Khutbah

Khutbah Idul Adha: Nilai-nilai Pendidikan dalam Peristiwa Kurban

Sab, 10 Agustus 2019 | 13:30 WIB

Khutbah I
 

اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكبَرُ (٣×) اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأَبْدَرَ، اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرَ، اللهُ أَكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَرَ وَكُلَّما نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَرَ وَكُلَّمَا أَطْعَمَ قَانِعٌ اْلمُعْتَرَّ.
اَلْحَمْدُ للهُ الَّذِي فَضَّلَ عَشْرَ ذِى الْحِجَّةِ بِتَضْعِيْفِ أُجُوْرِ اْلعِباَدَاتِ.
فَمَنْ كَانَ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى شِرَاءِ الْأُضْحِيَّةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِيَ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ المُوْجِدُ الْمُعْدِمُ الْمَخْلُوْقَاتِ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَغَّبَ أُمَّتَهُ فِى الْأُضْحِيَّةِ وَ أَعْمَالِ الصَّالِحاَتِ.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ السَّادَاتِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ ماَ اخْتَلَفَتِ الْأَيَّامُ وَ السَّاعاَتُ.
أَمَّا بَعْدُ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 
 
Saudara kaum muslimin-muslimat yang dimuliakan oleh Allah,
 
Alhamdulillah, pada pagi hari ini kita bisa menyelenggarakan shalat Idul Adha dengan bahagia. Sesuai dengan namanya, yaitu Hari Raya Kurban, maka pada 10 Dzulhijjah sampai dengan 3 hari berikutnya yang disebut sebagai hari tasyriq, marilah kita mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikannya sebagai amal sosial kepada yang membutuhkan. 
 
Selain itu, penyembelihan hewan kurban ini sebagai wujud dari rasa syukur kita atas segala nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada kita semua, sebagaimana perintah Allah yang termuat dalam Surat al-Kautsar: 
 
. إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ  
 
"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
 
Berbahagialah mereka yang mampu beribadah kurban, sebab ini adalah anugerah istimewa di mana kebaikan ini kelak menjadi saksi di hari kiamat.
 
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ ﷺ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
 
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah)
 
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah
 
Kurban adalah peristiwa monumental yang selain memiliki nilai sejarah, juga mengandung nilai ibadah dan hikmah. Seorang Rasul yang diperintah oleh Allah menyembelih anak kesayangannya, sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam hal ini, selain memiliki nilai ibadah, Kurban yang dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah juga memiliki dimensi sosial. Yaitu, semua bergotong royong membantu prosesi penyembelihan hewan sekaligus mendistribusikannya. Selain itu, mereka yang mampu juga melaksanakan ibadah ini sebagai bentuk kepedulian juga terhadap sesama
 
Sebagai bagian dari ajaran agama, ada beberapa nilai pendidikan yang bisa dipetik dari peristiwa yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam ini. Di antaranya:
 
Pertama. Menjalani perilaku sabar. Nabiyullah Ibrahim alaihissalam sudah berpuluh tahun menikah namun belum dikaruniai putra. Di sinilah kesabaran beliau diuji. Bisa saja Allah memberikan putra kepada Nabi Ibrahim, yang bergelar Khalilullah, namun Allah menunda memberikan putra kepadanya. Dan, beliau menjalaninya dengan penuh kesabaran. Inilah di antara akhlak yang dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim alaihissalam. Yaitu, menjalani ketentuan Allah dengan penuh kesabaran. 
 
Oleh karena itu, sebagai manusia, seringkali kita terburu-buru berprasangka buruk kepada Allah atas apa yang menimpa kita. Padahal kita belum tahu kejutan, atau bahkan hikmah, atas apa yang digariskan oleh Allah kepada kita. Oleh karena itu, sebagai makhluk-Nya, kita harus senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Sebab, sebagaimana hadits qudsi yang disabdakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Allah mengikuti prasangka hamba-Nya(أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي )
 
Sebagian ulama menjelaskan maknanya, yaitu Allah akan menganugerahkan ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba-Nya bertaubat. Dan, Allah akan mengabulkan doa jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba-Nya meminta kecukupan, dan seterusnya. Ini adalah hikmah pertama.
 
