Banyak pengalaman yang didapat Muhammad Mahbub selama enam tahun menimba ilmu di pesantren. Selain disiplin dan bersosialisasi dengan masyarakat, di pesantren ia juga belajar berjuang di jalan Allah.<>
KH. Muhammad Mahbub tidak akan pernah dapat melupakan cerita kesuksesan yang diraihnya saat ini. Mulai dari menjadi seorang dosen sampai pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Al-Fattah Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Itu semua tidak lepas dari pengalamannya selama mengenyam pendidikan di pesantren. Tepatnya di Pesantren Roudlotut Tholibin Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Ya, setidaknya enam tahun lebih Kiai Mahbub menghabiskan waktunya disana.
Pria kelahiran 10 April 1970 ini pun menceritakan bagaimana awal mula ketika ia tinggal di pesantren. Lulus SD tahun 1982 silam, oleh orang tuanya ia diserahkan ke pesantren yang diasuh oleh KH. Abdul Mujib Abdullah yang tidak lain pamannya sendiri. âSaya pertama mondok, aslinya karena keinginan orang tua,â ungkapnya kepada NU Online.
Karena itu, hingga setahun lamanya, ia belum bisa bersikap seperti santri kebanyakan. Betapa tidak, selama setahun itu, ia masih makan dan tidur di kediaman keluarga pesantren tersebut. Namun begitu, perlahan paradigmanya tentang kehidupan pesantren mulai berubah hingga ia memutuskan untuk tinggal di kamar pesantren bersama santri lainnya.
âSaya mulai tinggal dan benar-benar merasakan kehidupan pesantren saat sudah mulai terbiasa. Selama setahun, belum betul-betul mondok. Karena masih tinggal di rumah keluarga pesantren,â jelas pria yang saat mondok belajar di MTs Sunan Giri Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo itu.
Dikatakan Kiai Mahbub, pesantren tidak ubahnya pusat segala pembelajaran ilmu, baik itu ilmu agama, sosial, mandiri, kedisiplinan dan lainnya. Sebab, selama di pesantren pula, dirinya merasa hidupnya lebih tertata dan terjadwal. Selama 24 jam sehari, selalu saja ada kegiatan yang dilakukan.
Meski begitu, mengikuti pembelajaran kitab kuning menjadi pengalaman yang paling tidak terlupakan bagi Mahbub. Sebab oleh sang kiai ia kerap ditunjuk untuk membacakan kitab gundul itu. âSaya tiap hari jadi langganan disuruh membaca kitab oleh kiai. Jadi kalau makna kitab sudah tidak lengkap, kebingungan karena takut dimarahi,â tegasnya.
Tahun 1989, Mahbub lulus SMA, ia lantas pamitan dari pesantren dan melanjutkan kuliah di IAIN Malang (sekarang UIN Malang). Lima tahun lamanya dirinya kuliah jurusan bahasa Arab dan lulus S-1 tahun 1994. Selama kuliah, ia pun mondok di salah satu pesantren di Malang.
Gelar S-1 tidak membuatnya berhenti menuntut ilmu. Dikatakan Mahbub, tahun 1995 ia melanjutkan kuliah S-2 di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Belum lulus S-2 dengan jurusan ilmu sosial politik (sospol), dirinya diangkat menjadi dosen di Universitas Lombok pada tahun 1997 akhir.
âSaya lulus S-2 pada tahun 1999. Waktu itu saya harus menyelesaikan kuliah S-2 dari daerah berbeda yaitu Lombok. Karena saya diangkat menjadi dosen di Lombok,â paparnya.
Pada tahun 2002, lanjut Mahbub, dirinya pindah ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta, Jawa Tengah yang saat ini berubah menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. âBeberapa tahun di Solo, saya mulai membuka TPQ/TPA,â ujarnya.
Selama di Solo, Mahbub terus mengukir prestasi. Setelah gagal mengelola tanah wakaf untuk lembaga pendidikan karena pewakaf bermaksud menjadikan masjid pada tahun 2007, Mahbub akhirnya membeli sebidang tanah, luasnya sekitar 1.000 meter persegi.
âKarena saya ingin sekali membangun lembaga pendidikan, langsung saya beli tanah itu. Kebetulan harganya waktu itu masih sangat murah,â kenangnya.
Berawal modal lahan seluas 1.000 meter persegi dan satu bangunan rumah, Mahbub memutuskan untuk merintis pesantren yang diberi nama Al-Fattah. Menariknya, di pesantren yang didirikannya itu, pihaknya mengkombinasikan antara tradisi pesantren salaf dengan modern.
âInilah salah satu cara saya untuk berjuang di jalan Allah, dengan mendirikan lembaga pendidikan,â pungkas Kiai Mahbub yang mengaku tetap menjalin silaturahim dengan guru-gurunya tersebut. (Syamsul Akbar/Anam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan MuharramÂ
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Terkini
Lihat Semua