Di kalangan paramedik, nama dr. Muhammad Erfan Kafiluddin cukup familiar. Tetapi siapa sangka bila dokter yang menjabat sebagai Kepala Puskesmas Jorongan Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo ini ternyata jebolan pesantren.<>
Jauh sebelum menjadi seperti sekarang ini, dr. Erfan hanya seorang remaja lugu. Beberapa tahun kemudian, pria kelahiran 3 Agustus 1982 ini menghabiskan waktunya di Pesantren Raudlatut Tholibin Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.
Karena itu, ditemui NU Online di kantornya di Puskesmas Jorongan, lelaki yang juga mengajar di Stikes Bhakti Bangsa Kota Probolinggo itu tidak begitu asing dengan dunia pesantren. Sebab dipesantren asuhan KH. Abdul Mujib itulah Erfan melewatkan hari-harinya saat masih muda dulu.
âSejak sekolah MI, saya sudah mulai ngaji dan bermain di Pesantren Raudlatut Tholibin. Meski saya tidak menetap di pesantren, tetapi hari-hari saya lewatkan di pesantren, mulai dari belajar ngaji, pagi sampai malam hari. Tetapi waktu itu tiap harinya saya pulang ke rumah,â jelasnya.
Dinamika dengan para santri di Pesantren Raudlatut Tholibin itulah yang pada akhirnya membuka pikirannya untuk menjadi santri mukim. Karena itu, begitu ia lulus MI pada tahun 1995 silam, ia memutuskan untuk bermukim di pesantren tersebut meski sejatinya jarak pesantren dengan rumahnya sangat berdekatan.
âSaya mulai mondok betul sejak lulus MI, masuk MTs . meski rumah saya dekat, saya tiap harinya tinggal, belajar sampai tidur di pondok. Dan, keluarga saya semua setuju,â terang putra pasangan Ahmad Hadist dan Nasiha itu. Sejak saat itulah, ayah dari satu anak itu mulai merasakan betul kehidupan di pesantren.
Bagi Erfan, berada di pesantren tidak ubahnya hidup di tengah-tengah masyarakat. Santri dituntut untuk belajar tepo seliro, welas asih, peduli dengan sesama serta menghargai perbedaan. Sebab dipesantren banyak santri dengan latar belakang berbeda yang memaksa untuk belajar bersosial.
Tidak hanya itu, selama di pesantren ia juga bisa mempraktekkannya langsung pelajaran yang didapat di bangku sekolah. Bukan hanya ilmu agama, tetapi juga pengetahuan umum. Sehingga menjadi seorang santri itu siap terjun di tengah-tengah masyarakat.
âMenjadi santri itu belajar segalanya. Jadi, saat keluar dari pesantren, siap hidup di tengah-tengah masyarakat manapun, tentunya juga mengaplikasikan berbagai ilmu yang didapat selama berada di lingkungan pesantren,â kata suami dari Irawati Kinasih ini.
Menurut Erfan, selama berada di pesantren, waktu benar-benar dimanfaatkan dengan kegiatan belajar. Mulai dari bangun sebelum adzan Subuh, dilanjutkan dengan mengaji. Menjelang pagi, baru dilanjutkan dengan sekolah formal MTs.
Sepulang dari sekolah, kegiatan di pesantren kembali dimulai sejak pukul 15.00 sampai tengah malam sekitar pukul 00.00. itupun dirinya terbiasa tidak langsung tidur. Tetapi masih ngobrol dan tukar pendapat bersama santri lainnya.
âYang saya ingat saat mondok, tiap kali ngaji kitab kuning ke Kiai Mujib. Saya sering ditanya dan dicari oleh Kiai Mujib. Kemudian disuruh baca kitab kuning. Karena itu, biasanya saya selalu duduk di pojok atau datang terlambat,â ujarnya sambil tersenyum mengingat masa-masanya saat di pesantren.
Selang sekitar tiga tahun berlalu menjadi santri, dirinya memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMAN 1 Kota Probolinggo pada tahun 1998 sampai 2001. Kegiatan sekolah di luar membuat dirinya tidak lagi tinggal di pesantren.
Meski begitu, ia tidak pernah dapat melupakan masa selama di pesantren. Sebab keinginan menjadi dokter itu muncul saat kelas I MTs. Ketika itu ia begitu suka mata pelajaran (mapel) Biologi. Bahkan, untuk mata pelajaran yang satu ini, nilai rapornya sejak MTs selalu bagus.
âSaya itu ingin menjadi dokter karena suka mata pelajaran Biologi. Nilai terbaik saya waktu sekolah MTs hingga SMA adalah Biologi,â ungkapnya. Karena    itu, begitu lulus SMA ia lantas mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa di UGM (Universitas Gajah Mada) mengambil fakultas kedokteran (FK).
âAlhamdulillah, saya bisa masuk di FK. Kebetulan kuliah di FK di masa saya, biayanya tidak jauh beda dengan fakultas lainnya. Bahkan bisa dikatakan sama,â terangnya. Hingga akhirnya dirinya lulus dari UGM tahun 2008 dengan membawa gelar dokter.
Dikatakan Erfan, keinginan dirinya menjadi dokter terwujud setelah lulus mengikuti tes CPNS tahun 2008. Kemudian, terbit SK pada Maret 2009 bertugas menjadi dokter fungsional di Puskesmas Kuripan. Tidak lama kemudian, tahun 2010, Erfan diberikan kepercayaan menjadi Kepala Puskesmas Sukapura hingga tahun 2013.
âSaya menjadi Kepala Puskesmas Jorongan baru mulai Februari 2013 kemarin,â kata lelaki yang menjadikan barokah sebagai filosofi hidup ini. âHidup barokah itu akan jauh lebih bahagia, dari pada bergelimang materi tetapi tidak barokah,â pungkasnya. (Syamsul Akbar/Red:Anam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan MuharramÂ
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Terkini
Lihat Semua