Nasional RUU PESANTREN

Tiga Peran Pesantren dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Sab, 29 September 2018 | 01:20 WIB

Tiga Peran Pesantren dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Ilustrasi santriwati (ist)

Jakarta, NU Online
Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan saat ini telah mencapai tahap pembahasan di Badan Musyawarah DPR RI untuk kemudian dibawa ke tahap Sidang Paripurna DPR. Dalam RUU tersebut, pesantren mempunyai tiga peran utama.

Peran utama tersebut dikemukakan oleh Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU Abdul Waidl. Ia menjelaskan ada tiga peran pesantren yang dijelaskan dalam RUU tersebut, yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat.

“Ada 49 pasal pesantren sebagai lembaga pendidikan, dan hanya 3 pasal (14, 15, 16) yang menjelaskan pesantren sebagai lembaga penyiaran ajaran agama (dakwah) dan lembaga pemberdayaan masyarakat,” jelas Abdul Waidl.

Menurutnya, peran pesantren yang begitu besar bagi bangsa selama ini luput dari pengakuan negara sehingga pesantren tidak mendapatkan alokasi anggaran negara, hanya bersifat bantuan temporer.

Melalui RUU Pesantren yang akan disahkan menjadi UU, pesantren akan bisa mengembangkan dirinya. Bahkan, dari pengakuan dan legalitas tersebut, pesantren menurut Waidl akan semakin menjadi rujukan Islam dunia.

Namun, dia mencatat bahwa RUU Pesantren jangan hanya terjebak pada formalisasi dan anggaran. Ia juga harus tetap mempertahankan kekhasan, karakteristik, dan tradisi keilmuan yang saat ini konsisten dikembangan oleh pesantren.

“Di tengah upaya rekognisi tersebut, RUU Pesantren jangan terjebak hanya pada formalisasi dan persoalan anggaran,” ujarnya.

Menurutnya, substansi dari pasal-pasal yang ada dalam RUU Pesantren lebih banyak persoalan teknis. Belum menyentuh pada persoalan-persoalan substantif dan hal-hal mendalam lainnya seperti terkait keilmuan dan perspektif kekhasan pesantren.

Prinsipnya Waidl mendukung terkait pengesahan RUU Pesantren untuk disahkan menjadi UU sehingga pesantren yang selama ini berjasa besar mengisi kekhasan pendidikan di Indonesia dan turut memperkuat jati diri dan moral bangsa mendapat pengakuan secara formal oleh negara.

Dalam RUU Pesantren ini, selain menjelaskan tentang pengembangan peran pesantren dalam tiga hal, lembaga pendidikan, dakwah, dan pengembangan masyarakat, pesantren terkait pendiriannya juga bersifat fleksibel. Tidak dibatasi pengakuannya hanya berdasarkan legal formal semata. Karena terdapat 28.000 lebih pesantren yang sebagian besar masih berbentuk salafiyah.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan seperti diatur dalam RUU tersebut.

Kekhawatiran sejumlah pihak terkait problem pengalokasian anggaran, harus ada edukasi dan advokasi institusi keagamaan sehingga mampu menjalankan akuntabilitas dan terhindar dari potensi praktik penyimpangan adiministrasi. (Fathoni)