Pesantren

Pesantren Darul Khairat Gratiskan Biaya Hidup Santri

NU Online  ·  Rabu, 22 Mei 2013 | 05:15 WIB

Di Kabupaten Probolinggo banyak sekali pondok pesantren berdiri. Bahkan setiap desa terdapat pesantren dengan keberagamannya. Kali ini NU Online berhasil mengabadikan kegiatan Pesantren Darul Khairat yang terletak di Desa Bulu Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.<>

Tidak sulit mencari alamat Pesantren Darul Khairat. Dari Rutan Kelas II B Kraksaan, kita bisa terus bergerak ke arah selatan kira-kira sejauh 100 meter. Sesampainya disana kita bisa langsung masuk ke lokasi pesantren tersebut.

Saat memasuki halaman pesantren, terdengar lantunan nadzhom dan bahasa Arab yang menjadi ciri khas lembaga pendidikan pesantren. Setelah menyampaikan maksud dan tujuannya, NU Online kemudian ditemui oleh Habib Ali bin Abdullah Al Jufri. Lelaki keturunan Arab ini adalah pengasuh Pesantren Darul Khairat.

Habib berkacamata ini menceritakan keberadaan pesantren yang dipimpinnya. Menurutnya, pesantrennya berdiri pada tahun 2006 silam dengan keterbatasan fasilitas yang dimiliki. Ia mengatakan begitu lulus menempuh pendidikan di Hadramaut, Yaman, kemudian diperintah oleh abahnya untuk mendirikan pesantren.

“Tahun 2006 saya mendapatkan perintah dari abah untuk mendirikan pesantren. Bismillah saya mengawali dengan membangun musholla dengan jumlah santri putra 9 orang,” kenangnya.

Saat itu ia hanya mampu membangun musholla dalam kondisi penuh dengan kesederhanaan. “Lulus dari Yaman, saya dikasih uang Rp. 150 juta oleh abah. Sebagai modal untuk mendirikan pesantren,” jelasnya.

Ide pendirian pesantren dilatarbelakangi banyaknya masyarakat sekitar Desa Bulu Kecamatan Kraksaan yang kurang mendapatkan perhatian pendidikan agama. Dengan kondisi demikian, menghadirkan pesantren menjadi wajib. “Demikian pesan abah saya saat menyerahkan dana untuk pendirian pesantren,” tuturnya.

Selama tahun 2006 yang merupakan awal pendirian pesantren, santri mulai berdatangan. Bahkan tidak hanya orang Probolinggo. Santrinyapun mulai berdatangan dari luar kota bahkan luar pulau.

“Karena abah saya sering mengisi kegiatan di Bangka Belitung, Kalimantan dan beberapa kota di luar provinsi, akhirnya yang mondok disini banyak yang berasal dari daerah luar Provinsi Jawa Timur,” ujarnya.

Sampai tahun 2013 ini pesantren yang dipimpinnya sudah menampung santri putra sebanyak 56 santri. “Kebetulan saya hanya menampung santri putra saja, untuk putri masih belum. Mungkin di tahun-tahun mendatang akan dibuka untuk santri putri,” akunya.

Rupanya pesantren ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, terbukti setelah keberadaannya baru menginjak tahun ke tujuh, pesantren ini sudah mulai megah. Dengan fasilitas 1 unit musholla berlantai dua dan 1 unit perpustakaan serta 6 ruang kelas dan 5 kamar santri semuanya mempunyai pendingin ruangan. “Kenyamanan santri bagi saya adalah nomor satu, agar santri betah belajar yang pada akhirnya mereka bisa berprestasi,” tegasnya.

Tidak hanya itu, ternyata seluruh santri dibebaskan dari segala bentuk pungutan termasuk biaya makan santri sehari-hari. “Saya berkomitmen untuk membiayai semua kebutuhan santri. Termasuk biaya makan, pendidikan dan kebutuhan lainnya. Yang terpenting semua santri bisa menimba ilmu dengan ikhlas. Dan bisa menerima segala aturan yang kita buat,” terangnya.

Saat ditanya dari mana membiayai sejumlah santri itu, habib kelahiran 16 Oktober 1978 ini mengatakan pihaknya mempunyai sebidang tanah dan hasil panennya untuk membiayai kebutuhan para santri. “Kebutuhan santri tetap menjadi prioritas utama, maka seluruh hasil panen saya serahkan ke pesantren untuk biaya operasional pesantren,” ceritanya.

Bahkan saking senangnya dan menjadikan santri sebagai urusan pertama, Habib Ali sampai saat ini belum mempunyai rumah sendiri dan lebih memilih tinggal bersama mertua. “Sampai sekarang saya masih belum mempunyai rumah. Tapi saya lebih ikhlas, setidaknya Rp. 7 juta sampai Rp. 9 juta setiap bulan saya mengeluarkan uang pribadi untuk biaya seluruh kebutuhan santri,” tuturnya.

Keikhlasan itu kini telah dirasa manfaatnya. Menurutnya, sekarang sudah tidak kesulitan untuk membiayai pesantren. “Terus terang awal-awal pendirian pesantren saya sangat kesulitan. Meski jumlah santrinya tidak sebanyak seperti sekarang, tapi saya agak tertatih-tatih dalam membiayai pesantren,” ungkapnya.

Abahnya yang terkenal sampai luar pulau dan sering mengisi kegiatan keagamaan biasanya mengajak Habib Ali. “Setelah abah saya wafat, maka saya yang diundang untuk mengisi acara,” bebernya.

Sepeninggal abahnya, Habib Ali menggantikan ceramah ke beberapa kota di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Bahkan berkat dari keikhlasannya, ia sangat merasakan barakahnya. Barakah yang dimaksud, kini pihaknya tidak hanya mengisi kegiatan di Pulau Kalimantan dan Sumatra, melainkan sudah go internasional. Setidaknya sudah ada 16 negara yang pernah ia kunjungi untuk mengisi ceramah.

Alhamdulillah saya sudah mengisi di Brunai, Malaysia, Singapura, Yaman, Saudi Arabia, Timor Leste, Cina, Sri Lanka, Kamboja, Afrika Selatan, Philipina, Laos, Kanada, London (Inggris), Australia dan Jerman,” akunya sambil menunjukkan pecahan mata uang negara yang pernah dikunjunginya. (Syamsul Akbar/red:Anam)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua