Dari Dua Santri Menjadi Tujuh Ribu
NU Online Ā· Senin, 20 Mei 2013 | 20:28 WIB
Pesantren Nurul Jadid menjadi salah satu pesantren di Kabupaten Probolinggo yang santrinya datang dari seluruh penjuru Indonesia. Bahkan beberapa datang dari negeri jiran. Didirikan oleh KH. Zaini Abdul Munāim, kini Pesantren Nurul Jadid telah memiliki ribuan santri dengan lembaga pendidikan lengkap.<>
Tidak terlalu sulit untuk mengunjungi Pesantren Nurul Jadid. Selain sudah dikenal, pesantren yang kini diasuh oleh KH. Mohammad Zuhri Zaini ini tidak terlalu jauh dari jalan raya jurusan Probolinggo-Situbondo. Jika naik bus atau mobil penumpang umum (MPU) turun di perempatan Tanjung. Kemudian naik becak ke arah utara yang berjarak sekitar 2 kilometer. Kalau naik kendaraan pribadi, sesampainya di perempatan Tanjung, langsung belok kiri menyusuri jalan beraspal yang lebarnya empat meter.
Pesantren Nurul Jadid yang terletak di Desa Karanganyar Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo ini didirikan pada tahun 1948 silam. Awalnya, pesantren yang sekarang telah memiliki perguruan tinggi ini berdiri di sebuah hutan kecil tidak terawat. Sebelum bernama Desa Karanganyar, tempat berdirinya Pesantren Nurul Jadid dikenal dengan nama Tanjung.
Nama tersebut diambil dari nama sebatang pohon besar yang tumbuh kokoh di tengah-tengah desa tersebut. Pohon yang bunganya bernama tanjung ini oleh warga setempat diyakini memiliki kelebihan dan keistimewaan. Sehingga tidak salah, kalau warga setempat mengabadikan nama pohon itu sebagai nama desanya.
Asal muasal nama Nurul Jadid bermula saat KH. Zaini Abdul Munāin didatangi seorang tamu, putra gurunya (KH. Abdul Majid) bernama KH. Baqir. Ia berharap nama pesantrennya tersebut adalah Nurul Jadid (cahaya bulan). Namun secara bersamaan KH. Zaini Abdul Munāin menerima surat dari Habib Abdullah bin Faqih yang memohon agar pesantrennya diberi nama Nurul Hadits. Dari kedua nama itu, kemudian dipilihlah Nurul Jadid.
Pada awal pendiriannya, Nurul Jadid memiliki dua santri yaitu Syafiāuddin warga Desa Gondosuli Kecamatan Kotaanyar dan Saifuddin warga Desa Sidodadi Kecamatan Paiton. Ā Seiring dengan perjalanan waktu, santri dari berbagai wilayah berdatangan. āYa, dari dua santri itu kemudian berkembang hingga tujuh ribuan,ā ujar Kepala Bagian Umum Pesantren Nurul Jadid Khairul kepada NU Online, Senin (20/5).
Tidak hanya pendidikan, tanah gersang yang belum dimanfaatkan warga desa setempat, juga menjadi perhatian KH. Zaini Abdul Munāim. Ia kemudian memilih tanaman tembakau untuk dikembangkan di tanah gersang tersebut. Karena perjuangan KH. Zaini Abdul Munāim inilah kemudian warga sekitar Desa Karanganyar hinggi kini menanam tembakau. Bahkan tanaman untuk rokok ini menjadi andalan para petani setempat. (Syamsul Akbar/Red: Anam)
Terpopuler
1
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
2
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
3
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
4
PBNU Terima Audiensi GAMKI, Bahas Isu Intoleransi hingga Konsensus Kebangsaan
5
Kisah Di Balik Turunnya Ayat Al-Qur'an tentang Tuduhan Zina
6
Kick Off Jalantara, Rais Aam PBNU Pimpin Pembacaan Kitab Karya Syekh Abdul Hamid Kudus
Terkini
Lihat Semua