Nasional NU PEDULI LOMBOK

Trauma Healing Perlu Dimassifkan di Daerah Terdampak Terparah

Kam, 30 Agustus 2018 | 10:30 WIB

Trauma Healing Perlu Dimassifkan di Daerah Terdampak Terparah

Tauma Healing di pengungsian Pesantren Bayyinul Ulum, Santong

Mataram, NU Online
Selama lima hari sejak 26-30 Agustus 2018, tim psikososial NU Peduli didukung oleh Jurusan Psikologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta. Rakimin, dari Tim NU Peduli mengatakan terdapat sembilan titik yang dijangkau tim psikososial dengan 594 warga yang mengikuti sesi ini. 

“Pada hari pertama, tim melakukan trauma healing di Pesantren Bayyinul Ulum, dan mushala darurat pengungsian Santong di Lombok Utara," katanya, Kamis (30/8).

Lokasi lainnya adalah di Lingkungan Tegal Selagalas, Kecamatan Sandubaya; PAUD Qalbu Lingsar, pengungsiaan Desa Traktak; pengungsian Dusun Jangkuk, Kecamatan Sandubaya; pengungsian Pondok Bua, Kecamatan Lingsar; dan di SDN 3 Batu Kumbung. 

Rakimin menyebutkan dari kunjungan trauma healing ke berbagai titik telah tampak kondisi psikologis anak semakin membaik. Hal itu terlihat dari sikap respek dan komunikatif anak-anak terdampak gempa dengan hadirnya tim trauma healing. Ditambahkan keaktifan mereka dalam berbagai aktifivitas kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh tenaga psikologi. 

“Sehingga anak-anak tampak enjoy, ekspresif dan bersemangat,” terangnya.

Selain diberikan kepada anak-anak, trauma heling juga dilakukan kepada orang dewasa. Di kalangan dewasa atau orang tua dan lansia, trauma healing dilakukan dengan pendekatan konseling individualistik dengan metode kursi kosong (catharsis), client centered dan modifikasi prilaku.

“Metode ini menghindari kesan menasihati atau menggurui,” tambah Rakimin.

Menurutnya trauma healing anak-anak berjalan efektif dan efisien, sementara trauma healing untuk orang tua atau lansia belum berjalan efektif jika dilakukan secara kelompok atau massif. 

Dari hasil turun ke lapangan selama beberapa hari di titik-titik tersebut, ia merekomendasikan di antaranya dibutuhkan trauma healing anak secara berkesinambungan hingga masa pemulihan berakhir sebagai bentuk pendampingan psikologis yang berkelanjutan. 

“Lalu Tim NU Peduli perlu lebih fokus menciptakan program trauma healing yang lebih komprehensif dan massif untuk masyarakat dewasa atau orang tua dan lansia,” lanjutnya. 

Trauma healing agar lebih diprioritaskan ke wilayah gempa yang lebih parah dengan asumsi bahwa masyarakatnya lebih memiliki banyak pengalaman traumatik. Selain itu perlu dilakukan orientasi kepada warga agar melakukan trauma healing manual dengan berbasis keluarga yang saling catharsis dan memberikan solusi kehidupan sehari-hari.

Pada hari ini tim psikososial dari Universitas Airlangga, Surabaya menggantikan tim dari Unusia Jakarta. Mereka juga akan bertugas di sejumlah titik terdampak gempa dengan kategori terparah. (Kendi Setiawan)