Sesuatu yang datang dari orang lain, tidak selalu buruk. Bisa saja saran atau masukan itu justru menjadi jalan pengantar kesuksesan. Seperti pendirian Pesantren Bahrul Ulum Desa Besuk Kidul Kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. <>
KH Anwar Abdul Karim Amani sempat menolak permintaan tokoh masyarakat desa setempat yang meminta untuk mendirikan sebuah pesantren. Meskipun dijalani dengan sebuah keterpaksaan, pesantren yang awalnya memiliki empat santri dan mengaji di sebuah musholla berukuran 7 X 5 itu, kini santrinya telah berjumlah sekitar 1.200 orang.
Tidak hanya itu, lahan tempat belajarnyapun bertambah luas sekitar satu hektar. Di atasnya berdiri ruang kelas yang ditempati belajar santri, mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai Madrasah Aliyah (MA).
Jangankan orang lain, Kiai Anwar sendiri pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Bahrul Ulum ini tidak menyangka kalau pesantren yang didirikan tahun 1991 tersebut akan besar dan maju seperti saat ini. Padahal, pendirian pesantren tersebut awalnya ditolak. Kiai kelahiran Desa Sentong Kecamatan Krejengan ini lebih memilih berdagang.
Kiai Anwar menceritakan pada tahun 1990, ia diminta salah seorang tokoh masyarakat desa untuk mengajar ngaji. Hanya saja, niat baik itu ditolak halus oleh Kiai Anwar. Meski ditolak, tokoh tersebut tidak patah orang. Setahun kemudian ia menemui lagi bersama empat anak. Empat lelaki yang masih anak-anak itu diserahkan ke Kiai Anwar.
“Kami menerima empat anak itu. Tetapi ada syaratnya, mereka diwajibkan membuat tempat pemondokan sendiri. Soalnya kami belum memiliki tempat menginap atau bermukim yang memadai untuk santri,” ujarnya, Selasa (8/4).
Kiai Anwar akhirnya mengajar empat santri tersebut. Lantaran empat tahun santrinya tetap empat, ia kemudian ingin melanjutkan profesi berdagangnya yang sempat ditinggal. Keinginan meninggalkan santrinya ditentang ibundanya Nyai Hj. Rohaniyah.
“Kakekmu, KH. Abdul Karim empat tahun lamanya hanya mengasuh tiga orang santri. Bersabarlah karena itu tuntutan perjuangan di jalan Allah SWT, saatnya pasti akan tiba,” kata Kiai Anwar mengenang nasehat uminya.
Berkat kegigihan dan dorongan keluarga besarnya, pelan namun pasti, Pesantren Bahrul Ulum berkembang. Di tahun 1994, santri yang mondok untuk menimba ilmu di pesantren ini bertambah menjadi 350 orang, santri putri 250 orang dan santri putra 100 orang.
Sejak tinggal di rumah istrinya pada tahun 1981, kehidupan warga sekitar pesantren jauh dari agama. Masyarakat masih percaya hal mistik, pengultusan dan kesenian ludruk. “Bahkan di barat pesantren ini dulunya tempat prostitusi,” kenang suami dari Nyai Hj. Aisyah Nur Syamsi ini.
Karenanya, selain mengajar Kiai Anwar juga berdakwah. Hanya saja, ia melakukan dakwah tidak frontal, tetapi dengan pelan-pelan. Mengingat warga sekitar pondok, masih awam tentang agama. Ia berdakwah secara kekeluargaan, seperti shalawatan dan pengajian serta kegiatan sosial lainnya.
“Berkat keuletan, ketekunan dan kesabaran, akhirnya masyarakat mulai berubah. Menghadapi orang awam itu harus telaten, Insya Allah akan berhasil,” tutur alumni Universitas King Abdul Aziz, Mekkah, Saudi Arabia itu.
Diakui olehnya, sebelum mendirikan Pesantren Bahrul Ulum, dirinya telah membangun mushalla kecil di utara kediamannya. Mushalla ini menjadi tempat berjamaah keluarga dan tetangga di sekitar, juga mengajar empat santri yang pertama kali belajar kepada dirinya. Selain itu, ia juga membuka pengajaran baca tulis Al-Qur’an bagi putra-putri tetangga. (Syamsul Akbar/Anam)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
3
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
4
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
5
Cerpen: Tirakat yang Gagal
6
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
Terkini
Lihat Semua