Upaya Menyeluruh Diperlukan untuk Tangani Radikalisme di Kampus
NU Online · Ahad, 2 Februari 2020 | 20:00 WIB
Jakarta, NU Online
Sejatinya, perguruan tinggi merupakan tempat pembelajaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan generasi muda. Akan tetapi pada kenyataanya, perguruan tinggi malah rentan disusupi oleh paham intoleransi dan radikalisme yang tidak hanya menyasar mahasiswa namun jugga dosen. Untuk mengatasi masalah itu diperlukan upaya bersama mengatasi bahaya radikalisme yang bisa menimbulkan disintegrasi dan perpecahan.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Drs Suhardi Alius, pekan lalu. Menurutnya, fenomena menguatnya ajaran radikalisme di perguruan tinggi sangat menghawatirkan.
“Tidak hanya Perguruan Tinggi tertentu yang bisa terpapar, tetapi semuanya bisa, yang membedakan hanya tebal tipisnya saja. Oleh karena itu kita semua harus waspada dan harus bisa mengidentifikasi hal tersebut. Karena itu bisa saja menjangkiti anak kita, saudara kita, atau lingkungan kita,” ujar Suhardi Alius, di Jakarta akhir pekan lalu.
Statemen Suhardi mengenai radikalisme di kalangan perguruan tinggi juga pernah diungkapkan oleh Badan Intelejen Negara (BIN) pada tahun 2018 lalu. Kepala BIN, Budi Gunawan, menyebut 39 persen mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi terpapar radikalisme. Ia juga menyebut bahwa radikalisme menyasar kelompok muda sejak dari tingkat sekolah tinggi.
Sejatinya, potensi radikalisme di kalangan mahasiswa merupakan fenomena yang telah terlihat sejak beberapa tahun silam. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wahid Khozin, pada 2013 di Pendidikan Tinggi Agama (PTA) 10 provinsi, terlihat hasil yang cukup menghawatirkan tentang potensi radikalisme di kalangan mahasiswa di PTA.
Penelitian yang menyasar target mahasiswa PTA Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Buddha itu melahirkan tiga kesimpulan penting: Pertama, adanya kecenderungan sikap keagamaan yang radikal mahasiswa PTA, walaupun masih taraf rendah. Kedua, adanya kecenderungan cara berpikir sektarian terutama berkaitan dengan positivisasi norma agama dalam kehidupan kenegaraan. Ketiga, adanya kecenderungan orientasi politik keagamaan. Keempat, adanya kecenderungan dukungan terhadap penggunaan media kekerasan untuk mengaktualisasikan pesan-pesan agama.
Penelitian itu melahirkan beberapa rekomendasi antara lain; pertama, deradikalisasi berbasis faktor internal keagamaan umat beragama sangat penting untuk mengikis absolutisme agama. Kedua, perlu menciptakan ruang komunikasi antara umat beragama untuk menjembatani dan mengklarifikasi tunduhan sepihak dari kelompok keagamaan tertentu. Ketiga, menciptakan ekosistem pengajaran doktrin agama yang lebih inklusif, dan ramah.
Editor: Ahmad Rozali
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
3
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
4
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
5
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
6
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
Terkini
Lihat Semua