan menertawakan diri sendiri karena sebagai pelaku hidup dan sebagai pemilik ilmu, diri ini tak lebih dari kuda yang mampu membawa dan mengangkat beratus kitab dan teori, tetapi tidak pernah mencoba untuk merealisasikan isi buku yang dibawa dan diangkatnya. 

Kita harus membudayakan akal sehat, hidup rukun dengan hati damai dan bersih, tanpa kebencian dan permusuhan. Kebencian dan permusuhan tak pantas dimiliki oleh orang yang beriman dan ingin hidup dalam ketaqwaan. 

Maka tidaklah mustahil kalau sesekali kita temukan orang yang begitu fasihnya menyampaikan teori-teori kemuliaan hidup tetapi dalam praktek suka makan daging bangsanya sendiri atau orang yang sangat terampil mengakrobat kata-kata indah tentang agama dan budi luhur tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari suka merugikan orang lain. 

Dari sini perlu dipahami bahwa agama itu bukan sekedar ilmu, bukan angan-angan (masuk surga), bukan kalimat-kalimat indah, tetapi kenyataan gerak, praktek, prilaku, atau tindakan yang jelas-jelas realistic berguna bagi orang lain, untuk bangsa dan Negara. 

Allah mengingatkan

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ 

“Takutlah pada suatu hari kamu kembali kepada Allah (mati) kemudian dipertemukan dengan setiap orang dengan apa yang telah diperbuat (di dunia) dan mereka tidak ada yang teraniaya.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa kita akan mati; kita akan dipertemukan dengan amal baik atau dengan amal jelek kita. Siapa banyak berbuat baik (amal saleh) di dunia akan menuai kebahagiaan yang bernama sorga, dan siapa yang melakukan maksiat akan bertemu amal buruknya di neraka. Allahu Akbar. 

Kita semua akan meninggalkan dunia ini. Satu saat kita akan dikuburkan. Hanyalah Iman dan takwa yang akan kita bawa menghadap Allah. 

Maka hari Raya sekarang ini kita berjanji kepada diri kita sendiri, bahwa sisa umur kita akan kita pergunakan untuk mengabdi kepada Allah untuk beramal saleh serta berbuat yang terbaik untuk Bangsa dan Tanah air. Semoga kita masih diperkenankan Allah untuk bertemu dengan bulan ramadhan tahun depan. Amin

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

وَالْعَصْرِ، إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ،  إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 
 أستغفرالله العظيم لى ولكم فيا فوز المستغفرين ويانجا ة التائبين
جَعَلَناَ الله ُوَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَناَ وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالَى فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ العُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْاالعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوْاالله َعَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ 
بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنيِْ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ 
 
Khutbah II

الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيِّّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيِْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ


KH D Zawawi Imron 
(Disampaikan pada Khutbah Idul Fitri 1439 H di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya)


Baca juga:
    - Khutbah Idul Fitri: Pembentukan Jati Diri Pasca-Ramadhan
    - Khutbah Idul Fitri: Islam dan Tantangan Konsumerisme di Dunia Global
    - Khutbah Idul Fitri: Keseimbangan antara Kehambaan dan Kekhalifahan
    - Khutbah Idul Fitri: Tiga Manifestasi Syukur Sambut Hari Kemenangan
    - Khutbah Idul Fitri: Cara Orang Cerdas Berhari Raya
    - Khutbah Idul Fitri: Tiga Ciri Sukses Ramadhan di Momen Lebaran