Baru Terima Santri Putri Setelah Seabad Berdiri
NU Online · Sabtu, 19 April 2014 | 02:00 WIB
Pesantren Rofi'atul Islam di Desa Sentong Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur merupakan salah satu yang tertua di Kabupaten Probolinggo. Pesantren ini didirikan pada tahun 1841 silam atau 173 tahun yang lalu. Tidak hanya itu, selama lebih dari satu abad pesantren yang didirikan oleh KH. Rofi'i Samsudin ini tidak menerima santri putri. <>
Tidak sulit untuk menuju pesantren Rofi'atul Islam. Dari pusat Kota Kraksaan hanya butuh waktu sekitar 10 menit saja. Sebab jaraknya hanya sekitar 2 km dari batas Kota Kraksaan. Dari pesantren ini lahir banyak ulama yang eksistensinya dibutuhkan masyarakat.
Pengasuh Pesantren Rofi'atul Islam KH. Munir Kholili (73 thn) mengisahkan dulunya pesantren ini didirikan oleh kakek buyutnya KH. Rofi'i Samsudin pada tahun 1841 silam. Kiai Rofi'i ini masih saudara sepupu KH. Mohammad Hasan, Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong.
"Kiai Rofi'i ini adalah paman dari KH. Rifa'i Tabrani kakek saya," ungkap Kiai Munir Kholili kepada Kontributor NU Online Probolinggo, Kamis (17/4).
Kiai Munir merupakan pengasuh generasi keempat. Pesantren ini didirikan Kiai Rofi'i sepulang dari tanah suci Mekkah. Sebelum berdiri, Kiai Rofi'i mengawali dengan memberikan pengajian kitab dan Al Qur'an. Namun lambat laun pengajian kitab ini merubah menjadi madrasah diniyah.
"Kiai Rofi'i dan KH. Mohammad Hasan itu belajar lama di Mekkah. Kemudian pulang ke Indonesia, Kiai Rofi'i mengajar kitab dan Al Qur'an disini. Sedangkan Kiai Hasan di Genggong," jelasnya.
Kiai Rofi'i mengasuh pesantren ini hingga tahun 1941 atau selama satu abad. Ketika diasuh Kiai Rofi'i, santri mukim hanya sekitar 100 orang saja. Waktu itu pesantren ini tidak menerima santri putri. Kepengurusan dilanjutkan keponakannya KH. Rifa'i Tabrani hingga tahun 1956. Setelah itu, kepemimpinan pesantren ini bergeser kepada KH. Kholili, menantu Kiai Rifa'i Tabrani.
"Kiai Rofi'i itu tidak mempunyai putra dan mengasuh keponakannya sejak kecil. Untuk menghormati jasa Kiai Rofi'i dalam memperjuangkan agama Islam, mana pesantren ini diambil dari nama beliau. Jadilah Rofi'atul Islam. Sebelumnya pesantren ini tidak memiliki nama resmi," terangnya.
Ketika Kiai Kholili mangkat tahun 1973, pesantren ini mengalami kemerosotan, meski tidak terlalu berarti. Sebab, selama lebih dua tahun, pesantren kehilangan pemimpin panutan. "Waktu Abah saya meninggal, saya masih mondok di Mekkah. Akhirnya pesantren dipimpin As'ad Kholili, adik saya yang masih muda," tutur putra dari pasangan KH. Cholili dengan Nyai Hj. Hasaniyah ini.
Pada masa Kiai Munir inilah terjadi perubahan. Pesantren ini mulai menerima santri putri. Selain itu juga didirikan Madrasah Diniyah Ibtidaiyah Al-Irtiqo'iyah. Perubahan ini terus berlanjut hingga pada tahun 1979. Yakni dengan pendirian Madrasah Diniyah Tsanawiyah Al- Irtiqo'iyah.
Kemudian pada tahun 1982 berdiri pula Madrasah Diniyah Aliyah Al- Irtiqo'iyah. "Perubahan ini karena permintaan dari masyarakat dan wali santri. Kini santri yang mukim sekitar 300 lebih," pungkasnya. (Syamsul Akbar/Anam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua