Pertanian

Prospek Tanaman Obat Makin Menjanjikan di Tengah Pandemi Covid-19

Sen, 20 April 2020 | 04:43 WIB

Prospek Tanaman Obat Makin Menjanjikan di Tengah Pandemi Covid-19

Sudaryati bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Berdikari Wonosobo, Jawa Tengah berhasil mengembangkan usaha aneka minuman herbal berkhasiat. (Foto: Humas Kementan)

Jakarta, NU Online
Tak hanya memberi efek kepanikan bagi warga, pandemi global Covid-19 juga setidaknya memberikan berkah bagi para produsen tanaman obat. Pasalnya, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari paparan virus corona dengan menjaga imun tubuh tetap sehat. 
 
Berkenaan dengan hal tersebut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), menginstruksikan jajaranya untuk terus mendorong pengembangan tanaman herbal dan tanaman obat yang memiliki nilai ekonomis dan manfaat tinggi khususnya di tengah situasi pandemi saat ini.
 
“Salah satu upaya yang dapat dilakukan seseorang adalah dengan rutin meminum jamu atau herbal. Banyak bahan alami yang berasal dari bumi ini diyakini mampu meningkatkan kekebalan atau daya tahan tubuh, “ ungkap Mentan SYL
 
Seorang pensiunan, bernama Sudaryati (60), warga Wonosobo, Jawa Tengah berhasil mengembangkan usaha aneka minuman herbal berkhasiat. 
 
“Berawal dari usaha untuk menjaga vitalitas tubuh, lalu saya terus membangun bisnis ini menjadi lebih besar, “ ujar Sudaryati, Sabtu (18/4).
 
Dia bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Berdikari mengembangkan usahanya sejak 13 Desember 2013 silam. Hasilnya diperoleh sekarang, produk berlabel Jamu Rumpun Padi ini laku keras di pasaran. 
 
Lantaran jumlah produksi meningkat, karyawan yang mengolah dan melakukan pengemasan jamu empon-empon ini juga bertambah. Di hari biasa, tenaga yang bekerja hanya 7 orang tapi kini naik menjadi 15 karyawan. Bahan baku didapat dari petani di daerah Wonosobo dan beberapa daerah di Jawa Tengah.
 
“Peningkatan jumlah produksi dan omzet Jamu Rumpun Padi tersebut tak lepas dari permintaan pasar yang terus naik. Sebab minuman yang dibuat dari rempah-rempah ini dapat untuk menangkal penularan dan penyebaran virus Corona,” ujarnya.
 
Sudaryati menyebutkan, bila di hari-hari biasanya dia menjual 150 box. Sementara pada masa pandemi ini, sehari bisa menjual hampir 300 box. 
Permintaan pasar tertinggi di musim wabah Covid 19 ini berasal dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang dan kota lain di luar Jawa. Selain dalam negeri, Daryati juga rutin ekspor ke Suriname, Belanda dan Malaysia.
 
“Kurang lebih hampir dua bulan ini saya berhasil menjual 15 ribu box. Ini salah satunya karena produk saya memiliki ijin dan setifikat halal yang terjamin kualitasnya. Ini baru saja ada pesanan 1.860 box jahe merah dan kunyit dari Ditjen Hortikultura,” ungkapnya. 
 
Dirinya juga menyebutkan produknya mampu memperkuat imunitas tubuh karena mengandung curcumin. Prof Dr Choirul Anwar Nidam MS, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya telah melakukan penelitian terhadap produknya. 
 
“Produk saya juga tanpa pengawet dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” katanya. 
 
Minuman serbuk buatannya dikenal dengan nama empon-empon. Empon-empon berasal dari Bahasa Jawa yang artinya tanaman obat. Bahan-bahannya terdiri dari kunyit (turmeric), cabe lempuyang (chili zingiber zerumbat), kencur (kaemferia galangal), daun sirsak lempuyang (soursoup leaves and zingiber zerumbet), temulawak (curcuma xanthorrhiza) dan jahe merah (red ginger).
 
“Semua jenis minuman rempah ini diolah secara alami tanpa zat pengawet. Bahan yang dibuat berasal dari tanaman rempah-rempah tradisional berupa jahe merah, kunyit, temu lawak, cabe lempuyang, daun sirsak dan beras kencur,” lanjutnya.
 
Daryati bercerita bahwa rumah produksi yang beralamat di Mirombo RT 1 RW 1 No 35 Rojoimo Wonosobo ini awalnya merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian, berikut alat produksinya pada 2015 silam.
 
Pengembangan Tanaman Obat Tanah Air
Plt Direktur Sayuran & Tanaman Obat, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Sukarman, menyebutkan prospek tanaman obat selama masa pandemik merangkak naik. Dirinya juga menyebutkan secara global lahan tanaman obat di Indonesia tercatat 27.539 hektare dengan total produksi 640.727 ton (Ditjen Hortikultura, 2019).
 
"Kita juga telah mengalokasikan bantuan pengembangan kawasan tanaman obat ke beberapa daerah di Indonesia. Pengembangan kawasan tersebut kita arahkan untuk penambahan area tanam baru. Ke depan ini akan terus kita lakukan supaya manfaatnya bisa dirasakan masyarakat,” ujar pria yang akrab dipanggil Karman ini.
 
Lebih lanjut Karman menyebutkan bahwa tanaman obat memiliki kelebihan dengan tidak adanya efek samping jika digunakan dengan dosis yang normal. Harganya terjangkau dan bahannya bisa ditanam sendiri. 
"Satu jenis tanaman obat bisa memiliki banyak khasiat sehingga ini bisa dijadikan andalan mata pencaharian yang menjanjikan," ucapnya.
 
Sementara itu Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hortikultura, Yasid Taufik mengungkapkan peluang ekspor aneka produk herbal cukup tinggi. Data BPS 2019 menyebutkan nilai ekspor tanaman obat sebesar 16.628 ton dengan nilai penjualan US$ 31.917.498
 
“Bisnis tanaman obat ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan, didukung oleh ketersediaan bahan baku yang sangat kaya dan beragam di bumi Indonesia. Kami akan membantu sisi pembinaan mutu dan promosinya," ujarnya.
 
Yasid menyebutkan, Kelompok Wanita Tani Berdikari yang dipimpin Sudaryati ini telah difasilitasi untuk ikut serta dalam pameran Jeddah International Trade Festival pada akhir 2019 lalu dan mendapatkan animo luar biasa. 
 
"Saat ini Kementan tengah membantu proses sertifikasi dari Saudi Food and Drug Authority (SFDA) untuk produk obat-obatan yang diproduksi oleh kelompok tani ini," pungkasnya.
 
Editor: Zunus Muhammad