Sragen, NU Online
Semangat dakwah MWCNU Pasir Sakti Lampung Timur berangkat dari tiga faktor realita masyarakat, mencakup persoalan pendidikan (formal dan nonformal), fasilitas kesehatan yang memprihantinkan. Sementara dari sisi ekonomi masyarakat NU di Pasir Sakti rata-rata menengah ke bawah.
"Tidak ada dukungan pengembangan ekonomi berupa permodalan, sehingga banyak warga NU terjerat rentenir," kata Mas’ud Ulum di hadapan ratusan peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) NU Care-LAZISNU di Pondok Pesantren Walisongo, Sragen, Selasa (30/1) pagi.
Situasi tersebut, kata Ulum, sering kali dimanfaatkan oknum tertentu untuk bermain simpan pinjam pribadi yang sangat memberatkan.
"Bunga sangat tinggi sepuluh sampai dua puluh persen. Banyak kasus warga jatuh terhadap rentenir dan berakhir disita asetnya,” lanjut dia prihatin.
Tak hanya itu, masyarakat sampai memberikan nama Bank Plecit Indonesia (BPI) yang selalu hadir di pasar dan warga untuk meminjamkan uang. Plecit yang dimaksud Mas'ud adalah lintah darat.
“Ini berdampak, bahkan pengurus NU sendiri terjerat oleh rentenir. Misalnya disiti rumahnya,” tuturnya.
Persoalan pendidikan baik formal dan nonformal menghadapi kendala karena fasilitasnya memprihantinkan.
“Di sana ada, satu guru TPQ dengan murid 50 fasilitasnya memprihatinkan. Gedung tidak layak, padahal generasi muda dipersiapkan secara baik secara pendidikan,” lanjut Ulum.
Fasilitas kesehatan lebih memprihatinkan dikarenakan akses jauh dari Pasir Sakti. Di daerah tersebut pada 2007 baru ada Puskesmas.
“Fasilitas rumah sakit jauh. Sampai ada ungkapan kalau ke rumah sakit, pertanyaannya orangnya mati atau tidak?” katanya.
Tiga persoalan itu menjadi titik tolak untuk bangkit dari ulama Pasir Sakti untuk memberikan jawaban konkret NU yang hadir secara nyata terhadap persoalan masyarakat.
Pada tahun 2007, MWC Pasir Sakti Lampung Timur memulai rencana strategis selama 15 tahun ke depan untuk mengentaskan perekonomian rakyat, pendidikan formal, dan layanan kesehatan.
“Di lima tahun pertama, kita fokus dakwah ekonomi 2007-2012. Konkretnya adalah mendirikan BMT Dana Sakti. Tahun kedua fondasi pendidikan formal dan nonformal pada 2012-2018. Dimulai 2018 pondasi dakwah kesehatan,” ungkapnya.
Ulum menegaskan pondasi dakwah ekonomi besar dan terus berkembang ada sebuah gambaran strategi ekonomi.
"Sejak 2012 kami letakkan pondasi. Ilustrasi seperti bangunan, sudah jadi pondasinya akan kokoh. Sehingga tahu di mana ruangan yang baik untuk bangunan tersebut,” tambahnya.
Mas’ud Ulum mengawali konsolidasi para tokoh dari rumah ke rumah untuk dihadirkan, bahwa dakwah ekonomi menjadi besar dan menjadi persoalan yang harus dikawal oleh para kiai
“Murtad umat karena kelaparan maka ulamanya akan ada di neraka. Maka yang disalahkan adalah ulamanya,” tuturnya
Modal awal 30 juta untuk mendirikan BMT, hingga tahun 2017 asetnya sudah 60 miliar dengan 10 kantor cabang di daerah Lampung Timur.
“Dari tahun ke tahun aset yang kami dapatkan meningkat. Kuncinya adalah komitmen dari pengelola sendiri,” ungkapnya.
Pencapaian BMT Dana Sakti merupakan tekad pengurus untuk berkomitmen melayani umat dan memberi semangat kepada pegawai di kantornya
“Jangan ada kata menyerah setelah bismillah, karena bergerak di ekonomi NU. Berarti siap untuk ditolak, ” pungkasnya.
Pemaparan Ma'ud Ulum mengawalai sesi testimoni kesuksesan ekonomi yang dikembangkan warga NU di sejumlah daerah. Selain Pasir Sakti juga dipaparkan pengembangan diantaranya di Banyumas Jawa Tengah dan Pacarpeluk Jombang. (Fadli RS/Kendi Setiawan)