Hadirin jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah
 
Nilai pendidikan yang kedua dalam peristiwa kurban ini adalah tawakkal. Jadi, setelah beliau menunggu kehadiran buah hati selama puluhan tahun, akhirnya dikaruniai Ismail alaihissalam melalui rahim Siti Hajar. Nabi Ibrahim alaihissalam sangat berbahagia dengan karunia ini. Namun, Allah tiba-tiba memberikan ujian kepadanya yaitu menyembelih putra yang beliau cintai. Dalam Surat Ash-Shaffat, ayat 102, Allah mengabadikan peristiwa ini dengan ungkapan yang bijak, tuturan seorang ayah kepada anaknya:
 
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
 
Artinya: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”
 
Ketika menyampaikan kabar ini, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga menunggu reaksi dari putranya, yaitu Ismail ‘alaihissalam, dengan menanyakan pendapatnya.
 
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى.
 
“Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
 
Ayat ini telah mengajarkan kepada kita apabila dalam menentukan keputusan penting yang berkaitan dengan buah hati, kita juga memberikan peluang kepadanya untuk berpendapat. Ketika sang ayah memberikan pertanyaan tersebut, maka Ismail ‘alaihissalam menjawabnya dengan penuh kepastian.
 
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
 
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
 
Hadirin yang Dimuliakan oleh Allah…
 
Dialog antara ayah dengan anak telah diabadikan oleh Allah dalam Surat As-Shaffat. Dalam metode pendidikan, pola semacam ini disebut metode hiwari alias dialog. Nabi Ibrahim tidak langsung menyuruh Ismail 'alahissalam menuruti keinginannya agar mau disembelih. Melainkan, menanyakan kepadanya terlebih dulu. Meminta pendapatnya. Menguji respon dan reaksinya. Hal ini sesuai dengan fitrah psikologis, bahwa remaja bisa dimintai pendapat melalui cara dialog untuk mengembangkan nalarnya. Dan, Ismail ‘alaihissalam menjawab dengan pasti dan percaya diri serta berharap dirinya menjadi bagian orang-orang yang bersabar (minas shabirin).
 
Poin ketigadalam peristiwa ini adalah pendidikan ketauhidan. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam kompak menjalani perintah Allah. Keduanya berserah diri dan bertawakal menjalani perintah Sang Pencipta, meskipun ketika hendak disembelih, Allah menggantinya dengan hewan sembelihan dari surga.
 
Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa ini adalah pentingnya menanamkan ketauhidan kepada keluarga. Seorang ayah yang memiliki karakter kuat dan ketauhidan yang kokoh akan bisa mendidik anaknya dengan baik dalam hal kecintaan kepada Allah dan mentaati perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, jika dirinya terlebih dulu memberikan contoh yang konkrit. Nabi Ibrahim telah memberikan contoh, dan Nabi Ismail pun tidak ragu melaksanakan permintaan dari ayahnya.
 
Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim memberi contoh bagaimana ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada kecintaan terhadap anak. Sebagai seorang yang beriman, beliau menjalani ujian ini dengan baik. Tidak ada gugatan kepada-Nya, mengapa harus menyembelih putra yang telah dinantikan, bagaimana bisa Allah memerintahkan hal ini, dan berbagai pertanyaan lainnya. Yang dilakukan oleh beliau adalah menjalankannya, berserah diri kepada Allah untuk meraih ridlo-Nya. Sebab, beliau sadar, sebagai hanifan muslima alias seorang yang bersadar diri tunduk kepada-Nya dan menjalani ketentuan Allah.
 
Sedangkan sebagai seorang anak, Ismail ‘alaihisaalam mematuhi perintah dari ayahnya sebagai wujud bakti seorang anak, dan sebagai ungkapan ketaatan seorang hamba kepada Allah.
 
Demikianlah di antara hikmah peristiwa kurban yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam. Semoga kita bisa memetik pelajaran dari khutbah yang saya sampaikan ini dan semoga kita semua bisa melaksanakan beberapa hikmah pendidikan yang telah saya sampaikan.
 
اعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
 
Khutbah II
 
اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ 
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
 
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
 
 
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
 
 
 
Rijal Mumazziq Z, Rektor Institut Agama Islam al-Falah Assunniyyah (INAIFAS) Kencong Jember. Khutbah ini disampaikan di Masjid al-Hidayah, Jemur Gayungan, Surabaya, Ahad 10 Dzulhijjah 1440/ 11 Agustus 2019