Nasional

Tusuk Kuping Atasi Stroke, Dokter NU: Itu Hoaks

NU Online  ·  Rabu, 7 Februari 2018 | 10:03 WIB

Jakarta, NU Online
Sekarang ini banyak kabar kesehatan yang viral di media sosial. Salah satunya tutorial pertolongan pertama pada penderita stroke dengan cara menusuk-nusuk kupingnya dengan jarum. Cara tersebut alih-alih menyembuhkan, justru membahayakan.

Hal tersebut dikatakan Residen Ilmu Penyakit Syaraf Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dr Heri Munajib, saat menjawab pertanyaan seorang warganet yang menerima kiriman via WhatsApp Group (WAG). “Ini jelas info hoaks yang harus kita tangkal,” ujarnya kepada NU Online, Senin (5/1/18) malam.

Ia mengaku juga mendapat kiriman via WAG. Isinya “Teman kantor saya adalah ‘korban’ berita hoaks. Kena stroke, lalu ada yang berusaha ‘menolong’ dengan menusuk2 telinga dengan jarum. Dipikir manusia ‘selang bocor’ apa. Jarak rumah sakit lima menit. Akhirnya wafat... tanpa pertolongan...”

Menghadapi banyaknya hoaks di berbagai bidang yang beredar di medsos, utamanya soal kesehatan, Heri bersama para dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) langsung mengambil langkah konkret untuk membantu warga dalam menangkal hoaks tersebut. “Ini jelas sangat merugikan kita  semua,” tegasnya.

Pria kelahiran Gresik ini menegaskan, tindakan menusuk telinga tidak ada efeknya sama sekali terhadap stroke. Mengikuti kabar yang tidak jelas itu justru menyebabkan penderita meninggal dunia. “Padahal sebenarnya ada kemungkinan masih bisa ditolong apabila dibawa ke ahli medis yang berkompeten,” kata Heri.

Stroke, lanjutnya, merupakan disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu. “Ini telah dijelaskan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada 1989,” ungkapnya.

Menurutnya, penyebab stroke antara lain aterosklerosis atau penyumbatan pembuluh darah (trombosis), embolisme, darah tinggi (hipertensi) yang menimbulkan perdarahan di dalam jaringan otak atau pecahnya pembuluh darah yang sudah kelainan sejak lahir. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit pembuluh darah tepi.

Heri menjelaskan, ada dua jenis stroke. Pertama, Stroke Iskemik/sumbatan. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke ini, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju otak.

“Misal, suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal menyalurkan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil,” katanya.

Kedua, Stroke Hemoragik/Perdarahan. Perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah: intracerebral hemorrhage dan subarachnoid hemorrhage.

“Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke,” jelasnya.

Terapi stroke
Menurut Dokter Heri, terapi stroke tergantung penyebabnya apakah sumbatan atau perdarahan. Jika sumbatan maka sumbatan di dalam pembuluh darah bisa dihancurkan atau dihilangkan dengan memberi Rtpa kepada pasien, atau dilakukan tindakan neurointervensi berupa thrombectomy. Tergantung onset atau kejadian saat serangan.

“Sedangkan untuk stroke perdarahan tergantung penyebabnya. Apakah hipertensi atau peningkatan tekanan darah tinggi, kelainan anatomi pembuluh darah semenjak kecil. Atau apakah karena pengaruh konsumsi obat-obatan tertentu atau kelainan dalam darah,” tuturnya.

Ia berpesan, warganet untuk tidak gampang termakan kabar hoaks. “Jangan pernah forward pesan, kecuali Anda 100% yakin bahwa pesan tersebut benar. Jangan sampai kita jadi turut andil menjadi pembunuh yang bisa menyebabkan istri orang menjadi janda dan anak-anaknya menjadi yatim,” pungkas Heri. (Musthofa Asrori/Alhafiz K)