Warta

Rekonsiliasi di Tengah Istighotsah

Sen, 17 Maret 2003 | 07:17 WIB

Surabaya NU Online. Istighotsah Kubro Nahdlatul Ulama ini diselenggarakan di lapangan Makodam V/Brawijaya, Surabaya itu untuk keselamatan bangsa, sukses besar, dalam beberapa hal hajat itu terkabul, setidaknya bila dilihat dari komposisi tokoh masyarakat yang hadir, yang mewakili dari berbagai spektrum pemikiran. Kalau inti dari keselamatan adalah kerukunan atau rekonsiliasi, maka dalam forum Istighosah tersebut terjadi rekonsiliasi sangat nyata, baik rekonsiliasi internal antar komunitas NU, ketika tokoh NU Abdurrahman WahidĀ  datang, hadirin bersorak gembira, peristiwa bersejarah terjadi, kubu Abdurrahman Wahid dan kubu Matorti Abdul Djalil yang selama ini berseberangan bisa bertemu dan saling berangkulan. Dan ini merupakan langkah awal rujuknya dualisme kepemimpinan PKB, yang meresahkan banyak kalangan terutama para kiai yang harus repot merukunkannya di tingkat bawah. Sehingga peristiwa itu mendapat sambutan riuh dari para pserta Istighatsah, karena membuat hati mereka haru dan lega.

Yang tidak kalah pentingnya forum tersebut juga bisa meredakan ketegangan antara Abdurrahman Wahid yang mantan Ketua Umum PBNU dengan KH. Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU sekarang. Selain itu acara tersebut juga dihadiri hampir seluruh kader dan pimpinan NU serta pesantrenĀ  tumplek blek sejak acara dialog dengan warga Aceh di hotel Mojopahit, pada malam sebelumnya, sehingga berbagai ketegangan di antar mereka relatif bisa dicairkan dalam malam dialog dan acara Istighosah di siang harinya. Persatuan kalangan NU ini memang diharapkan banyak orang, sebab selama ini NU dianggap sebagai kekuatan penyeimbang, ketika dia retak kekuatan tersebut ikut goyang, karena itu kalangan luar juga lega melihat kenyataan itu. Dan itu kelihatannya juga memberikan harapan tersendiri bagi partai Kebangkitan Bangsa (PKB) rekonsiliasi, berarti akan bisa menambah kekuatan minimal mampu mempertahankan perolehan suara, di tengah merosotnya popularitas partai lain.

<>

Demikian juga rekonsiliasi eksternal antar anak bangsa ini juga terjadi, antara kelompok Jawa dan luar Jawa terutama Aceh yang selama ini menghadapi problem sparatisme, bisa dijembatani melalui forum keagamaan ini. Kalau selama ini pendekatan politik dan pendekatan kultural belum mencapai hasil maksimal maka pendekatan keagamaan ini diharapkan memberikan harapan. Kalau cara itu berhasil menurut salah seorang pimpinan PBNU, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan terhadap masyarakat Papua, tentu saja pendekatannya bukan agama, tapi bisa budaya atau tradisi. NU memiliki perangkat yang memadai untuk melakukannya.

Tidak ketinggalan pula pertemuan terjadi antara kalangan NU dengan pimpinan masyarakat lainnya, hadirnya tokoh pers Surya Paloh yang selama ini dianggap sebagai kader Golkar, kalangan militer juga kalangan aktivis LSM, para cendekiawan dari berbagai perguruan tinggi, juga memberikan arti tersendiri bagi proses rekonsiliasi ini. Sejak turunnya Abdurrahman Wahid memang banyak timbul ketegangan sosial, yang rupanya diislahkan saat itu juga.Ā  Dalam situasi seperti ini NU sebagai Islam plural, ditantang untuk bisa menjadi kekuatan yang bisa melakukan mediasi di antara berbagai ketegangan yang terjadi di antara komponen bangsa Indonesia ini. Itulah merupakan hakekat rekonsiliasi nasional. (M-2)