Di antara maziyyah, keistimewaan Kiai Umar bin Abdul Manan, Mangkuyudan,
Solo adalah kepiawaiannya membawa diri sehingga dapat menjaga perasaan orang lain dengan cara-cara yang indah. Dari keluarga, tamu, santri, tetangga,
orang miskin, kaya, pejabat, rakyat, muslim atau nonmuslim semua
dihormati Kiai Umar dengan baik.
Dalam Ad Durrul Mukhtar, sebuah
buku karya KH Ahmad Baedlowie Syamsuri yang mengisahkan manaqib (kisah hidup) Kiai Umar, diceritakan bahwa Kiai Umar adalah orang yang rutin menjalankan
puasa sunnah Syawal selama 6 hari dengan dimulai setiap tanggal 2
Syawal. Padahal, di sisi lain, hari-hari seperti itu Kiai Umar juga
sedang open house, tamu dari berbagai daerah sedang banyak berdatangan
dengan keperluan silaturahim, sowan Lebaran.
Namun, bagaimana
sikap para tamu ketika mereka mengetahui bahwa tuan rumah yang didatangi
dalam keadaan puasa? Hampir bisa dipastikan mereka tak akan leluasa
menyantap sajian yang sudah berada di depan mata. Siapa pun tamunya,
bukankah ini merupakan sedikit rintangan?
Namun Kiai Umar tidak
kekurangan cara supaya para tamu dapat menikmati hidangan tanpa mereka
sadar bahwa kiai sedang berpuasa. Kiai Umar selalu menyiapkan setengah
gelas air minum yang disajikan di hadapannya.
Sewaktu kiai mempersilakan para tamu untuk menikmati sajian ataupun minuman “monggo-monggo,
silakan!”, Kiai Umar juga sembari mengangkat gelas yang telah
disiapkan dengan menyentuhkan bibir gelas yang ia pegang naik ke atas
hingga menempel pada bibir kiai. Dengan begitu, tak ada tamu yang merasa
bahwa kiai adalah orang yang berpuasa. Mereka juga tak ada yang sadar
bahwa air setengah gelas yang di hadapan kiai hanyalah air fantasi saja.
Yang mengetahui ini hanyalah keluarga atau orang-orang terdekatnya
saja.
Beginilah di antara potret orang yang mengikuti sunnah-sunnah
Nabi dengan cara elegan dan berhati-hati. Tidak hanya berhenti pada
boleh atau tidak boleh menurut kacamata syari’at, tapi adab dan tata
adat masyarakat juga selalu mereka pegang dengan kuat.
Di sini,
minimal dapat ambil pelajaran. Pertama, bahwa Kiai Umar adalah pengamal
puasa sunah 6 hari di bulan Syawal di mana pahalanya sama dengan puasa
setahun penuh. Kedua, Kiai Umar adalah orang yang hormat kepada tamu
dengan penghormatan yang istimewa. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi
Muhammad, yang artinya “Barangsiapa iman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia memuliakan tamunya”. (Ahmad Mundzir)
::::
Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada 6 Juli 2016, pukul 15.00. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.
Terpopuler
1
Membatalkan Puasa Syawal karena Disuguhi Hidangan saat Bertamu, Bagaimana Hukumnya?
2
Festival Ketupat Lebaran Idul Fitri, Warga Kediri dan Pengguna Jalan Dapat Nikmati Makan Gratis
3
Sungkeman saat Lebaran Idul Fitri, Bagaimana Hukumnya?
4
Doa Arus Balik Lebaran, Dibaca Sepanjang Perjalanan
5
Tellasan Topak, Tradisi Perayaan Lebaran Ketupat di Madura pada 8 Syawal
6
Hadapi Qatar di Piala Asia U-23 2024, Begini Prediksi Susunan Pemain Timnas Indonesia
Terkini
Lihat Semua